Mengungkap Kelompok Pelaku Masa Bersiap di Sekitar Jakarta
Revolusi sosial di Jawa pada 1945-1946 melahirkan berbagai praktik kekerasan yang menimpa orang-orang Eropa, Tionghoa dan orang-orang Indonesia yang dianggap pro Belanda. Siapa pelakunya?
Revolusi sosial di Jawa pada 1945-1946 melahirkan berbagai praktik kekerasan yang menimpa orang-orang Eropa, Tionghoa dan orang-orang Indonesia yang dianggap pro Belanda. Siapa pelakunya?
Penulis: Hendi Jo
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Bagaimana sejarah Lembah Anai terbentuk? Konon, dulunya air terjun ini menjadi saksi bisu pergerakan rakyat Minang dalam melawan penjajahan. Pada masa kolonial, masyarakat setempat dipaksa untuk menjadi pekerja membangun jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antara Kota Padang dan Padang Panjang via Lembah Anai.Masyarakat Minang yang bekerja dalam proyek pembangunan jalan tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh, bahkan bisa berhari-hari dari tempat mereka tinggal menuju lokasi pembangunan jalan.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
Perumahan itu dikenal sebagai salah satu kawasan elite di Depok. Terletak di tepi Jalan Djuanda, persis diapit oleh dua sungai: Kali Kecil dan Kali Ciliwung. Tak banyak orang tahu jika puluhan tahun lalu, tempat beradanya rumah-rumah mewah itu adalah sebuah hutan kecil di lembah dan rawa. Orang-orang tua di Depok menyebutnya dengan nama seram: Bulakgarong.
"Memang tahun 1940-an itu tempat garong ngumpul, makanya dulu jangan coba-coba deh lewat situ. Bisa celaka," ungkap Mohamad Ali alias Haji Joli (95), sesepuh di wilayah Cimanggis.
Penjelasan Haji Joli memang bukan isapan jempol semata. Menurut Wenri Wanhar dalam Gedoran Depok, Revolusi Sosial di Tepi Jakarta (1945-1955), Bulakgarong adalah pusat berkumpulnya para jago yang tergabung dalam gerombolan Bamboe Roentjing (BR). Itu salah satu nama laskar kiri yang banyak dihuni oleh para jago, jawara dan residivis kambuhan.
"Ceker dari Ciherang adalah tokoh di balik layar dari gerombolan ini. Tapi tokoh yang paling terkenal dari Bulakgarong ya... Muhidin dan Sengkud dari Kampung Cironyok, Sugutamu, Sukmajaya," ungkap Wenri.
Pada 11 Oktober 1945, saat awal terjadinya Gedoran Depok (mengacu kepada cara para penjarah tersebut mendatangi rumah-rumah dengan cara menggedor pintu), sejatinya pasukan penyerbu dikoordinasi dari Bulakgarong. Hebatnya, orang-orang BR itu tidak melakukannya sendiri. Mereka pun mengundang rekan-rekan seprofesi dan sealiran dari wilayah Klender (Jakarta), Bekasi, Karawang dan Tangerang, termasuk Camat Nata, jagoan Karawang yang termasyhur.
"Gerombolan tersebut dengan bebas merampok dan mengobrak-abrik rumah-rumah dan mengusir penghuninya, terutama penduduk Kristen Eropa," ungkap Wenri.
Praktik kriminal mengatasnamakan nasionalisme juga terjadi di wilayah luar tembok kota Batavia (ommelanden) lainnya. Menurut Telan, pada akhir 1945, para pemuda beringas suatu dini hari tiba-tiba menyerang Tambun yang terletak antara Karawang dan Bekasi.
"Karena orang Belanda sedikit di wilayah itu, para pemuda lalu menjadikan orang-orang Cina sebagai sasaran. Mereka banyak dibunuh dan mayatnya dicempungin ke Sungai Citarum," ungkap eks anggota sebuah lasykar di Karawang itu.
Lelaki kelahiran tahun 1927 itu menyebutkan, sebagian pemuda yang terlibat dalam aksi penggerudukan itu adalah anggota-anggota Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan para jagoan (sekarang dikenal sebagai preman) yang kelak banyak bergabung ke Lasjkar Rakjat Djakarta Raja (LRDR). Dua organ kaum nasionalis ternama yang awalnya dibentuk oleh anak-anak muda pendukung ide-ide Tan Malaka.
Di wilayah Tanjung Oost (Pasar Rebo) dan Tanjung West (Tanjung Barat) Jakarta Timur, pada pertengahan 1946, kamp yang ditempati orang-orang Minahasa diserang oleh sekumpulan massa yang membawa bendera merah dengan gambar kepala banteng.
Milisi pemuda Sulawesi pro Indonesia yang dikenal sebagai KRIS (Kebaktian Rakjat Indonesia Soelawesi) lantas menyalahkan laskar Barisan Banteng pimpinan dr. Muwardi (orang dekat Bung Karno yang dikenal sangat nasionalis dan humanis) sebagai pelakunya.
"Memang agak sulit dipercaya jika yang menyerang kamp di Tanjung Oost dan Tanjung West yang penghuninya terdiri dari para janda dan anak piatu dilakukan oleh anak buah dr. Muwardi," ungkap Josef A. Warouw, Robert Palandeng, Harry Kawilarang, Alex S.Suseno dan Sumantri dalam KRIS 45: Berjuang Membela Negara.
Haji Joli memiliki versi sendiri tentang penyerangan massa ke kamp Tanjung Oost dan Tanjung West itu. Menurutnya, para penyerang memang bukan orang-orang Barisan Banteng, melainkan para jago dari laskar Banteng Merah yang dipimpin oleh seorang anggota PKI eks Digulis di wilayah Jagakarsa dan Pasar Minggu.
Alex Evert Kawilarang (eks komandan TRI di Bogor) membenarkan jika sebagian besar pelaku kekerasan sekitar 1945-1946 adalah kaum rampok dan para kriminal kambuhan. Ketika menangani kasus pembunuhan dua perempuan Manado dan enam anaknya di wilayah Cisarua, Bogor pada 1946, dia mendapatkan kenyataan jika para pelaku jauh dari unsur ideologis.
"Mereka menjadi korban keganasan perampok-perampok," ungkap Kawilarang dalam otobiografinya, Untuk Sang Merah Putih (disusun oleh Ramadhan KH).
Pasukan TRI berhasil membasmi kelompok rampok tersebut. Bahkan pimpinannya dihabisi sendiri oleh Alex dengan satu tembakan di leher dalam suatu pertempuran yang seru di wilayah Jembatan Gadog, Bogor.