Riset: Hoaks menyebar lebih cepat dari berita asli, manusia penyebabnya
Riset: Hoaks menyebar lebih cepat dari berita asli, manusia penyebabnya. "Mengejutkan bagaimana manusia lah yang bertanggung jawab. Kita tak bisa menyalahkan robot," kata Profesor Sinan Aral dari MIT Sloan School of Management.
Penelitian ilmiah menyebutkan berita hoaks menyebar lebih jauh, lebih cepat dan lebih banyak dibanding berita yang benar. Hal ini terjadi bukan karena mesin atau bot, justru perilaku manusia jadi penyebabnya.
Para peneliti Media Lab dari Massachuets Institute of Technology memeriksa kurang lebih 126 ribu cerita yang dibagikan tiga jutaan orang di Twitter sejak 2006-2017. Hasilnya, 70 persen berita palsu atau hoaks lebih mungkin untuk di-retweet dibandingkan berita yang benar.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Bagaimana cara mengetahui bahwa berita tersebut tidak benar? Melansir dari reuters, The Economist tidak menerbitkan sampul yang menggambarkan Presiden AS Joe Biden bermain catur dengan Vladimir Putin, dengan judul yang memperingatkan tentang perang nuklir yang “tak terelakkan” antara keduanya.
-
Apa yang Soeharto katakan tentang berita hoaks yang mengarah ke Tapos? Memberitakan dengan tujuan negatif, karena mereka tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Tapos ini," jelas Soeharto dikutip dari akun Instagram @jejaksoeharto. Karena memikirkan ini peternakan dari Presiden, padahal bukan peternakan Presiden, ini sebenarnya punya anak-anak saya yang saya mbonceng untuk mengadakan riset dan penelitian," kata Soeharto menambahkan.
-
Siapa yang diklaim sebagai tersangka yang dilepaskan dalam berita hoaks? Berita yang beredar mengenai kepolisian yang membebaskan tersangka pembunuhan Vina Cirebon bernama Pegi karena salah tangkap adalah berita bohong.
-
Siapa yang diharuskan bertanggung jawab atas konten hoax di media digital? Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa apabila ada konten hoaks, yang pertama kali bertanggung jawab adalah platformnya, bukan si pembuat konten tersebut.
-
Bagaimana BRI memastikan bahwa video tentang hilangnya uang nasabah akibat serangan bansos adalah hoax? BRI memastikan video yang tengah viral di social media terkait "Uang Hilang di BRI adalah efek dari Pemilu Untuk Serangan Bansos" adalah tidak benar dan tidak berdasar.
Dilansir Reuters, Minggu (11/3), berdasarkan hasil studi itu penyebaran hoaks lebih cepat dan luas di Twitter dibandingkan berita yang benar. Berita hoaks bahkan menyebar enam kali lebih cepat.
Semua cerita yang diteliti dalam studi tersebut ditinjau oleh enam organisasi pengecekan fakta independen, termasuk Snopes dan Politifact, untuk menilai kebenarannya.
Berita politik palsu lebih banyak muncul dibandingkan tentang terorisme, bencana alam, sains, legenda urban atau informasi keuangan. Para peneliti menekankan, terjadi peningkatan penyebaran berita politik palsu selama Pilpres AS 2012 dan 2016.
Pimpinan penelitian, Soroush Vosoughi, mengatakan orang-orang lebih cenderung membagikan hoaks karena beritanya dinilai lebih mengejutkan. Hal ini sama seperti menggunakan headline 'click bait' yang sensasional untuk menarik lebih banyak perhatian.
"Alasan hoaks lebih mengejutkan adalah beritanya bertentangan dengan ekspektasi orang-orang," kata Vosoughi.
Twitter memang menjadi fokus dalam penelitian ini, tapi para peneliti berpendapat penemuan mereka kemungkinan besar juga berlaku pada platform media sosial yang lain termasuk Facebook.
Kenapa orang terdorong membagikan hoaks?
Tim juga menemukan fakta perilaku manusia yang ingin selalu menjadi orang pertama menyebarkan sebuah kabar berita, menjadi salah satu penyebab derasnya hoaks.
"Mengejutkan bagaimana manusia lah yang bertanggung jawab. Kita tak bisa menyalahkan robot," kata Profesor Sinan Aral dari MIT Sloan School of Management.
"Orang-orang yang pertama kali membagikan sesuatu dianggap memiliki pengetahuan," lanjutnya.
Para peneliti menemukan bahwa berita palsu memicu perasaan terkejut dan jijik yang lebih besar. Di sisi lain, berita asli menghasilkan ungkapan kesedihan, antisipasi, dan kepercayaan.
Seringkali berita hoaks juga lebih dramatis daripada berita sungguhan. Orang-orang menyukai kisah yang menggugah perasaan mereka. Mereka akan menyebarkannya seketika.
"Ditambah lagi, orang-orang juga punya kecenderungan untuk membagikan berita yang mengiyakan atau sejalan dengan pemikiran mereka," kata Aral.
Para peneliti menyebut untuk mengatasi hoaks ini tak cuma membutuhkan perubahan perilaku manusia. Tapi harus ada kontrol ketat dari media sosial besar seperti Facebook, Twitter, Google dan Youtube.
Baca juga:
Polda Metro: Lawan, Kejar, Tangkap, Adili penyebar berita hoaks!
Jokowi sebut berita hoaks disebar untuk memperkeruh suasana
Kumpulkan ormas pemuda dan warga, Kapolrestabes Bandung deklarasi antihoaks
'Oposisi tidak membangun kritik sehat menyumbang suburnya hoaks'
Wakapolri minta polisi jangan lagi pakai istilah Muslim Cyber Army