Bak Langit & Bumi Beda Hukuman Koruptor, di China Korupsi Rp67 T Dihukum Mati, di Indonesia Rp300 T Cuma 6,5 Tahun Penjara
Hukuman bagi para narapidana kasus korupsi hingga saat ini masih menjadi perhatian tersendiri.
Hukuman bagi para koruptor hingga saat ini masih menjadi perhatian tersendiri. Dari banyaknya kasus yang bergulir di tanah air, tercatat jika korupsi PT Timah yang menyeret terdakwa Harvey Moeis menjadi terbesar dalam catatan sejarah.
Mirisnya, Harvey justru hanya diganjar hukuman 6,5 tahun penjara usai merugikan negara mencapai Rp300 triliun.
Lain halnya dengan di China. Negeri tirai bambu itu diketahui menerapkan hukuman tegas bagi para koruptor. Belakangan diketahui, salah satu pelakunya bahkan diganjar hukuman mati usai mencaplok kerugian negara sebanyak Rp6,7 triliun. Berikut ulasan selengkapnya.
Kasus Korupsi Terbesar di China
Perjalanan kasus korupsi yang menyeret nama mantan sekretaris Partai Komunis Li Jianping di China terlihat begitu berbeda dari kasus yang menimpa Harvey Moeis selaku terdakwa korupsi PT Timah TBK di tanah air.
Jika Harvey Moeis mendapat hukuman ringan yang rasanya tak sebanding dengan kerugian negara sebagai akibatnya, lain halnya dengan Jianping. Jianping justru baru saja dieksekusi mati di Kota Hohhot, Mongolia Dalam pada Selasa (17/12) lalu, dilansir China Daily.
Jianping mendapat hukuman maksimal usai terbukti melakukan korupsi senilai 3 miliar yuan atau setara dengan nominal Rp6,7 triliun. Putusan Jianping pun dilakukan usai permintaan terakhir terdakwa untuk bertemu keluarganya dipenuhi.
Jianping sendiri divonis hukuman mati pada September tahun 2022 lalu usai terbukti bersalah. Berdasarkan pernyataan pengadilan tinggi, Jianping tak segan memanfaatkan kekuasaannya untuk mengambil lebih dari Rp3,2 triliun dari perusahaan milik negara dengan penipuan.
Jianping turut terbukti menerima uang suap senilai Rp1,2 triliun hingga menggelapkan dana lebih dari Rp2,3 triliun.
Kasus Jianping ini pun tercatat menjadi korupsi terbesar dalam sejarah. Beberapa pejabat di masa lalu diketahui pernah mendapat ganjaran serupa, namun nominalnya jauh berada di bawah Jianping saat melancarkan aksinya sendiri.
Diketahui, eks Sekretaris Komite Partai Komunis sekaligus Ketua Dewan Manajemen Aset Huarong turut mendapat hukuman mati usai terbukti menerima suap senilai Rp4 triliun.
Sementara eks general managernya, Bai Tianhui juga diganjar hukuman maksimal usai terbukti menerima suap senilai Rp2,4 triliun.
Hukuman yang sama juga dijatuhkan pada eks Walikota Hangzhou Xu Maiyong lantaran kasus suap senilai lebih dari Rp400 miliar, eks Walikota Suzhou Jiang Renjle pada kasus korupsi Rp223 miliar, hingga Direktur Administrasi Makanan dan Obat-obatan China Zheng Xiaoyu dengan korupsi senilai Rp 145 miliar.
Hukuman Ringan Korupsi Besar di Indonesia
Di Indonesia sendiri, kasus korupsi terbesar dalam sejarah sukses dicatatkan oleh terdakwa korupsi PT Timah TBK, Harvey Moeis. Menurut data, suami dari selebritis Sandra Dewi itu bahkan merugikan negara hingga lebih dari Rp300 triliun.
Namun nyatanya, hukuman yang diberikan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) justru dinilai banyak kalangan begitu ringan. Harvey diganjar hukuman penjara selama enam tahun lebih enam bulan penjara saja.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan," kata hakim di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (23/12).
"Membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara," sambungnya.
Putusan ini diketahui lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Harvey Moeis yakni 12 tahun penjara.
Ternyata, tuntutan terhadap Harvey Moeis oleh JPU ini yakni 12 tahun dinilai lebih berat. Hal ini setelah adanya sejumlah pertimbangan majelis hakim.
"Menimbang bahwa tuntunan pidana penjara selama 12 tahun kepada terdakwa Harvey Moeis, majelis hakim mempertimbangkan tuntunan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologis perkara," kata Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di ruang sidang, Jakarta, Senin (23/12).
Harvey diungkap Eko Aryanto beralasan hanya bermaksud membantu temannya yaitu direktur utama Suparta. Karena, terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan.
Lalu, dengan keadaan tersebut terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT timah TBK dan PT RBT, maupun dengan para pengusaha smelter peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT timah TBK.