Remaja di Malang Tewas Usai Dikeroyok: 10 Orang jadi Tersangka, 6 Masih di Bawah Umur
Kasus pengeroyokan bermula dari kesalahpahaman terkait keanggotaan korban dalam Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), salah satu perguruan silat.
Sebanyak sepuluh orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengeroyokan yang menewaskan seorang pemuda di Kabupaten Malang. Enam orang di antara pelaku masih berusia di bawah umur atau anak-anak.
"Ada empat orang dewasa dan enam tersangka yang masih di bawah umur," tegas Kompol Imam Mustolih, Wakapolres Malang saat konferensi pers di Mapolres Malang, Jumat (13/9).
Empat tersangka dewasa yakni AR (19), AE (20), MA (19) yang merupakan warga Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, serta IC (25) dari Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Sedangkan tersangka anak-anak meliputi MAS (17), RAF (17), VM (16), PIA (15), RH (15) dan RFP (17) yang keseluruhan merupakan warga Desa Ngenep.
Kronologi Pengeroyokan
Kasus pengeroyokan bermula dari kesalahpahaman terkait keanggotaan korban dalam Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), salah satu perguruan silat.
Peristiwa tersebut terjadi pada dua kali kesempatan. Yakni pada Rabu (4/9) di lokasi latihan silat di Jalan Raya Sumbernyolo, Dusun Mojosari, Desa Ngenep, dan pada Jumat (6/9) di Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Saat itu, korban ASA (17), warga Kepuharjo, Karangploso, mengunggah foto dirinya mengenakan atribut PSHT di status WhatsApp. Unggahan ini memicu salah satu tersangka, MAS (16), anggota PSHT untuk menanyakan keaslian keanggotaan ASA.
Setelah dikonfirmasi, diketahui bahwa korban bukan anggota resmi PSHT. Akibatnya, korban diajak untuk mengikuti latihan di Desa Ngijo, yang berujung pada insiden kekerasan. Salah satu tersangka bahkan menggunakan batu paving untuk memukul kepala korban. Akibat kekerasan tersebut, korban mengalami sesak napas dan tidak sadarkan diri.
Korban sempat mendapatkan perawatan di Klinik Kesehatan sebelum dirujuk ke IGD RS Prasetya Husada. Namun, setelah enam hari dirawat, ASA meninggal dunia pada Kamis (12/9/2024) karena pendarahan otak dan kerusakan sel otak di bagian temporal kiri.
"Korban dirawat selama enam hari, namun dinyatakan meninggal dunia pada Kamis, 12 September 2024," jelas Kompol Imam.
Kasatreskrim Polres Malang, AKP Muchammad Nur, menambahkan bahwa para tersangka memiliki peran yang berbeda dalam pengeroyokan. Penganiayaan dilakukan dengan memukul ulu hati, kepala, dan tubuh korban.
Pada insiden pertama, korban sempat mendapat pukulan di bagian tangan dan kaki, namun masih bisa pulang sendiri. Namun, pada insiden kedua, korban tidak bisa bertahan setelah mengalami banyak pukulan di kepala.
Berdasarkan hasil visum, korban meninggal akibat pendarahan otak yang disertai kerusakan sel otak dan memar pada paru-paru.
"Ada yang menendang, memukul pakai sandal, bahkan ada yang menggunakan batu," ungkap AKP Muchammad Nur.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 80 ayat (3) Jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.