Sosok Ki Warseno 'Slenk' yang Tutup Usia, Dalang Mayang Satu-satunya Bergelar Doktor
Jenazah Ki Warseno akan dimakamkan siang ini di Astana Depokan, Juwiring, Klaten. Berangkat dari rumah duka Kranggan RT 02/18, Makamhaji, Kartasura.
Kabar duka datang dari dunia seni khususnya pewayangan. Dalang kondang asal Solo, Ki Warseno 'Slenk' meninggal dunia pada Kamis (12/12) subuh. Adik kandung dalang Ki Anom Suroto bernama lengkap DR. Ir, H Warsina, MSi itu tutup usia usai dirawat di Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Solo.
Keponakan almarhum, Jatmiko membenarkan kabar tersebut. Menurutnya, Warseno meninggal setelah menjalani perawatan selama 3 hari di rumah sakit lantaran menderita penyakit jantung.
Jenazah Ki Warseno akan dimakamkan siang ini di Astana Depokan, Juwiring, Klaten. Berangkat dari rumah duka Kranggan RT 02/18, Makamhaji, Kartasura.
"Benar mas, ini sudah dibawa ke rumah. Pak Slenk sudah 3 hari dirawat di PKU,” ujar Jatmiko, saat dihubungi merdeka.com.
Profil
Warseno Slank lahir di Klaten, 18 Juni 1965 meninggalkan seorang istri bernama Asih Purwaningtyas dan 2 orang putra dan seorang cucu. Yakni Briyan Pandhit dan Amar Pradopo serta cucu perempuan bernama bernama Hagia Ambika. Dari kedua putra, hanya Amar Pradopo yang meneruskan seni dalang.
Dikutip dari situs Universitas Sains Dan Teknologi Komputer, Warseno sejak usia muda sudah belajar mendalang. Dia mengawali debut menjadi dalang ketika menginjak usia 16 tahun. Kemampuannya itu berkat didikan orang tuanya, Ki Harjadarsana yang juga merupakan dalang terkenal di Kabupaten Klaten Jawa Tengah pada tahun 1950-1975). Di samping itu, Warseno pernah belajar pedalangan selama dua semester di STSI Surakarta.
Ikut Gaya Sang Kakak
Gaya pakelirannya pada awalnya mengikuti gaya kakaknya, Ki Anom Suroto. Namun kreatif dia dapat menemukan ciri khas gaya pakelirannya yang komunikatif dan selalu dekat dengan kalangan muda yang cenderung hura-hura atau slengekan. Warseno terkadang mengkolaborasikan berbagai musik etnis dan Barat dan banyak melakukan eksperimen kreatif dengan memadukan beberapa aliran musik seperti rock, punk, rap yang dipadukan dengan gamelan. Hasilnya adalah musik gamelan kolaboratif yang digandrungi kawula muda, wayang campursari.[4][5]
Merasa dulunya dia yang memprakarsai pakeliran hura-hura dan kolaboratif yang memadukan berbagai alat musik barat dan etnik, pada akhirnya dia berketetapan mengembalikan pakeliran wayang pada proporsi sebagaimana aslinya.
Ketetapannya untuk back to basic didorong oleh ekses pendangkalan-pendangkalan estetika karena tidak disertai dengan suatu pencarian yang mendalam, hanya sekadar ikut-ikutan. Ki Warseno mendedikasikan segala kemampaun berkeseniannya untuk menegakkan moral sebagai makhluk Tuhan. Hal ini diwujudkan tidak saja dalam berkesenian namun dia merasa pula bertanggungjawab menyeberluaskan pandangan berkeseniannya itu dengan mendirikan sebuah Stasiun Radio Suara Slank yang acaranya didominasi kesenian dan kebudayaan Jawa.
Di sela kepadatan jadwal mengajar dan mendalang, setiap malam Sabtu Legi Warseno mengadakan pementasan wayang kulit di rumahnya untuk mengenang hari kelahirannya dengan tajuk Setu Legen.
Dalang Bergelar Doktor
Ki Warseno Slenk menjadi satu-satunya dalang di Indonesia yang bergelar doktor. Bos Radio Swara Slenk FM itu berhasil menyelesaikan ujian disertasi pada Rabu (09/11/2022) di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.
Warseno berhasil meraih gelar doktor setelah sebelumnya melakukan penelitian mengenai profesi dalang.
Joko Suharjanto, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS mengatakan Warseno menjadi satu-satunya dalang dengan gelar doktor. Disertasi yang diambil Warseno Slank juga cukup menarik dan belum pernah ada sebelumnya.
"Di antara para dalang, baru Ki Warseno yang bergelar doktor. Penelitiannya tentang akuntabilitas dalang dalam pagelaran wayang kulit. Menarik, karena belum ada yang meneliti, harapan saya itu bisa menjadi semacam rujukan jika nantinya ada yang meneliti mengenai dalang dan wayang," kata Joko.