Palagan Ganter, Medan Perang Leluhur Raja Majapahit
Ganter menjadi palagan (medan perang) antara pasukan Kerajaan Kadiri dan Tumapel. Kala itu, Ganter menjadi zona garis batas menghadapi serangan penguasa Kadiri, Raja Kertajaya.
Ganter menjadi palagan (medan perang) antara pasukan Kerajaan Kadiri dan Tumapel. Kala itu, Ganter menjadi zona garis batas menghadapi serangan penguasa Kadiri, Raja Kertajaya.
Peperangan Ganter sendiri dipicu keputusan politik yang meminta kaum Brahmana untuk menyembah Prabu Dandhang Gendhis atau Sri Maharaja Kertajaya (1194-1222). Keputusan ala Firaun itu mengundang kemarahan kaum Brahmana, bahkan menentangnya dengan bersekutu pada Ken Arok, pemimpin Tumapel.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
-
Apa yang ditemukan di situs sejarah di Desa Ngloram? Di tengah situs itu terdapat tumpukan batu yang berundak. Di sana terdapat makam yang tak diketahui pemiliknya. Di bawahnya terdapat tumpukan bata yang membatasi punden dengan bidang kosong. Di sebelah kiri agak ke bawah terdapat gundukan bata yang disebut dengan Punden Ngloram.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
-
Apa yang dilakukan seniman AI itu pada tokoh-tokoh sejarah? Gambar-gambar tersebut menunjukkan Mahatma Gandhi dalam avatar berotot, Albert Einstein dengan tubuh kekar, dan Rabindranath Tagore memamerkan fisik berototnya.
Tumapel sebagai bawahan Kadiri kala itu juga sedang dalam situasi disharmonis, karena keinginannya menjadi kerajaan sendiri.
Arkeolog Universitas Malang (UM), Dwi Cahyono mengatakan, Ganter berada di area lereng Gunung Kukusan dan gugusan Gunung Dorowati atau Gunung Tondo. Pada kawasan tersebut ditemukan banyak mandala tua (desa) yang disebut di sejumlah catatan, termasuk Pararaton. Sampai saat ini pun masih bisa ditemukan jejak peninggalannya, bahkan jauh hingga era megalitikum.
Saat Perang Ganter, pasukan Ken Arok ditempatkan di Mandala Awaban atau kini Desa Ngabab (Kecamatan Ngantang) yang menjadi benteng terdepan bagi Tumapel. Awaban sendiri merupakan mandala tua sejak zaman Mpu Sendok pada abad 10 (Prasasti Sendok).
"Pasukan Kadiri bergerak dari barat ke timur, menuju ke Tumapel, kemudian diadang di situ (Ganter) ," tegas Dwi Cahyono kepada merdeka.com.
Ganter pada kemudian hari secara pengucapan berubah menjadi Ganten atau Dusun Ganten, yang secara administratif berada di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.
"Ganter itu posisinya di sebelah baratnya Ngabab (Awaban), turun di celah antara Gunung Dorowati dan Gunung Anjasmoro. Langsung tembus sekitar arca (situs) itu. Kawasan itu yang jadi palagan," jelasnya.
Ken Arok dengan dibantu para Brahmana pada perang Ganter akhirnya berhasil memaksa Raja Kertajaya menyerahkan kekuasaan. Kekalahan Raja Kertajaya sekaligus menandai runtuhnya Kerajaan Kadiri yang kemudian menjadi kekuasaan Tumapel atau Kerajaan Singasari.
"Pihak Tumapel memperoleh kemenangan sehingga saya menyebut Palagan Ganter yang terjadi 1222 itu sebagai Tumapel Jayati atau kemenangan Tumapel melawan Panjalu atau Kadiri," terangnya.
Arca Mahadewa
Arca setinggi hampir 2 meter berdiri di kawasan palagan Ganter, di Area Perhutani Petak IIA RT 022/ RW 009 Dusun Ganten, Desa Tulungrejo, Kacamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Warga sekitar menyebut arca dan situs tersebut sebagai Batharo Guru atau Reco Guru.
"Sebutan itu yang umum bagi awam untuk arca-arca di zaman Hindu-Buddha, bahkan perempuan pun kadang disebut Reco Guru," tegasnya.
Nama Reco Guru sendiri, tidak lepas dari pengaruh dunia pewayangan yang disebut Bathara Guru. Selain itu juga merujuk pada Dewa Siwa yang dalam arca-arca Hindu disebut Bathara Guru atau Siwa Mahaguru, dengan penggambaran dan sejumlah ciri khusus.
Gambaran khususnya yakni perutnya buncit, berjenggot, memakai Jatamakuta serupa sorban mengikat mahkota. Arca biasanya juga membawa kamandalu (Kendi), camara (pengusir lalat) dan lain sebagainya.
"Saya tiga kali ke sana (lokasi arca). Arca yang saya lihat itu sama sekali bukan Siwa Mahaguru. Karena Reco Guru itu gambaran awam yang sebenarnya tidak sesuai dengan ciri detail ekonografisnya. Itu merupakan sebutan awam yang sebenarnya kurang tepat," tegasnya.
"Arca itu tidak dalam kondisi utuh, tetapi dari ciri-ciri etnografisnya lebih ke Siwa Mahadewa, bukan Mahaguru dan Wisnu," tegas Dwi Cahyono.
Siwa Mahadewa menggambarkan sosok dewa tertinggi atau raja dari para dewa. Cirinya lengkap biasanya membawa aksamala (tasbih) dan camara (kebut lalat). Sementara tangannya membentuk mudra tertentu yaitu kiana mudra dan memakai tali kasta berupa kulit harimau. Siwa Mahadewa memakai mahkota yang dihiasi bulan sabit dan tengkorak (ardhacandrakapala) serta di dahinya dilengkapi mata ketiga.
"Arca itu aus ya, tapi kalau kita lihat, terlihat tangannya empat, kemudian benda yang dipegang di tangan belakang itu lebih ke Siwa Mahadewa," ungkapnya lagi.
Dwi juga menegaskan bahwa keberadaan arca tersebut merupakan arca tunggal. Karena memang Siwa Mahadewa bisa hadir sebagai arca tersendiri. Sehingga tidak menjadi bagian dari arca lain dalam sebuah situs atau candi. Berbeda dengan Siwa Mahaguru yang menjadi bagian satu rangkaian dengan yoni, arca Durga, Agastya dan Ganesha.
"Kalau ini bisa hadir sendiri sebagai ista dewata atau dewa utama. Karena sebagai dewa utama, arca itu sangat penting nilainya," jelasnya.
Arca di Palagan Ganter. ©2023 Merdeka.com/Darmadi Sasongko
Arca Majapahit untuk Leluhur
Dwi Cahyono memastikan arca Mahadewa tersebut dibuat bukan pada masa Kerajaan Tumapel atau Singasari. Walaupun arca itu posisinya berada lokasi Palagan Ganter yang erat dengan sejarah Tumapel.
Tetapi arca dan situs itu diperkirakan dibuat di masa Majapahit. Kepastian tersebut dibuktikan dengan pertanda berupa teratai yang tumbuh di atas jambangan di bagian kaki arca.
"Kalau masanya, tidak dari Singasari, tapi dari masa Majapahit. Karena ada pertanda masa berupa jambangan. Teratai yang tumbuh di jambangan indikator masa pembuatan. Kalau teratai itu tumbuhnya dari bonggol maka itu dari masa Singasari. Tapi ini dari jambangan , ini indikator arca dari masa Majapahit," jelasnya.
Namun situs dan arca tersebut cukup beralasan ditempatkan di Dusun Ganten yang sekaligus mengidentifikasi bahwa tempat tersebut di masa lampau atau masa Hindu-Buddha memang sebagai Ganter dalam Pararaton. Seiring waktu terjadi perubahan dari Ganter ke Ganten, sekarang ini.
Peristiwa Ganter sendiri dalam Pararaton menceritakan Palagan Ganter, lokasi perang Ganter tersebut.
"Walaupun arca ini dari era Majapahit, tetapi boleh jadi atau bukan tidak mungkin ditempatkan di situ untuk memberikan semacam monumen peristiwa yang ada di awal Tumapel. Itu peristiwa penting yang menjadi pembuka Tumapel sebagai kerajaan dengan otonomi yang menguasai bumi Jawa, karena berhasil mengalahkan kerajaan terdahulu yaitu Kerajaan Kadiri," urainya.
Dwi belum dapat memastikan pembangunan situs arca tersebut pada masa awal atau saat kejayaan Majapahit. Tetapi sebagai keturunan dari Kerajaan Tumapel, siapa pun Raja Majapahit kala itu memiliki kewajiban memberikan penghormatan pada leluhurnya.
"Dari era mana pun tidak masalah karena ini dalam rangka menghormati leluhur. Karena Majapahit merupakan keturunan dan kelanjutan dari Singasari," tegasnya.
Perang Ganter dinilai sebagai momentum penting bagi kehadiran Kerajaan Tumapel atau Singasari. Para keturunannya, yakni Majapahit masa siapa pun (1293–1527) merasa penting untuk memberi tetenger atau pertanda terhadap peristiwa Ganter.
Seandainya situs Ganter dibangun awal Majapahit atau era masa Raden Wijaya, maka diperkirakan sekitar satu abad sesudah Perang Ganter. Arca tersebut dibuat dalam konteks memorial atau mengingat peristiwa leluhur di masa lalu
"Mungkin sebagai tempat memuja para arwah yang meninggal di peristiwa Ganter terutama pejuang Singasari dalam pertempuran tersebut," tegasnya.
Arca tersebut dibangun dengan arah orientasi pada puncak gunung Kukusan, sebagaimana banyak bangunan suci dibangun dengan orientasi puncak gunung. Namun karena beberapa kali arca itu berusaha dicuri, membuatnya bergeser dari posisi hadap awal.
Sementara dilihat dilihat dari ukurannya, arca tersebut tergolong besar dan berbahan batu andesit. Tentu dibuat besar karena dianggap arca penting yakni sebagai dewa utama untuk mengenang momentum yang sangat penting pula.
Tetapi sayang, arca Siwa Mahadewa dengan segala momentum sejarahnya itu kini raib dari tempatnya sejak Senin (20/2) lalu. Orang tidak bertanggung jawab mengambil untuk dengan memanfaatkan lokasi arca yang jauh dari keramaian dan tidak terjaga.