Detik-Detik Menteri Surachman Tewas Ditembak TNI di Blitar, Dicap PKI
Kopral Dua Soepono pun mengarahkan senapannya ke tubuh yang mulai menjauh. Dor! Dor! Dor! Seketika terjungkalah dia.
Di tengah perburuan para loyalis Sukarno, Ir. Surachman diam-diam menggabungkan diri dengan kaum gerilyawan komunis di Blitar.
Oleh: Hendi Jo
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Apa saja teknologi informasi yang paling berpengaruh pada sejarah Indonesia? Perkembangan teknologi sejarah di Indonesia dari masa ke masa ini menarik untuk disimak. Teknologi memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia di era modern. Dengan terus berkembangnya teknologi, berbagai aspek kehidupan, mulai dari komunikasi, pendidikan, hingga pekerjaan, mengalami transformasi yang signifikan.
-
Apa yang menjadi cikal bakal sejarah penerbangan sipil di Indonesia? Pesawat persembahan dari masyarakat Aceh ini menjadi langkah besar industri penerbangan sipil di Indonesia. Saat ini, orang-orang bisa menikmati penggunaan transportasi udara yang jauh lebih nyaman dan aman tentunya. Namun, tidak banyak yang tahu bagaimana sejarah awal mula penerbangan sipil di Indonesia. Adanya transportasi udara ini berkat tokoh dan masyarakat terdahulu yang ikut andil dalam menorehkan sejarah penerbangan sipil di Indonesia.
-
Apa yang berhasil diamankan oleh prajurit TNI? Menariknya, penyusup yang diamankan ini bukanlah sosok manusia. Salah satu tugas prajurit TNI adalah menjaga segala macam bentuk ancaman demi kedaulatan dan keselamatan bangsa Indonesia.
Blitar Selatan, 15 Juli 1968. Kabut masih memenuhi hutan Tumpak Kepuh di Desa Sumberdadi pagi itu. Di jalan setapak, seorang lelaki paruh baya berjalan tenang sambil menenteng tas berwarna hitam.
Ketenangan itu berganti ketegangan saat dia mengetahui kehadiran satu regu tentara dari Kompi C Batalyon 521 Kodam Brawijaya di dekat kawasan itu. Langkahnya berubah menjadi cepat.
Salah seorang prajurit bernama Jatimin lantas berteriak meminta lelaki itu untuk berhenti. Alih-alih dituruti, langkahnya malah semakin cepat bahkan setengah berlari. Tembakan peringatan pun dilontarkan tiga kali ke udara. Namun tak jua digubris.
Akhirnya Kopral Dua Soepono pun mengarahkan senapannya ke tubuh yang mulai menjauh. Dor! Dor! Dor! Seketika terjungkalah dia.
Akibat tembakan itu, pangkal paha lelaki tersebut. Namun dia masih hidup. Dalam kondisi kritis, dia masih menyebut namanya sebagai Gunawan, ketika ditanya oleh salah seorang prajurit menjelang nyawanya melayang.
Menteri Irigasi Kabinet Dwikora II
Ketika memeriksa tas hitam yang yang dibawanya, para penggeledah hanya menemukan sehelai sarung usang berwarna hijau yang membalut sebuah radio transistor mini. Di sana juga ditemukan sebuah buku berjudul Kaum Buruh Sedunia Bersatulah! karya Mao Zedong, ketua Partai Komunis Tiongkok.
Dua hari kemudian, Wakil Komandan Satuan Tugas Operasi Trisula (operasi khusus memburu sisa-sisa anggota PKI di wilayah Blitar Selatan) Letnan Kolonel Sasmito mengidentifikasi lelaki itu sebagai Ir. Surachman, Menteri Irigasi Kabinet Dwikora II.
Dia juga merupakan Sekretaris Jenderal Partai Nasional Indonesia (PNI) yang sejak Februari 1966 dinyatakan buron karena dituduh sebagai anggota PKI. Demikian pernyataan Sasmito dalam buku Operasi Trisula Kodam VIII Brawijaya karya Semdam VIII Brawijaya.
Hampir setahun kemudian, peran politik Surachman sebagai 'orang PKI yang diselusupkan' ke tubuh PNI dikuatkan oleh Kusnun alias Abdullah, anggota verfikasi CC PKI urusan Kalimantan. Dalam sidang hari ke-4 pengadilan subversi terhadap terdakwa Sardjono dan Florentinus Suharto pada 30 Mei 1969, Kusnun menyebut bahwa Ir. Surachman dan Karim DP merupakan para infiltran PKI di tubuh PNI.
Tapi, ketika ditanya tentang bukti administratif mengenai keberadaan para anggota PKI yang berada di partai-partai lain itu, Kusnun menjawab soal tersebut sulit dihadirkan di pengadilan.
"Karena untuk kepentingan security, maka bukti-bukti itu biasanya dimusnahkan," kata Kusnun seperti dikutip oleh Abadi, 31 Mei 1969.
Dalam buku Banteng Segitiga, kekomunisan Surachman dikuatkan oleh Profesor Soenarjo S.H (salah seorang pendiri PNI). Dia menyebut Surachman sebagai anggota PNI lebih pandai mengekor PKI.
Tetapi tuduhan itu ditepis Satya Graha, mantan wakil pemimpin redaksi Suluh Indonesia (koran milik PNI). Sebagai seorang yang pernah mengenal insinyur pertanian lulusan UGM itu (1961), dia tidak yakin bahwa tokoh muda PNI tersebut sebagai orang PKI.
"Saya kira dia hanya seorang loyalis Bung Karno yang sangat radikal, lantas musuh-musuh politik Bung Karno mem-PKI-kan-nya setelah Peristiwa Gestok (Gerakan Satu Oktober)," ujar Satya.
Keyakinan Satya Graha berkelindan dengan pendapat ahli sejarah politik Indonesia J. Eliseo Rocamora. Dalam bukunya, Nasionalisme Mencari Ideologi: Bangkit dan Runtuhnya PNI 1946-1965, Rocamora menyebut tuduhan itu tidak memiliki dasar.
"Tulisan-tulisan panjangnya di koran PNI Suluh Indonesia tidak menyingkapkan sedikit pun gaya penulisan atau pemikiran PKI," ungkap Rocamora.
Saat Bung Karno masih berkuasa, Surachman memang nampak sekali sangat mendukung ide Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunis). Dia juga menyetujui pembentukan Angkatan Kelima dan terkesan melakukan pembelaan terhadap aksi-aksi sepihak yang dilakukan oleh banyak kader PKI.
Namun soal itu bisa dimaklumi, kata Rocamora. Sebagai seorang loyalis Sukarno, Surachman tentunya akan mengacu kepada sikap presidennya tersebut.
Rocamora pun bisa memahami jika kemudian Surachman bergabung dengan kaum gerilyawan komunis di Blitar Selatan. Di tengah 'ketidakpastian' dan aksi Letnan Jenderal Soeharto menangkapi menteri-menteri-nya Sukarno pada 1966, adalah wajar bila Surachman kemudian semakin berpaling kepada PKI.