Mirip Indonesia, negara ini paksa rakyatnya tes keperawanan
Tes ala Polri jadi sorotan dunia, meragukan dari sisi medis. Negara maju tak lagi mengadopsinya.
Tes keperawanan, dalam hal ini artinya memeriksa selaput dara dan kondisi rahim seorang perempuan, dinilai kalangan medis internasional sebagai tradisi barbar peninggalan masa jahiliyah. Sudah tersedia banyak metode lain, tanpa menyentuh fisik alat kelamin perempuan, untuk memastikan apakah seseorang pernah berhubungan seks.
Demikian disampaikan dokumen Amnesty International menanggapi aksi beberapa negara yang memaksa warga perempuan menjalani pemeriksaan vagina. Awal pekan ini, Kepolisian Republik Indonesia jadi sorotan media asing karena mewajibkan ada tes keperawanan dalam penerimaan brigadir dan perwira polisi wanita. Lembaga Human Rights Watch mengecam kebijakan tersebut karena merendahkan harkat pelamar polwan.
-
Kenapa Hasyim Asyari melakukan tindakan asusila tersebut? "Bahwa teradu sejak awal pertemuan dengan pengadu memiliki intensi untuk memberikan perlakuan khusus pada pengadu melalui percakapan 'pandangan pertama turun ke hati' emoji peluk," ungkap Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad Tio Aliansyah.
-
Kapan KH Hasyim Asy'ari wafat? KH Hasyim Asy'ari wafat pada 25 Juli 1947, tepat pada hari ini, 76 tahun yang lalu.
-
Bagaimana Hasyim Asy'ari menanggapi tuduhan tersebut? Hasyim pun mengakui bahwa kata 'kita' merujuk pada dirinya dan CAT.
-
Siapa Teuku Muhammad Hasan? Lalu, siapakah Teuku Muhammad Hasan ini? beliau adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pegiat di bidang agama dan pendidikan. Ia juga banyak memberikan masukan untuk generasi muda Aceh saat itu dengan menghimpun dana belajar atau beasiswa untuk mereka.
-
Apa bentuk khas Kue Petulo Kembang? Kue petulo kembang ini terbilang unik karena bentuknya seperti mi gulung yang memiliki beragam warna.
-
Kapan patung kepala ular raksasa itu ditemukan? 'Kepala' ular raksasa warna-warni muncul dari bawah gedung fakultas hukum di salah satu universitas di Mexico City, Meksiko, setelah gempa mengguncang wilayah tersebut tahun lalu.
Lembaga-lembaga hak asasi dunia sejak awal abad 21 semakin intensif mengecam praktik tes keperawanan karena menyebabkan trauma bagi perempuan yang menjalaninya. Di negara-negara berkembang, wanita tidak lolos tes kerap mengalami stigmatisasi, dianggap pelacur, padahal tidak semuanya pernah mengalami hubungan seksual.
Dalih memeriksa adanya risiko kanker serviks dari perempuan tersebut juga dibantah oleh data-data ilmiah, yang mana hal ini dapat dipantau lewat cara-cara lebih beradab seperti dilansir lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa ESCAP.
Alasan lain bahwa memeriksa keperawanan adalah adat ketimuran yang menjunjung moralitas tak lagi memiliki dasar. Negara mayoritas muslim seperti Malaysia tidak menjalankan kebijakan tersebut, lebih-lebih negara ekonomi maju seperti Jepang atau Korea Selatan. Mahkamah Agung India tahun lalu mengumumkan bahwa tes keperawanan melanggar hak-hak dasar perempuan untuk tidak diintimidasi.
Dari pelbagai sumber, inilah rangkuman merdeka.com tentang negara-negara, termasuk Indonesia, yang masih memaksakan tes keperawanan pada warganya dengan bermacam dalih. Selamat membaca!
Brasil
Mirip Indonesia, di Kota Sao Paolo, pelamar posisi pegawai negeri sipil setempat wajib mengikuti tes keperawanan. Wanita di bawah 25 tahun wajib menyertakan keterangan dokter bahwa mereka masih perawan. Itupun juga akan dites lagi dalam pemeriksaan fisik lanjutan.
Seperti dilansir Harian O Globo (12/8/2014), kebijakan pemkot Sao Paolo mengundang kecaman keras dari pegiat perempuan dan para aktivis hak asasi.Â
Warga biasa juga memandang syarat itu sebagai pelecehan terselubung. "Sangat absurd bila kita harus melanjutkan kebijakan tersebut," kata pengacara Ana Paula de Oliveira Castro.
Kepolisian Negara Bagian Bahia, sebelah tenggara Brasil juga menerapkan aturan seperti di Indonesia. Pada 2012, ketika kecaman publik meluas, persyaratan pelamar polwan harus perawan akhirnya dicabut.
Afrika Selatan
Di Afrika Selatan, calon pelamar untuk posisi pelayan di Kerajaan Zulu harus mengikuti serangkaian tes keperawanan. Ini adalah lembaga adat salah satu etnis mayoritas negara bekas jajahan Inggris tersebut.
Pada 2011, kebijakan itu menuai kecaman internasional. Sebagian warga Afsel yang berpendidikan, termasuk Menteri Pendidikan Dasar Angie Motshekga mengecam adat tradisional ini karena lebih sering menyiksa para wanita yang menjalani tes, seperti dilansir situs iol.co.za.
Juru bicara kerajaan Mbonisi Zulu membela langkah mereka. Bagi dewan adat, keperawanan adalah hal yang suci. Mereka mengklaim, perempuan itu tidak dipaksa mengikuti tes tersebut.
"Kami akan menjaga adat, tidak ada pihak luar boleh mengajari bagaimana kami mendidik anak perempuan," kata Mbonisi.
Mesir
Selepas pecah unjuk rasa besar di Lapangan Tahrir, Ibu Kota Kairo, pemerintah Mesir menjalankan kebijakan kontroversial. Dari puluhan aktivis perempuan yang ditangkap, mereka diwajibkan mengikuti tes keperawanan.
Data Amnesty International menunjukkan bahwa para tahanan politik itu dipaksa militer mesir menjalani tes yang lebih mirip penyiksaan.Â
Salah satu tahanan bernama Samira Ibrahim pada 2012 mengugat pemerintah Mesir karena membiarkan pelecehan itu terjadi.
India
Lebih dari 200 perempuan yang hendak mengikuti pernikahan massal dari pemerintah Negara Bagian Madhya Pradesh diwajibkan mengikuti tes keperawanan. Tindakan itu melahirkan kecaman dunia internasional, maupun dari dalam negeri, seperti dilansir surat kabar the National.
Pegiat perempuan menilai prasyarat dari negara bagian itu bukan tugas negara. "Apapun alasannya, di konstitusi tidak ada syarat bantuan sosial harus diberikan dengan tes keperawanan," kata Anurag Modi.
Di India, tes keperawanan lebih sering merugikan perempuan. Ada praktik disebut "tes dua jari" untuk korban pemerkosaan. Seringkali hasil petugas medis memvonis korban "aktif secara seksual", sehingga menambah stigma mereka.
Indonesia
Pewajiban tes keperawanan untuk menjadi polisi wanita (polwan) di Indonesia mendapat perhatian dunia. Surat kabar Daily Mail Inggris hari ini, Selasa (18/11) mengulasnya dan menyebut tes itu sangat menyakitkan dan membuat trauma bagi kaum hawa.
Â
Menurut laporan organisasi hak asasi Human Rights Watch (HRW), perempuan di Tanah Air ingin menjadi petugas kepolisian dipaksa mengikuti tes keperawanan. Tahun ini peserta ujian masuk mencapai 7.000 perempuan dari seluruh provinsi.
Beberapa persyaratan itu misalnya harus berusia antara 17-22 tahun, beragama, tinggi sekitar 165 sentimeter, tidak berkacamata, dan, punya selaput dara yang belum tersentuh.
Kabag Penum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto membantah tes itu untuk memeriksa keperawanan. "Itu untuk mengetahui apakah ada penyakit yang diderita peserta ini seperti kanker rahim atau kanker serviks atau apakah kondisi organ reproduksi itu dalam keadaan sedia kala atau perubahan rusak yang diakibatkan karena pernah mengalami kecelakaan," ujarnya kepada merdeka.com.
Dalam tes khusus bagi Polwan itu, ada seorang Dokter ahli didampingi dan perawat yang semuanya perempuan.
"Jadi bukan tes keperawanannya. Artinya sehat atau tidak calon Polwan itu mencari yang terbaik secara fisik dan psikis," katanya.
(mdk/ard)