Lahad Datu, kota koboi di Malaysia
Kota kecil ini menjadi buah bibir lantaran perang yang berkecamuk. Reportase merdeka.com dari Sabah.
Lahad Datu kini menjadi kota yang ramai diperbincangkan di media. Kota kecil di bibir pantai itu kini menjadi buah bibir lantaran perang yang berkecamuk di Tandou yang masih menginduk ke kota ini.
Jika menyebut Lahad Datu, Sabah, maka jangan buang jauh-jauh pikiran Anda bila mengira kota ini seperti Kuala Lumpur atau Kina Balu. Lahad jauh dari kata metropolitan seperti Kuala Lumpur.
Lahad merupakan kota kecil di pinggir pantai. Tak sampai satu jam, kota ini habis diputari dengan menggunakan kereta (Orang Malaysia menyebut mobil dengan kereta).
Saking sempitnya Kota Lahad, hal ini membuat sopir taksi setempat kesal. "Ini kota pendek punya jalan. Tidak besar wilayahnya. Taksi pun jadi susah di sini," ujar pengemudi taksi di Kota Lahad, Wong, kepada reporter merdeka.com Hery H Winarno, Senin (10/3).
Kota Lahad juga jauh dari kesan bersih, kota ini cenderung kotor, dan semrawut. Banyak barang ilegal pun dijual bebas di Lahad, salah satunya rokok.
Jika di Kuala Lumpur atau Kina Balu rokok ilegal sulit atau bahkan mungkin tidak ada, di Lahad justru menjamur. Rokok-rokok ilegal dari Filipina dan Indonesia menjamur di kota yang berjarak sekitar 130 Km dari wilayah konflik ini.
Di sepanjang pertokoan di Lahad banyak dijumpai para penjual rokok ilegal. Bahkan rokok ilegal lebih laku dibanding rokok legal.
Harga tentunya menjadi faktor utama menjamur rokok ilegal. Rokok ilegal asal Indonesia misalnya, dijual seharga 5 hingga 6 Ringgit. Tetapi rokok yang legal bisa 8 sampai 10 Ringgit.
Tidak sulit mengenali rokok ilegal, cukup dilihat di dalam kemasannya, bila tidak ada gambar menyeramkan akibat penyakit merokok, itu pasti rokok ilegal.
"Jadi orang pun takut beli rokok legal, gambarnya menyeramkan. Penyakit anah-aneh semua. Hiii," ujar warga Lahad keturunan Bugis, Samgar, dalam perbincangan dengan merdeka.com di Jalan Teratai, Kota Lahad Datu, Sabah, Malaysia.
Tak hanya rokok, barang-barang ilegal dari Indonesia seperti saos kecap dan bumbu dapur pun konon banyak di sini. Meski demikian merdeka.com belum menemukan peredarannya.
Untuk transportasi, jumlah mobil di Lahad lebih banyak dibanding motor. Mobil warga Sabah relatif mentereng. Sebagian besar mobil di Sabah adalah kendaraan besar seperti Toyota Hilux, Nissan Navara, Suzuki DMax dan sejenisnya.
"Mobil-mobil besar di sini memang banyak. Mobil-mobil itu memang paling cocok untuk di Sabah karena sering digunakan keluar masuk perkebunan sawit," ujar Wandi, warga Surabaya yang tinggal di Lahad dan bekerja sebagai pelayan kedai makanan.
Soal motor, Lahad mungkin kalah jauh dibanding kota atau kabupaten di Indonesia. Bila di Indonesia motor matic atau bebek berkuasa, di Lahad yang menjamur justru motor-motor lawas tahun 80-an dan 90-an.
Tetapi meski motor lawas, knalpotnya dimodif sedemikian rupa sehingga memiliki suara racing. "Jadi motornya masih 5 Km di belakang, suaranya sudah sampai duluan. Motor berkecepatan suara," terang Wandi.
Meski motor lawas, beberapa pemuda di Lahad juga tetap ugal-ugalan. Dengan knalpot yang menderu keras, mereka kadang melintas jalan-jalan di kota Lahad dengan kecepatan tinggi. Tak jarang mereka juga adu balap atau melakukan memacu motornya dengan mengangkat roda depan.
"Polisi pun diam saja, padahal mengganggu itu. Ini kota memang macam kota koboi, bebas. Barang ilegal banyak, tukang minta-minta pun ada, kebut-kebutan pun ada. Macam tak ada aturan. Bebas, seperti kota koboi," ujar warga Lahad, Yansi Liem.
Gencarnya promosi yang dilakukan pemerintah Malaysia, membuat Lahad sering dikunjungi pelancong. Meski demikian, akibat perang di wilayah Tandou, kini kota ini sepi pelancong.