Ulama Mesir: Suami boleh ceraikan istri pro-Ikhwanul Muslimin
Shaheen mengatakan dengan menceraikan istri yang dipenjara akibat pro-Ikhwanul itu berarti melayani kepentingan negara.
Ulama Mesir Muzhir Shaheen dikabarkan telah mengeluarkan sebuah fatwa memungkinkan suami menceraikan istri-istrinya yang dipenjara sebab menjadi anggota Ikhwanul Muslimin.
Shaheen mendesak agar para pria tersebut untuk memprioritaskan kepentingan negara dengan menceraikan istri mereka yang dipenjara sebab menjadi anggota gerakan Ikhwanul Muslimin, organisasi kini dilarang di Negeri Sungai Nil itu, seperti dilansir stasiun televisi Al Arabiya, Senin (3/2).
-
Apa yang Meisya Siregar lakukan di Mesir? Meisya Siregar terlihat berada di Mesir, dan ia membagikan momen keberadaannya di sebuah bangunan bersejarah di negara tersebut di Instagram dengan akun Berada di Mesir Bangunan itu terlihat dari kejauhan, dan Meisya Siregar menggunakan bangunan itu sebagai latar belakang dalam fotonya.
-
Apa yang ditemukan petani di Mesir? Seorang petani di Ismailia, Mesir menemukan sebuah prasasti batu kuno berusia 2.600 tahun yang didirikan oleh Firaun Apries, yang memerintah Mesir dari tahun 589 hingga 570 SM.
-
Siapa yang menemani Meisya Siregar di Mesir? Kebahagiaan terpancar dari Meisya Siregar bersama Bebi Romeo. Mereka terlihat selalu harmonis dan bahagia.
-
Siapa firaun yang patungnya ditemukan di Mesir? Tim arkeolog gabungan Mesir-Amerika menemukan potongan tubuh bagian atas dari patung firaun Ramses II ketika menggali di wilayah Minya, Mesir.
-
Dimana Meisya Siregar berada di Mesir? Meisya Siregar memperkenalkan bangunan tersebut sebagai salah satu keajaiban dunia, yaitu Piramida Agung Giza.
-
Apa yang ditemukan oleh para arkeolog di Mesir? Arkeolog di Mesir menemukan situs yang berisi lebih dari 300 makam mumi.Situs yang ditemukan oleh tim yang bekerja di kota kuno Aswan ini dijuluki 'Kota Orang Mati,' berisi 36 makam yang masing-masing berisi 30 hingga 40 mumi.
Shaheen, yang menggambarkan dirinya di Twitter sebagai 'pengkhotbah revolusi', mengatakan dia berempati dengan para pria yang menikah dengan wanita anggota Ikhwanul Muslimin, yang dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Mesir.
"Banyak yang menderita karena mengetahui bahwa istri mereka adalah anggota Ikhwanul Muslimin, dan bahwa kini istri mereka harus tidur di sel penjara bukan di samping mereka di tempat tidur," kata Shaheen.
Shaheen meminta agar mereka mengorbankan 'kepentingan pribadi' dengan lebih memilih tinggal bersama istri mereka, dan menyebut menceraikan istri mereka yang menjadi anggota Ikhwanul Muslimin berarti melayani kepentingan negara dan agama.
Pada 3 Juli tahun lalu, Presiden Muhammad Mursi, didukung Ikhwanul Muslimin, digulingkan melalui sebuah kudeta didukung militer. Peristiwa ini memaksa para pendukungnya turun ke jalan menuntut agar Mursi dikembalikan pada kekuasaannya sebagai presiden pertama yang terpilih dari kalangan sipil.
Pemerintah sementara Mesir dukungan militer kemudian melakukan tindakan keras terhadap para pengunjuk rasa pendukung Ikhwanul Muslimin, dan menyatakan gerakan itu sebagai organisasi teroris.
Majdi Ashour, kepala institusi keagamaan tingkat tinggi di Mesir, Dar al-Ifta al-Misriyyah, mengatakan dalam sebuah pernyataan kemarin fatwa terkait perceraian memiliki karakteristik tertentu karena hal itu mempengaruhi persatuan antar pasangan, yang suci. Dia menjelaskan keluarga merupakan unit dari masyarakat dan sebuah pilar penting di mana dilindungi dalam Islam.
Ashour mengatakan syariat Islam tidak bisa dimasukkan ke dalam tempat untuk menciptakan perselisihan antara orang-orang sudah menikah.
Dia menggambarkan fatwa dikeluarkan Shaheen itu hanya pendapat pribadinya saja, dan memperingatkan pernyataan semacam itu dilakukan hanya untuk memecah belah masyarakat.
Ali Abu al-Hassan, mantan kepala komite fatwa untuk otoritas keagamaan Al-Azhar, mencap fatwa semacam itu 'haram' atau terlarang, seperti dikutip situs lokal El-Badil.
"Fatwa semacam ini hanya bisa dikeluarkan oleh para ulama ahli dan sumber-sumber resmi," ujar Hassan. Dia mendesak agar para ulama tidak mencampuradukkan politik dan agama.
(mdk/fas)