Rusia Bantah Tuduhan FBI yang Sebut Dalang Ancaman Bom di TPS Saat Pemilu AS
Sebelumnya FBI menuding ancaman bom di TPS saat pemilu presiden berasal dari Rusia.
Kedutaan Besar Rusia di Amerika Serikat membantah tuduhan campur tangan Moskow dalam pemilu presiden AS setelah FBI mengatakan sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) mendapat ancaman bom yang tampaknya berasal Rusia.
Menanggapi tuduhan itu, Kedutaan Besar Rusia di Washington, DC mengatakan hal itu “fitnah dan tidak berdasar.”
- Sejumlah TPS Pemilihan Presiden AS Terima Ancaman Bom, Rusia Diduga Terlibat
- Pilpres Amerika Diwarnai Ancaman Bom di TPS, FBI Ungkap Lokasi Pelaku di Negara Kuat
- FBI Umumkan Berhasil Buka Enkripsi HP Pelaku yang Tembak Donald Trump, Tapi Klaimnya Diragukan
- Bule Rusia Rusak Vila dan Perkosa WN Belarus di Bali
“Semua sindiran tentang ‘intrik Rusia’ adalah fitnah keji, diciptakan untuk digunakan dalam perjuangan politik dalam negeri Amerika Serikat,” kata kedutaan Rusia seperti dikutip Kantor Berita Pemerintah Rusia RIA Novosti dan dilansir CNN, Rabu (6/11).
Disinformasi dan ketakutan media
Kedutaan Rusia mengatakan pihaknya “tidak menerima bukti apa pun dalam kontaknya dengan pejabat Amerika atau bahkan permintaan apa pun mengenai berita yang dipromosikan di media."
Mereka menuduh pihak berwenang dan media Amerika “histeris” atas dugaan disinformasi Rusia terkait pemilu.
Tuduhan ini terjadi setelah intelijen Amerika FBI menilai agen Rusia berada di balik video palsu yang beredar pada bulan lalu di mana seseorang tengah menghancurkan surat suara yang masuk di Pennsylvania pada akhir Oktober.
Tim penyelidikan gabungan dan para peneliti di Media Forensics Hub Universitas Clemson mengatakan, "pabrik troll" Rusia yang menyasar pemilihan presiden Amerika tahun 2016 tampaknya menjadi inti dari kampanye disinformasi yang mencoba memengaruhi khalayak Barat khususnya Amerika.
Sekretaris pers kepresidenan Rusia Dmitry Peskov, telah berulang kali membantah adanya campur tangan Moskow dalam pemilu dan mengatakan bahwa tuduhan tersebut “sama sekali tidak berdasar.”
Reporter Magang: Elma Pinkan Yulianti