Serang PKI Lewat Karikatur, Harmoko Dipuji: Perbuatan Berani
Karikatur itu tepat mengenai sasaran. Sejumlah kalangan yang antipati terhadap PKI, melayangkan pujian.
Harmoko tidak saja pandai merangkai kata dalam setiap tulisannya. Dia juga memiliki bakat membuat karikatur. Bahkan dia berani menggoreskan pena untuk menghasilkan karikatur yang menyerang Partai Komunis Indonesia PKI.
Ceritanya pada tahun 1960-an, terjadi polarisasi dalam politik dalam negeri. Terpecah ke dalam dua kutub besar. Situasi ini juga memengaruhi arah media massa.
-
Bagaimana Purwanto meninggal dunia? Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Nurhasan mengungkapkan, Purwanto meninggal dunia di Rumah Sakit Mitra Keluarga karena serangan jantung.
-
Kapan Purwanto meninggal dunia? Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto meninggal dunia pada Selasa (5/12) pukul 20.05 WIB.
-
Di mana Pak Haryono tinggal? Ia tinggal menetap pada salah satu lorong goa itu.
-
Kapan Dono Warkop DKI meninggal dunia? Tepat pada tanggal 30 Desember 2001, Dono Warkop meninggal dunia.
-
Siapa yang menjadi tokoh penting dalam pergerakan nasional Indonesia, yang juga terlibat dalam berdirinya PKI? Alimin bin Prawirodirjo, Tokoh PKI yang Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional Indonesia Seorang tokoh pergerakan nasional asal Surakarta ini terlibat aktif dalam pergerakan nasional Indonesia, organisasi politik maupun ikut serta dalam berdirinya PKI. Namanya mungkin tidak begitu dikenal masyarakat Indonesia, bahkan jarang sekali muncul di buku-buku sejarah. Namun, peran selama hidupnya cukup memberikan pengaruh besar terhadap bangsa dan negara ini.
-
Bagaimana Paguyuban Asep Dunia dibentuk? Adapun grup Asep Dunia ini dibentuk secara tidak sengaja di Facebook tahun 2008 lalu. Ketika itu penggagas, Asep Iwan Gunawan membuat postingan untuk mencari nama Asep lainnya di lingkar pertemanan. Melihat respon yang antusias, dirinya kemudian berkomunikasi lebih lanjut dengan Asep-Asep di Facebook hingga lahir lah Paguyuban Asep. Paguyuban ini menjadi organisasi yang berdiri melalui pertemuan rutin, sejak 1 Agustus 2010, melalui inisiasi beberapa Asep lainnya.
Sulit bagi media massa bersifat netral. Media massa seolah dipaksa memilih antara pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) atau anti-PKI. Saling serang antara media cetak dari kedua kutub besar menjadi sangat intens.
Saat rapat redaksi, pimpinan Harian Merdeka B.M Diah bertanya mengenai siapa yang bisa membuat karikatur. Tidak ada yang menjawab atau bereaksi. Bisa jadi karena bingung atau tidak memiliki kemampuan menggambar. Tiba-tiba Harmoko mengajukan diri.
"Beruntung, saya bisa mendayung di antara dua pulau: sebagai wartawan politik dan karikaturis politik. Saya diberi bakat lebih dari satu. Bukan hanya bisa menulis, juga melukis. Bakat yang mulai tampak sejak sekolah di Solo, lalu tersalurkan di Merdeka sebagai karikaturis," ungkap Harmoko dalam buku Autobiografi H. Harmoko: Bersama Rakyat ke Gerbang Reformasi.
Alasan Harmoko Serang PKI
Harmoko akhirnya ditunjuk menjadi karikaturis. Dia juga merangkap sebagai wartawan. Harmoko memanfaatkan karikatur sebagai pisau tajam dalam melawan propaganda ideologi komunis.
"Saya dipercaya Pak Diah untuk membuat karikatur. Selain menyalurkan bakat melukis, karikatur juga bisa saya pakai sebagai 'pisau tajam' untuk melawan misi politik PKI," ungkap Harmoko.
Harmoko meyakini, karikatur adalah senjata ampuh melawan aksi propaganda ideologi PKI. Dalam peperangan media cetak, karikatur lebih menarik dibandingkan tulisan.
karikatur hanya mengandalkan gambar dan minim kata. Tetapi tetap komunikatif. Para pembaca dapat menumbuhkan imajinasi dalam melakukan interpretasi mengenai maksud dari karikatur yang dimuat dalam media cetak.
Karikatur Serang PKI Dipuji
Harian Merdeka, Skripsi Mahasiswa UI©2023 Merdeka.com
Setelah dipercaya mengisi ruang karikatur di Harian Merdeka, Harmoko langsung ditugaskan merancang karikatur untuk menyerang ideologi PKI. Karikatur yang akan dimuat dalam edisi Rabu, 17 Juni 1964.
Karikatur pertama Harmoko menampilkan gambar seseorang memegang palu di tangan kanan dan arit di tangan kiri. Tubuhnya bertuliskan Aksi Sepihak. Selain itu juga terdapat tali kekang yang melilit tubuh bertuliskan rebelli.
Melalui karikatur ini, Harmoko ingin memperlihatkan bahwa Aksi Sepihak PKI merupakan kontra revolusi. Aksi yang didalangi tokoh besar di belakangnya. Karya pertamanya ini mendapatkan banyak pujian.
"Karikatur itu tepat mengenai sasaran. Sejumlah kalangan yang antipati terhadap PKI, melayangkan pujian terhadap karya pertama saya di Merdeka itu. Alasannya karena saat itu menyerang PKI merupakan perbuatan berani," kata Harmoko bangga.
Gambar Anjing Peliharaan PKI
Karikatur itu muncul lantaran Harian Merdeka merasa pers di bawah naungan PKI yakni koran Harian Rakyat kian gencar. Kondisi ini yang menggugah Harian Merdeka tidak tinggal diam. Bendera dikibarkan dan genderang perang ditabuh. Kondisi yang membuat Harmoko semakin berani mendesain karikatur sebagai misi penyerang balik ideologi PKI.
Harmoko membuat karikatur dengan menggambarkan Harian Rakjat sebagai 'anjing' PKI yang menggonggong setiap saat. Anjing tersebut digambarkan dengan lidah menjulur keluar dengan ekor bertuliskan 'Keseleo'. Maksud keseleo di sini adalah penjaga 'Pojok' Bintang Timur.
Terdapat gramafon di sisi kanan anjing dengan teks bertuliskan His (PKI) Master Voice dengan maksud ingin menggambarkan bahwa Harian Rakjat adalah 'piaraan' PKI.
Dalam menggambar karikatur, Harmoko memanfaatkan wawasannya saat menjadi wartawan politik. Sehingga dengan mudah dia bisa menuangkan wawasannya tentang politik ke dalam bentuk karikatur.
PWI Tengahi Merdeka dan Harian Rakyat
Perang pena dan karikatur antara Merdeka dengan Harian Rakjat berjalan sengit dan intens hingga Juli 1964. Harmoko terus memutar otak. Mencari ide untuk membuat karikatur sebagai serangan sekaligus balasan terhadap Harian Rakjat.
Melihat intensnya perang pena antara Merdeka dan Harian Rakjat, Kejaksaan Agung meminta PWI turun tangan meredakan ketegangan. Kedua media cetak yang bertindak menyambut baik imbuan tersebut, meski semangat secara tersirat tetap tidak mau berhenti.
"Saking gencarnya polemik kedua media, sampai-sampai Kejaksaan Agung RI mengimbau Merdeka dan Harian Rakjat agar menghentikannya."
Reporter Magang: Muhamad Fachri Rifki