Sebelum Eksekusi Mati Dokter Wiroreno Residen PKI, Komandan Regu Tembak Minta Maaf
Setelah tiga puluh hari menjalani perannya sebagai residen Pati versi Front Demokrasi Rakyat (FDR), seorang dokter humanis digiring ke Alun-Alun Kudus. Sebelum ditembak mati, para pengeksekusi-nya sempat meminta maaf.
Setelah tiga puluh hari menjalani perannya sebagai residen Pati versi Front Demokrasi Rakyat (FDR), seorang dokter humanis digiring ke Alun-Alun Kudus. Sebelum ditembak mati, para pengeksekusi-nya sempat meminta maaf.
Penulis: Hendi Jo
-
Bagaimana Suparna Sastra Diredja tergabung dalam PKI? Pergerakannya yang masif bersama rakyat membuatnya banyak terlibat di Partai Komunis Indonesia terutama setelah pemilihan 1955. Di sana ia menjadi anggota dewan yang mengurusi konstitusi baru pengganti undang-undang dasar semetara.
-
Apa yang membuat tokoh PKI kebal peluru? Ada sejumlah tokoh PKI ternyata tak mempan ditembak. Mereka punya ilmu kebal peluru.
-
Siapa yang menjadi tokoh penting dalam pergerakan nasional Indonesia, yang juga terlibat dalam berdirinya PKI? Alimin bin Prawirodirjo, Tokoh PKI yang Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional Indonesia Seorang tokoh pergerakan nasional asal Surakarta ini terlibat aktif dalam pergerakan nasional Indonesia, organisasi politik maupun ikut serta dalam berdirinya PKI. Namanya mungkin tidak begitu dikenal masyarakat Indonesia, bahkan jarang sekali muncul di buku-buku sejarah. Namun, peran selama hidupnya cukup memberikan pengaruh besar terhadap bangsa dan negara ini.
-
Siapa saja tokoh PKI yang dinyatakan kebal peluru saat pemberontakan Madiun? Komandan Batalyon Kala Hitam, Mayor Kemal Idris pun mengalami hal serupa.Dalam sidang kilat di Alun-Alun Pati, ada empat gembong PKI yang mendapat vonis hukuman mati. Ternyata, ada seorang tahanan yang kebal peluru.
-
Mengapa G30S PKI menjadi salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia? Bagaimana tidak, G30S PKI dikenal sebagai salah satu upaya penghianatan besar yang pernah terjadi di Indonesia.
-
Apa tugas dari Biro Chusus PKI? Tugas Biro Chusus adalah menyusup ke kalangan militer. Mereka merekrut pendukung PKI dalam tubuh angkatan bersenjata.
Begitu gagal membentuk 'republik kerakyatan' di Madiun pada 19 September 1948, FDR (front yang digagas oleh PKI), amburadul. Tidak saja para pengikutnya banyak ditumpas pasukan pemerintah Sukarno-Hatta. Para tokohnya juga banyak yang terbunuh dan tertangkap. Muso dan Amir Sjarifoedin adalah dua di antaranya.
Pati yang merupakan wilayah FDR terkuat kedua setelah Madiun, tak luput dari aksi pembersihan yang dilakukan oleh gabungan Divisi Siliwangi dan Divisi Ronggolawe. Setelah menjalani perannya sebagai residen Pati versi FDR selama tiga puluh hari, Dokter Wiroreno akhirnya berhasil ditangkap di rumahnya.
"Di Pati, pimpinan FDR setempat, Wiroreno, dibereskan," ungkap Harry A. Poeze dalam Madiun 1948: PKI Bergerak.
Menurut Soe Hok Gie dalam Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan, Wiroreno sejatinya adalah seorang dokter idealis yang memiliki sikap humanis. Bisa jadi itu disebabkan latar belakang dia yang dibesarkan dalam kepahitan era Hindia Belanda.
Pada waktu kuliah, Wiroreno harus berhenti dua tahun untuk mencari uang terlebih dahulu. Setelah lulus, dia bekerja sebagai dokter pemerintah dan ditempatkan di mana-mana.
Dokter yang Pro Wong Cilik
Di awal karirnya sebagai dokter, dia banyak bersinggungan dengan para pamong praja dan bupati-bupati yang kerjannya hanya memeras rakyat. Karena sikap itu pula, keberpihakan Wiroreno kepada wong cilik semakin kuat selama zaman Jepang karena sebagai dokter, dia banyak berhadapan langsung dengan rakyat yang kelaparan.
Sikapnya terhadap politik juga apatis. Baginya, politisi merupakan badut-badut sekaligus tukang sulap yang selalu menang. Blokade Belanda, kemelaratan, dan sulitnya obat-obatan membuatnya menjadi seorang 'populis'.
"Dia tidak ke Yogya karena baginya Yogya merupakan sarang "dekadensi" cita- cita revolusi," ungkap Soe Hok Gie.
Wiroreno memutuskan tinggal di Kudus, sebuah kota dekat garis demarkasi. Di sana dia sering mengobati banyak prajurit yang terluka. Sebagai ahli bedah yang brilian, dr. Wiroreno bekerja di tengah-tengah rakyat dan hidup menderita bersama-sama rakyat.
Dalam sikap puritan ini, dirinya mulai menyatu dengan revolusi. Akan tetapi, tragedi lain tidak disadarinya karena perlahan-lahan dia ditelan oleh ideologi komunis tanpa dirinya sadar telah menjadi seorang komunis.
Menurut Soebadio Sastrosatomo, tokoh keluarga-keluarga komunis dari daerah pesisir seperti Mudigdo dan Abdulmadjid-lah yang dianggap bertanggungjawab menyeret seorang lurus seperti Wiroreno masuk ke dalam FDR.
Dihukum Mati
Dalam pengadilan kilat yang dilakukan tentara, Wiroreno dinyatakan bersalah karena dianggap makar terhadap pemerintah yang sah. Tak ada hukuman yang pantas dilakoni pelaku kejahatan politik itu selain hukuman mati.
Dengan tabah, Wiroreno menerima keputusan itu. Sebelum eksekusi dilakukan, dia menuliskan pesan terakhirnya kepada sang istri agar juga tabah dan menerima nasibnya.
"Hij die voor het kleine volk stridjt, moet op het schavot sterven (Siapa saja yang berjuang untuk rakyat kecil, harus mati di tiang gantungan)," ungkapnya seperti dikisahkan Boes Soewandi.
Waktu hukuman mati pun tiba pada suatu hari di akhir November 1948. Tempatnya di Alun-alun Kudus. Sebagai komandan tim eksekutor, seorang kapten dari Divisi Siliwangi menugaskan Letnan Dua Boes Soewandi, anggota Pasukan T Ronggolawe yang di-BKO-kan ke Batalyon Kala Hitam Divisi Siliwangi pimpinan Mayor Kemal Idris.
Mendapat tugas itu, alih-alih menerima, Boes malah menjadi stres. Kenapa? Karena Wiroreno tak lain adalah sahabat baik ayahnya yakni Dokter Soewandi. Dia sendiri sudah terlanjur akrab dengan sang dokter yang terlanjur sudah dianggap sebagai paman sendiri. Singkat cerita, Boes menolak perintah tersebut.
"Sang kapten marah dan mengancam akan me-mahmil-kan ayah saya," ungkap Dally Soewandi, salah satu putra dari almarhum Boes Soewandi.
Sebagai gantinya Letnan Dua Ali Said (sahabat Boes) mengambil-alih peran Boes. Kendati mengenal baik juga Wiroreno, namun Ali Said (kelak menjadi jaksa agung RI ke-9) secara psikologis lebih siap melaksanakan 'tugas berat' tersebut.
Minta Maaf Sebelum Menembak
Di hadapan rakyat yang pernah merasakan kebaikannya, Wiroreno dengan tenang dan gagah membiarkan calon penembaknya melilitkan kain berwarna putih ke bagian wajahnya. Sebelum ikut melepaskan peluru ke tubuh sang dokter, sang komandan regu penembak terlebih dahulu meminta maaf.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara tembakan membahana di Alun-alun Kudus. Tubuh Wiroreno yang dibalut pakaian serba putih mengejang lantas terkulai tepat di bawah sebuah pohon besar. Darah bersimbah memenuhi dadanya.
Kematian Dokter Wiroreno seolah menyusul nasib yang dialami sahabat baiknya (selain Dokter Soewandi) bernama Dokter Loekmonohadi tiga bulan sebelumnya. Ironisnya, jika Wiroreno tewas di ujung peluru pasukan anti PKI, maka Loekmonohadi menemui ajal justru karena dibunuh oleh para pengikut PKI.