Remaja Ini Cacat Seumur Hidup Setelah Dihukum Lompat Jongkok 1.000 Kali Oleh Gurunya
Kasus ini sedang ditangani aparat penegak hukum di China.
Seorang remaja berusia 13 tahun di China didapati menderita rhabdomiolisis setelah dipaksa melakukan 1.000 squat jump atau lompat jongkok sebagai bentuk hukuman selama kamp musim panas. Rhabdomiolisis adalah kondisi yang ditandai dengan kerusakan otot rangka yang cepat.
Menurut laporan dari Oddity Central pada Jumat (4/10), kisah pria bernama Lu ini menarik perhatian publik setelah ibunya membagikan cerita memilukan mengenai hukuman fisik yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup. Kejadian tersebut terjadi pada musim panas yang lalu, saat anak laki-laki itu mengikuti kamp selama tujuh hari, berinteraksi dengan anak-anak lain dan terlibat dalam berbagai aktivitas fisik.
- Demi Penjarakan Peracun Anjing Peliharaannya, Wanita ini Rela Belajar Ilmu Hukum Selama 700 Hari
- Cerita Wanita 'Bokong Besi' Berkeliling Indonesia, China hingga Rusia Tak Lebih dari Rp50 Juta
- Pernah Jadi Jutawan, Sekarang Kakek Ini Bertahan Hidup dengan Memulung Sampah
- Di Balik Sedapnya Lontong Cap Go Meh, Tersimpan Berjuta Makna Budaya
Segalanya tampak baik-baik saja hingga hari kelulusan, ketika orang tua menerima foto dari upacara tersebut. Dalam foto itu, mata putranya tampak merah dan ekspresinya menunjukkan kesedihan.
Ayahnya menyadari bahwa salah satu kakinya terlihat lemas, namun ketika mereka menanyakan kepada penyelenggara kamp, mereka diberitahu bahwa keadaan putranya baik-baik saja. Saat mereka datang untuk menjemputnya, barulah mereka menyadari betapa seriusnya kondisi putranya, yang hanya bisa duduk di kursi dan hampir tidak mampu berdiri.
Ditendang dan Dibiarkan Merangkak
Setelah berbincang dengan anak mereka, kedua orang tua itu menemukan bahwa sebelum upacara kelulusan, salah satu guru melihatnya berbicara dengan teman-teman selama latihan dan memberinya hukuman berupa 1.000 kali lompat jongkok. Setelah melakukan 200 squat, ia terjatuh karena nyeri otot, namun bukannya mendapat pertolongan, guru tersebut justru menendangnya dan membiarkannya merangkak di lantai sambil menahan rasa sakit.
Remaja malang itu baru mendapatkan bantuan untuk bangkit dan duduk di kursi ketika upacara kelulusan dimulai, yang kebetulan bersamaan dengan kedatangan orang tua. Ketika remaja itu mengeluhkan rasa sakit yang hebat, ayahnya meminta salah satu guru kamp untuk membawanya ke rumah sakit terdekat agar kakinya bisa diperiksa.
Mereka mengunjungi Rumah Sakit Rakyat Kabupaten Jiaxiang, di mana ia didiagnosis mengalami cedera otot ringan dan diberikan salep. Namun, dalam beberapa hari berikutnya, rasa sakit di kakinya semakin memburuk sehingga ia tidak dapat berjalan atau tidur di malam hari.
Diagnosis Rhabdomiolisis
Akhirnya, orang tuanya membawanya ke Rumah Sakit Afiliasi Jining Medical College, di mana dokter mendiagnosisnya dengan rhabdomiolisis. Rhabdomiolisis merupakan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa, biasanya disebabkan oleh latihan dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat.
Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan otot rangka yang cepat dan jika tidak ditangani, dapat mempengaruhi fungsi hati dan ginjal. Dalam kasus remaja ini, kondisi tersebut disebabkan oleh jumlah squat yang sangat banyak. Situasinya sangat kritis sehingga dokter segera menempatkannya di kursi roda.
Setelah menjalani perawatan selama 13 hari di Rumah Sakit Afiliasi Jining Medical College, remaja tersebut diperbolehkan untuk pulang, meskipun ia belum sepenuhnya sembuh. Kini berusia 14 tahun, anak laki-laki itu masih kesulitan untuk menjalani kehidupan yang normal dan kemungkinan besar tidak akan dapat kembali melakukan aktivitas fisik yang berat.
Otot-otot kakinya telah mengalami atrofi, dan ia juga menderita kerusakan pada hati serta ginjal. Ibu Lu mengungkapkan bahwa setelah pengalaman traumatis yang dialami oleh putra mereka, mereka berusaha untuk menemui pihak penyelenggara kamp untuk membahas kondisi fisik yang dialami anak mereka.
Meskipun pihak penyelenggara awalnya membantah adanya kesalahan, pengakuan dari anak-anak lain mengenai kejadian tersebut membuat mereka akhirnya mengakui adanya hukuman fisik. Setelah melalui proses negosiasi, tercapai kesepakatan antara orang tua dan penyelenggara kamp, dan saat ini proses hukum sedang berlangsung.