Letnan Kolonel Soeharto Nyaris 'Dibereskan' Pasukan Divisi Siliwangi
Dicurigai sebagai perwira komunis, Komandan Resimen Yogyakarta itu hampir saja dihabisi para prajurit dari Divisi Siliwangi.
Dicurigai sebagai perwira komunis, Komandan Resimen Yogyakarta itu hampir saja dihabisi para prajurit dari Divisi Siliwangi.
Penulis: Hendi Jo
-
Kenapa Soeharto diawasi ketat setelah Peristiwa G30S/PKI? Angkatan Darat tak mau Soeharto diculik oleh kekuatan PKi yang masih tersisa.
-
Apa yang sedang dilakukan Soeharto pada saat Proklamasi Kemerdekaan dibacakan? Pada saat Bung Karno mengumandangkan kemerdekaan kita itu, saya masih di Brebeg. Sedang melatih para prajurit
-
Bagaimana Soeharto memperoleh informasi lengkap tentang proklamasi kemerdekaan RI? Dari Koran Matahari yang Terbit di Yogyakarta 19 Agustus 1945, Soeharto Memperoleh Informasi Lengkap Soal Kemerdekaan RI.
-
Siapa yang berencana meracuni Soeharto? Rupanya tamu wanita yang tidak kami undang itu berencana meracuni kami sekaluarga," kata Soeharto.
-
Kapan Soeharto mendengar berita kemerdekaan Indonesia? Di Yogyakarta dia mulai mendengar secara samar-samar tentang berita kemerdekaan Indonesia.
-
Apa yang pernah dititipkan Soeharto kepada Sudjono Humardani? Ceritanya pada tahun 1967, Sudjono pernah diberi tugas oleh Soeharto untuk meminjam topeng Gadjah Mada yang disimpan di Pura Penopengan Belah Batu Bali.
Sejarah resmi Indonesia mengenal sosok Jenderal Soeharto sebagai penumpas gerakan komunis nomor satu. Karena aksinya, kudeta Gerakan 30 September yang dituduhkan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965 mengalami kegagalan. Dengan kegagalan itu maka selamatlah Indonesia dari hantu komunis dan memunculkan rezim Orde Baru yang tidak memberikan hak hidup kepada PKI.
Tetapi tak banyak pihak yang mengetahui. Delapan belas tahun sebelumnya, Soeharto sempat dicurigai sebagai perwira PKI dan nyaris dihabisi para prajurit Divisi Siliwangi. Soal itu sempat terekam dalam sebuah dokumen pribadi milik almarhum Kolonel (Purn) Omon Abdurrachman berjudul ‘Menoempas Pemberontakan PKI 1948’.
Soeharto Diinterogasi
Omon yang saat itu berpangkat mayor dan menjabat sebagai kepala staf Brigade ke-13 Kesatuan Reseve Umum X Divisi Siliwangi berkisah. Suatu senja pada akhir September 1948, di tengah ketegangan antara Divisi Siliwangi yang pro pemerintahan Hatta dengan Divisi Panembahan Senopati yang bersimpati kepada FDR (Front Demokrasi Rakjat, sebagian besar diisi oleh para aktivis PKI).
Salah seorang anak buah Omon yakni Kapten Imam Sjafi’i (kelak menjadi Menteri Urusan Keamanan di era Kabinet 100 Menteri) melapor bahwa pasukannya telah menahan seorang 'letnan kolonel PKI' yang tengah keluyuran di Surakarta.
"Pak, saya menangkap overste PKI, apa saya bereskan saja?" ujar Kapten Sjafi.
Mayor Omon yang merasa harus berhati-hati dalam melakukan tindakan, tidak serta merta setuju dengan usulan Sjafi’i. Dengan tegas, dia melarang tindakan gegabah itu dan memerintahkan sang kapten untuk membawa perwira yang ditangkap ke hadapannya.
Begitu overste itu dihadapkan kepada Omon, sang mayor langsung terkejut. Dia ternyata mengenal perwira itu sebagai Letnan Kolonel Soeharto. Dalam dokumen itu, dia sebutnya sebagai Komandan Resimen Yogyakarta. Setelah memberi salut secara militer, dengan sopan Mayor Omon menginterogasi Letnan Kolonel Soeharto dan menanyakan maksud kehadirannya di Surakarta.
Soeharto menjawab bahwa dirinya baru menghadiri undangan rapat konfrensi para pimpinan TNI yang diselenggarakan oleh Kolonel Djokosujono (salah satu tokoh FDR) di Balai Kota Madiun pada 24 September 1948.
"Apakah Overste juga merupakan anggota FDR?" tanya Omon.
"Bukan, saya komandan resimen TNI di Yogya. Tapi saya datang karena memang diundang oleh mereka," jawab Soeharto.
"Komandan kami (Letnan Kolonel Sadikin), juga diundang mereka. Tapi beliau tidak pergi karena sama sekali bukan simpatisan," sindir Omon.
"Saya pergi atas perintah Panglima Besar, Pak Dirman," kata Soeharto.
"Adakah surat perintahnya?"
"Ada," jawab Soeharto
"Bolehkah saya melihatnya?"
"Boleh," ujar Soeharto sambil menyodorkan sehelai kertas .
Minta Maaf
Omon membaca surat itu dengan seksama. Di lembar yang langsung ditandatangani oleh Panglima Besar Soedirman itu dinyatakan kalau Soeharto mengemban tugas penting untuk pergi ke Surakarta dan Madiun.
Usai membaca surat tersebut, barulah Mayor Omon yakin bahwa Letnan Kolonel Soeharto bukan bagian dari FDR. Dia lantas minta maaf dan memerintahkan Kapten Sjafi’i untuk mengawal Soeharto ke perbatasan Surakarta-Yogyakarta hingga selamat.
Soal penangkapan itu sempat disebut-sebut juga oleh Soeharto dalam otobiografinya: Pikiran,Ucapan dan Tindakan Saya. Namun hanya selintas. Ada kesan Soeharto tidak menganggap penting peristiwa tersebut.
"Agak kurang dramatis," ujar ahli sejarah Indonesia asal Belanda itu.
Misi dari Jenderal Soedirman
Dalam bukunya, Madiun 1948: PKI Bergerak, Poeze juga membenarkan kedatangan Soeharto ke Madiun atas perintah Soedirman. Tujuannya, selain menyelidiki situasi Madiun pasca Insiden 18 September 1948, juga mengemban misi mencegah 'perwira kesayangan Soedirman' Letnan Kolonel Soeadi Soeromihardjo bergabung dengan FDR.
Bahkan lebih jauh diungkapkan oleh Poeze bahwa setiba di Madiun, Soeharto sempat berdiskusi dengan Moeso dan bertemu dengan Soemarsono, tokoh pemuda FDR.
Pertemuan dengan Soeharto juga sempat dibenarkan Soemarsono. Dalam kesempatan itu, kata Soemarsono, dirinya bahkan sempat mengajak Soeharto berkeliling Madiun dan membuktikan sendiri kondisi kota di Jawa Timur itu aman-aman saja.
"Soeharto nampak percaya dan menyatakan akan melaporkan situasi yang dilihatnya kepada Pak Dirman," ungkap Soemarsono dalam suatu wawancara pada 2014.