Rumah neraka di tanah suci
"Suami saya mengancam mempermalukan saya dan anak-anak saya jika saya tidak kembali ke Mekkah."
Suara azan zuhur belum lama berkumandang dari pengeras suara Masjid Al-Haram di Kota Mekkah, Arab Saudi. Abir dan seorang putrinya sedang asyik melahap makan siang. Suaminya, Usman (nama samaran), pulang tiba-tiba.
Bukannya makan bareng istri dan anaknya, dia marah-marah dan memukuli dua orang seharusnya dia sayang. "Dia memukuli kami dengan brutal dan hidung putri saya berdarah," kata Abir mengenang satu dari sekian banyak pengalaman pahitnya itu, seperti dilansir surat kabar Saudi Gazette Rabu lalu.
Awalnya, rumah tangga Abir bahagia. Di hari pernikahannya, pengantin Saudi ini naik kuda putih. Dengan jatah warisan dari ayahnya, Abir dan Usman, membangun rumah seharga delapan juta riyal atau setara Rp 25 miliar. Pasangan ini dikaruniai empat anak perempuan.
Rumah mewah dan nyaman itu bersalin rupa seolah neraka sejak ayah Abir meninggal. Usman, sang menantu, tidak bisa menjaga sumpahnya saat akad. Perangai buruknya mulai kelihatan. Dia memanfaatkan kelemahan Abir lantaran semua adik lelakinya masih kecil dan ibunya telah renta.
"Suami saya mengambil keuntungan dari kelemahan saya dan mulai menyiksa saya dengan pelbagai cara setelah dia mapan," ujar Abir. Usman membawa kembali mantan istrinya ke rumah dan mengusir Abir bersama empat anaknya. Abir kemudian ditahan di sebuah vila milik suaminya di luar Mekkah. Kelimanya mendekam di sebuah ruangan selalu terkunci dan hanya ada satu jendela.
Seorang penjaga diwanti-wanti agar tidak seorang pun mengetahui tempat menyembunyikan Abir dan empat putrinya itu. Kondisi mereka mengenaskan. Sampai-sampai harus berbagi makanan dengan penjaga. Abir berulang kali mengemis agar dibebaskan, namun penjaga takut kepada suami Abir.
Hingga akhirnya rekan-rekan Abir menemukan tempat itu. Tetap saja, penjaga menolak dibebaskan. Satu hari, Abir menyogok penjaga agar dikasih telepon seluler. Dia kemudian menghubungi kantor polisi dan memberi tahu lokasi penahanannya.
Tapi jawaban polisi sungguh mengecewakan. Mereka bilang tidak berhak menyerbu vila pribadi. Abir diminta mencari cara agar bisa kabur.
Singkat cerita, dia bersama empat anaknya berhasil lari saat penjaga meleng. Dari jalan terdekat, dia menelepon polisi dan petugas sosial. Usman datang di saat yang sama. Dia kemudian memukuli istrinya di depan polisi terdiam mematung.
Abir dan anak-anaknya kemudian dibawa ke kantor polisi. Ketika Usman muncul lagi di kantor polisi dan mulai memukuli istrinya, dia dibekuk dan ditahan.
Polisi lalu membebaskan Abir dan keempat anaknya. Mereka lantas menuju Bandar Udara King Abdul Aziz dan terbang ke Ibu Kota Riyadh. "Saya tiba di Riyadh bersama anak-anak saya dan berkumpul lagi bersama keluarga," tutur Abir.
Abir menuntut suaminya mengembalikan semua uang dia keluarkan untuk memulai bisnis suaminya. Namun dia cemas bakal kalah di pengadilan lantaran adik-adiknya masih kecil buat mewakili dia saat sidang. "Suami saya mengancam mempermalukan saya dan anak-anak saya jika saya tidak kembali ke Mekkah."
Buat Abir, Mekkah barangkali bukan lagi tanah suci. Kota itu tak ubahnya neraka lantaran membuat hidupnya tersiksa.