Sejumlah TPS Pemilihan Presiden AS Terima Ancaman Bom, Rusia Diduga Terlibat
FBI melaporkan banyak ancaman bom palsu yang diterima selama pemilu AS.
Sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) menerima ancaman bom. Setidaknya dua TPS di Georgia yang menjadi sasaran ancaman tersebut dievakuasi sementara pada Selasa (5/11).
"Tidak ada ancaman yang telah dipastikan kredibel sejauh ini," ungkap Biro Investigasi Federal (FBI) AS dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (6/11).
FBI mengatakan, banyak dari ancaman bom yang diterima tampaknya berasal dari domain email Rusia.
Seorang pejabat FBI menginformasikan, Georgia telah menerima belasan ancaman, dengan sebagian besar terjadi di Fulton County, yang mencakup sebagian besar Atlanta, pusat dukungan Partai Demokrat. Ancaman bom ini menyebabkan dua lokasi pemungutan suara di Fulton County, Georgia, dievakuasi. Namun, kedua lokasi tersebut dibuka kembali setelah sekitar 30 menit.
Pihak berwenang juga mengatakan mereka sedang mencari perintah pengadilan untuk memperpanjang jam pemungutan suara di lokasi itu melewati batas waktu penutupan pukul 7 malam di seluruh negara bagian.
Ancaman bom juga dilaporkan diterima oleh dua lokasi pemungutan suara Pilpres AS di ibu kota negara bagian Wisconsin, Madison, tetapi tidak mengganggu proses pemungutan suara, menurut kepala Komisi Pemilihan Wisconsin, Ann Jacobs. Selain itu, seorang juru bicara Jocelyn Benson, sekretaris negara bagian Demokrat Michigan, melaporkan adanya ancaman bom di beberapa lokasi pemungutan suara Pilpres AS 2024, namun tidak ada yang dianggap kredibel. Menurut informasi yang diterima kantor Benson, ancaman tersebut mungkin berkaitan dengan Rusia, kata juru bicara tersebut.
Adrian Fontes, seorang Demokrat yang menjabat sebagai sekretaris negara bagian Arizona, melaporkan empat ancaman bom palsu juga telah dikirim ke tempat pemungutan suara di Navajo County, Arizona. Sementara itu, Sekretaris Negara Bagian Georgia dari Partai Republik, Brad Raffensperger, menuduh secara langsung Rusia terlibat dalam tindakan ini.
"Mereka berniat jahat, tampaknya. Mereka tidak ingin kita memiliki pemilu yang lancar, adil, dan akurat, dan jika mereka dapat membuat kita saling bertarung, mereka dapat menganggapnya sebagai kemenangan," ujar Raffensperger kepada wartawan.
Respons Rusia
Moskow menyebut laporan yang menyatakan adanya ancaman bom palsu di lokasi pemungutan suara di empat negara bagian, yaitu Georgia, Michigan, Arizona, dan Wisconsin, yang dilakukan Rusia sebagai "fitnah jahat". Laporan tersebut mengklaim ancaman tersebut berasal dari domain email Rusia dan merupakan bagian dari upaya campur tangan.
"Kami ingin menekankan bahwa Rusia tidak pernah ikut campur dan tidak akan mencampuri urusan dalam negeri negara lain, termasuk Amerika Serikat. Seperti yang telah berulang kali ditegaskan oleh Presiden Vladimir Putin, kami menghormati keinginan rakyat Amerika," ungkap Kedutaan Besar Rusia di Washington, DC, dalam pernyataannya.
Di sisi lain, pejabat intelijen AS menuduh Rusia terlibat dalam pemilihan presiden AS sebelumnya, terutama melalui serangan siber yang terjadi pada pemilihan tahun 2016, di mana Donald Trump dari Partai Republik berhasil mengalahkan Hillary Clinton dari Partai Demokrat. AS kemudian mengajukan dakwaan terhadap 12 perwira intelijen militer Rusia terkait dugaan peran mereka dalam campur tangan pemilu 2016.
Namun, seorang pejabat senior siber AS menyatakan lembaganya tidak menemukan adanya insiden signifikan pada pemilu kali ini. Cait Conley, dari Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS, menyampaikan kepada wartawan, hanya terdapat sedikit bukti yang menunjukkan adanya gangguan signifikan terhadap infrastruktur pemilu.
"Saat ini, kami belum melacak insiden signifikan tingkat nasional yang memengaruhi keamanan infrastruktur pemilu kami," kata Conley, yang lembaganya bertanggung jawab untuk melindungi infrastruktur penting Amerika, termasuk infrastruktur pemilu.