Bung Hatta Sindir Sukarno: Bukan Persatuan tapi Persatean
Hatta mengkritik persatuan model Sukarno. Kritik keras itu dilayangkan melalui tulisan dengan tajuk "Persatuan Ditjari, Per-sate-an Jang Ada"
Hatta mengkritik persatuan model Sukarno. Kritik keras itu dilayangkan melalui tulisan dengan tajuk "Persatuan Ditjari, Per-sate-an Jang Ada"
Siapa yang tidak kenal dengan julukan 'Dwitunggal'. Julukan yang melekat pada dua sekawan bapak proklamator, Sukarno dan Mohammad Hatta. Dwitunggal diartikan dua yang menjadi satu.
-
Siapa yang menculik Sukarno dan Hatta? Aksi ini dimulai saat para pemuda mendesak Sukarno untuk segera bertindak setelah Jepang menyerah pada sekutu. Sukarno Menolak Permintaan Para Pemuda Untuk Mengobarkan Revolusi dan Melawan tentara Jepang Sempat terjadi ketegangan saat seorang pemuda membawa senjata tajam dan seolah ingin mengancam Sukarno.
-
Kapan Soekarno dan Hatta diculik oleh para pemuda? Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, para pemuda menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok.
-
Siapa yang mengenalkan Soeharto kepada Siti Hartinah? Rupanya mereka sudah punya calon. Wanita itu adalah Siti Hartinah. Teman sekelas adik Soeharto, saat sekolah di Wonogiri.
-
Apa yang pernah dititipkan Soeharto kepada Sudjono Humardani? Ceritanya pada tahun 1967, Sudjono pernah diberi tugas oleh Soeharto untuk meminjam topeng Gadjah Mada yang disimpan di Pura Penopengan Belah Batu Bali.
-
Dimana Soekarno diasingkan? Penganan Pelite rupanya juga menjadi kue favorit Bung Karno saat berada dipengasingan di Kota Muntok sekitar tahun 1949.
-
Siapa yang bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia? Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hatta bersama Soekarno resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.
Keduanya tidak terpisahkan dalam memperjuangkan kemerdekaan republik. Bahkan, ketika Indonesia telah mencapai kemerdekaannya, Bung Karno dan Bung Hatta yang pertama kali menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Kendati demikian, bukan berarti keduanya tidak memiliki perbedaan yang berujung perpecahan. Keduanya memiliki perbedaan latar belakang. Menurut sejarawan Ong Hok Ham, keduanya memiliki perbedaan karena dibentuk oleh pengalaman yang berbeda.
Tidak seperti Hatta yang berkaliber di luar negeri dan dikelilingi kelompok intelektual dalam Perhimpunan Indonesia, Bung Karno cenderung melakukan perjuangannya sendiri.
Pertama Kali Berbeda
Perbedaan keduanya mulai muncul pada periode 1920-an. Setidaknya begitu yang diungkapkan Marvis Rose dalam buku Indonesia Merdeka: Biografi Mohammad Hatta.
Bung Karno dan kelompok Perhimpunan Indonesia kerap kali berseberangan. Sukarno lebih suka dengan cara-cara penggalangan kekuatan massa. Sementara Hatta dan Sjahrir percaya pendidikan dan kaderisasi lebih penting dikembangkan.
Dalam buku Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman, dijelaskan bagaimana sejarawan Ingleson mengamati perbedaan keduanya dalam memandang persatuan. Bung Karno lebih percaya bahwa pertengkaran partai-partai harus dihindari. Sedangkan Hatta meyakini partai-partai nasionalis akan semakin kuat dengan cara bersaing ide dan program.
Menurut Hatta, yang diperlukan bukanlah persatuan organisasi yang dikehendaki Sukarno. Melainkan persatuan seluruh kelompok nasionalis dalam tekad memperjuangkan kemerdekaan atas Belanda. Melalui tulisannya dalam harian Daulat Ra’jat, Hatta mengkritik persatuan model Sukarno.
Tulisan itu bertajuk 'Persatuan Ditjari, Per-sate-an Jang Ada'.
"Apa yang dikatakan persatuan sebenarnya tak lain dari per-sate-an. Daging kerbau, daging sapi, dan daging kambing disate jadi satu. Persatuan segala golongan ini sama artinya dengan mengorbankan asas masing-masing," tegas Hatta dalam harian Daulat Ra’jat 1932.
Dwitunggal jadi Dwitanggal
Dwitunggal terlihat 'Tanggal'. Bung Hatta mengesahkan Maklumat No. X tahun 1945. Maklumat tersebut berisi tentang sistem multipartai dan demokrasi parlementer yang akan diterapkan di Indonesia pasca kemerdekaan. Hal ini lantas ditolak oleh Bung Karno.
Pada periode 1950-an, perkelahian antar partai menjadi semakin liar. Bung Karno mengeluarkan sebuah pernyataan secara terbuka. "Terima kasih, Tuhan, bukan Sukarno yang menandatangani dekrit itu."
Puncaknya ketika Bung Karno mencanangkan konsep Demokrasi Terpimpin. "Marilah sekarang kita kubur semua partai," kata Bung Karno.
Hatta menanggapi pernyataan Bung Karno. Dalam tulisan Demokrasi Kita, Hatta mengecam yang dicanangkan Bung Karno. Menurutnya, bentuk itu tidak lain merupakan sebuah kediktatoran.
Bung Hatta Mundur
Perpecahan tidak terelakkan, Dwitunggal menjadi 'dwitanggal'. Begitu kata wartawan Mochtar Loebis. Tepat pada 20 Juli 1956, Hatta melayangkan sepucuk surat kepada DPR. Dia menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden.
Tidak lagi aktif dalam pemerintahan, Hatta kerap kali mengkritik pemerintahan Bung Karno dalam harian Pikiran Rakjat. Tidak tahan dengan kritikan yang tajam itu, Bung Karno lantas membredel harian Pikiran Rakjat. Bahkan, dia juga membredel Majalah Islam Pandji Masyarakat yang memuat tulisan Hatta mengenai Demokrasi kita.
Meskipun keduanya berbeda secara gagasan dan pandangan. Namun, keduanya tetap aktif berhubungan dengan saling berkirim surat. Pertentangan merupakan hal yang wajar dalam kehidupan politik tetapi keduanya lekat seperti saudara kandung hingga akhir hayat menjemput Bung Karno pada tahun 1970.
Reporter Magang: Muhammad Rigan Agus Setiawan