“Taliban Ada di Sini & Tidak Ingin Orang-Orang Pergi Meninggalkan Afghanistan”
Seperti apa hidup bagi mereka yang tertinggal ketika pasukan asing terakhir terbang meninggalkan Afghanistan? Empat orang dari kota dan provinsi sekitar negara tersebut mengisahkan kehidupan mereka.
Seperti apa hidup bagi mereka yang tertinggal ketika pasukan asing terakhir terbang meninggalkan Afghanistan? Empat orang dari kota dan provinsi sekitar negara tersebut mengatakan kepada BBC mereka telah kehilangan kebebasan dasar dan bertahan untuk hidup.
Beberapa nama telah diganti untuk melindungi keselamatan kontributor.
-
Kapan Rahmat mulai panen slada? Yang awalnya hanya panen 5 kilogram per hari, kini ia mampu sampai 1,9 ton per bulan. Profesi petani sebenarnya masih sangat prospek untuk didalami, terutama bagi kalangan muda. Jika ditekuni, bukan tidak mungkin bisa menghasilkan keuntungan berlipat seperti seorang pemuda asal Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah bernama Rahmatul Hafid. Rahmat awalnya mencoba peruntungan di bidang pertanian, bahkan dengan modal awal yang minim yakni Rp2 juta. Namun siapa sangka, hampir lima tahun menjalankan pertanian hidroponik slada produknya kini mampu terjual hingga 60 kilogram per hari.
-
Bagaimana Thariq Halilintar melafazkan ijab kabul? Thariq, dengan penuh khidmat, melafazkan ijab kabul dengan lantang sambil menggenggam tangan Mudji Massaid, ayah Aaliyah, yang bertindak sebagai wali nikah.
-
Kapan Gaun Tarkhan ditemukan? Bukti tertua yang diberikan oleh para ahli arkeologi adalah Gaun Tarkhan, yaitu kemeja linen dengan leher V yang ditemukan di makam Dinasti Pertama di pemakaman Tarkhan, Mesir kuno, oleh ahli Mesir kuno, Flinders Petrie.
-
Kapan R.A.A Kusumadiningrat memimpin? Sebelumnya, R.A.A Kusumadiningrat sempat memerintah pada 1839-1886, dan memiliki jasa besar karena mampu membangun peradaban Galuh yang cukup luas.
-
Kapan Raden Rakha lahir? Raden Rakha memiliki nama lengkap Raden Rakha Daniswara Putra Permana. Ia lahir pada 16 Februari 2007 dan kini baru berusia 16 tahun.
-
Kapan Rafathar potong rambut? 3 Namun, ternyata Raffi dan Nagita ingin anak mereka tampil berbeda menjelang Hari Raya Idul Fitri yang tidak lama lagi.
Mazar-i-Sharif
Mazar-i-Sharif adalah sebuah kota yang besar dan pusat ekonomi utama di Afghanistan utara, dekat dengan Tajikistan dan Uzbekistan. Sempat menjadi benteng pemerintahan, kemudian jatuh kepada Taliban pada 14 Agustus.
Majib dulunya bekerja di sebuah restoran. Sekarang dia berjuang keras untuk memperoleh makanan. Dalam sebuah panggilan video dari Mazar-i-Sharif, dia menunjukkan lantai yang kotor dari sebuah bangunan yang tak terpakai di mana ada tumpukan selimut - yang sekarang menjadi rumah barunya.
Majib tiba di kota itu beberapa minggu yang lalu, salah satu dari setengah juta penduduk Afganistan yang mengungsi tahun ini karena konflik antara Taliban dan pasukan pemerintah yang baru saja kalah.
Dia mengatakan ayahnya dibunuh Taliban lebih dari 10 tahun yang lalu. Satu dekade berlalu dan dia mengaku masih “takut untuk keluar” karena “mereka memukul orang-orang setiap hari.”
Rekaman dari Mazar-i-Sharif minggu lalu menunjukkan puluhan orang Afghanistan membawa koper dan membawa kantong plastik saat mereka naik bus ke ibu kota, Kabul, dengan harapan bisa melarikan diri dari negara tersebut.
Namun beberapa hari terakhir, semenjak pasukan AS ditarik, lebih banyak orang datang ke Mazar-i-Sharif dari Kabul, Majib mengatakan - mencoba mencari jalan untuk ke perbatasan dengan Uzbekistan sebagai jalan keluar.
Majib juga ingin kabur, tapi tidak tahu apakah dia akan berhasil.
“Taliban ada di sini dan mereka tidak ingin orang-orang untuk pergi meninggalkan Afghanistan,” katanya.
Lashkar Gah, Provinsi Helmand
Provinsi Helmand di selatan, dimana pasukan Inggris di tugaskan selama konflik berlangsung, direbut Taliban pada 13 Agustus. Ibu kota provinsi Lashkar Gah ini menyaksikan beberapa pertarungan berat di minggu-minggu sebelumnya.
Disematkan ke papan pengumuman kantor Dr. Viktor Urosevic beberapa kantong kecil berisikan peluru. “ kami menyebut nya sebagai dinding memalukan,” ucapnya, saat dia memindahkan salah satunya ke depan kamera dalam video wawancara.
Beberapa adalah peluru bulat kaliber besar yang dia cabut dari pasien muda
Dr. Urosevic bekerja di rumah sakit trauma di Lashkar Gah. Sekarang peperangan sudah berakhir, bangsal tersebut sudah tidak lagi dipenuhi orang seperti satu minggu yang lalu. Bom dan penembakan sudah berhenti dan jalanan di luar sudah tenang.
“Hal ini sangat aneh, saya sudah berada di sini untuk beberapa tahun, tapi tidak pernah sesepi ini,” ucapnya, dikutip dari BBC, Minggu (5/9).
Urosevic mengatakan, banyak gedung yang rusak atau hancur karena pengeboman di Lashkar Gah dan keluarga yang kabur selama konflik telah kembali dan menjumpai rumah mereka telah menjadi reruntuhan.
“Mereka tidur di depan masjid, mereka tidur di jalanan,” katanya.
“Mereka tidak memiliki dana untuk memperbaiki rumahnya jadi banyak dari mereka yang berakhir tidak memiliki rumah atau terpaksa untuk tinggal dengan kerabatnya.”
Dia mengatakan ada banyak keluarga di wilayah tersebut yang tinggal dalam kemiskinan, berusaha untuk mencari makan di siang hari. Dengan tutupnya bank selama beberapa hari, kesulitan untuk mengakses uang tunai telah memperparah keadaan.
Banyak pekerja bantuan asing yang ingin mendistribusikan bantuan meninggalkan Afghanistan selama Taliban mengambil alih. Dr. Urosevic, dari Serbia, adaah salah satu dari pekerja bantuan asing yang memutuskan untuk tetap tinggal.
“Kami memiliki kewajiban, hanya kami pusat trauma di provinsi ini,” katanya.
“Orang-orang butuh makanan, mereka butuh uang, mereka butuh obat-obatan.”
Badakhshan
Salah satu provinsi termiskin di Afganistan, Badakhshan, di timur laut negara itu, di perbatasan Tajikistan. Taliban mengambil alih ibu kota provinsi tersebut pada 11 Agustus.
Abdul adalah seorang dokter di Badakshan. Pada kekuasaan Taliban sebelumnya, dia masih sekolah.
“Situasi pada saat itu sangat buruk dan perilaku mereka sama dengan mereka yang dulu,” katanya.
“Saya tidak melihat adanya perubahan.”
Abdul mengirimkan BBC beberapa foto dari rumah sakit di wiliayah yang sekarang dijaga oleh Taliban. Salah satunya, anak laki-laki berumur 18 bulan terbaring kurus di atas kasur, saat ibunya memohon kepada staf untuk menyelamatkan putranya. Menurut Abdul, ibu itu tidak mampu memberi makan anaknya.
“Hari demi hari, semakin banyak anak-anak yang mengalami malnutrisi,” katanya.
Menurut PBB, lebih dari setengah anak-anak berumur di bawah lima tahun di Afghanistan diprediksi akan mengalami malnutrisi tahun depan.
Kemiskinan sudah menjadi realita untuk beberapa orang di provinsi ini, namun harga makanan dan bahan bakar telah meningkat semenjak Taliban berkuasa dan karyawan pemerintah telah kehilangan pekerjaannya. Beberapa orang masih menunggu untuk dibayar dalam beberapa bulan terakhir.
Abdul juga khawatir akan hak perempuan di provinsi ini. Staf medis perempuan diperbolehkan untuk bekerja, dia mengatakan beberapa perempuan lainnya tidak diizinkan untuk melanjutkan pekerjaannya dan dibuat kebingungan apa yang akan terjadi.
Abdul juga mengatakan perempuan di atas kelas 6 tidak diperbolehkan sekolah.
“Orang-orang tidak mempunyai harapan lagi untuk masa depannya,” katanya.
“Tidak ada kesempatan untuk orang-orang di Badakhshan."
Herat
Herat, jalanan mulus di kota dekat dengan perbatasan Iran, dilihat sebagai salah satu paling liberal di Afghanistan. Sehari setelah pasukan AS pergi, ratusan pendukung Taliban memenuhi jalanan. Namun yang lain tetap di rumah dalam ketakutan.
Gul baru saja kembali dari pasar ketika dia berbicara kepada BBC.
“Di seluruh pasar, Taliban berdiri dengan senjatanya,” katanya.
“Anda tidak melihat orang-orang kaya atau perempuan dan anak-anak perempuan di jalanan sekarang karena mereka takut akan Taliban.”
Istri Gul, Afsoon sekarang tidak bisa meninggalkan rumahnya tanpa pendamping pria dan dia harus menggunakan burqa menutupi wajahnya.
“Masa depan untuk putriku tidak jelas,” katanya.
Kakak Gul, seorang dokter, disuruh menjauh dari kliniknya untuk beberapa minggu, bahkan setelah pemimpin Taliban memerintahkan tenaga medis perempuan kembali bekerja.
Banyak perempuan lainnya masih tetap di rumah, tidak yakin apakah mereka dapat melanjutkan karir yang sudah mereka bangun selama ini. Gul dan keluarganya masih berharap untuk meninggalkan Afghanistan.
“Kami akan pergi kemana saja,” katanya.
“Amerika, Jerman, Perancis, ke manapun.”
Reporter magang: Ramel Maulynda Rachma
(mdk/pan)