Sosok Tentara & Isi Surat yang Berhasil Rayu Panglima Besar Soedirman Turun Gunung
Bersikeras terus melawan tentara Belanda, Panglima Besar Soedirman akhirnya mau datang ke Yogyakarta. Ada peran Kolonel Gatot Soebroto dan Letnan Kolonel Soeharto.
Bersikeras terus melawan tentara Belanda, Panglima Besar Soedirman akhirnya mau datang ke Yogyakarta. Ada peran Kolonel Gatot Soebroto dan Letnan Kolonel Soeharto.
Penulis: Hendi Jo
-
Dimana Inul Daratista dan Adam Suseno bertemu dengan Presiden Soeharto? Foto lawas yang diambil pada tahun 2003 ini menunjukkan momen ketika Inul dan Mas Adam diundang oleh Ibu Titiek Soeharto, sehingga mereka juga berkesempatan bertemu dengan Bapak Presiden Soeharto.
-
Apa yang pernah dititipkan Soeharto kepada Sudjono Humardani? Ceritanya pada tahun 1967, Sudjono pernah diberi tugas oleh Soeharto untuk meminjam topeng Gadjah Mada yang disimpan di Pura Penopengan Belah Batu Bali.
-
Siapa yang berencana meracuni Soeharto? Rupanya tamu wanita yang tidak kami undang itu berencana meracuni kami sekaluarga," kata Soeharto.
-
Kapan Titiek Soeharto menjenguk Prabowo Subianto? Dalam keterangan unggahan beberapa potret yang dibagikan, terungkap jika momen tersebut berlangsung pada Senin (1/7) kemarin.
-
Mengapa Soeharto dan keluarga Habibie menjadi dekat? "Hal ini patut saya kenang. Di rumah keluarga Habibie itu terdapat suasana yang membuat anggota Staf Brigade kami kerasan," kata Soeharto dikutip dari HMSoeharto.id.
-
Kapan Soeharto bertugas di Sulawesi Selatan? Soeharto dan keluarga BJ Habibie sudah saling kenal dan dekat sejak tahun 1950. Kala itu, Soeharto berdinas di Sulawesi Selatan dan kebetulan rumah BJ Habibie tepat di depan markasnya, Brigade Mataram.
Disepakatinya Perjanjian Roem-Royen pada 7 Mei 1949 membuat Panglima Besar Jenderal Soedirman bereaksi keras. Kepada jurnalis Rosihan Anwar yang mewawancarainya dua bulan kemudian, Soedirman menyebut perjanjian itu hanya merugikan posisi pemerintah Republik Indonesia. Dia juga menyoroti salah satu point yang menyebut TNI hanya sebagai 'segerombolan pengikut-pengikut bersenjata'.
"TNI dalam persetujuan tertulis tidak diberikan predikat sebagai tentara," ungkap Tjokropranolo dalam Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman: Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia (Kisah Seorang Pengawal).
Soal itu menyebabkan Soedirman kembali patah arang dengan upaya diplomasi.Sikap sombong pihak Belanda menjadikan komitmennya untuk 'Indonesia Merdeka 100%' kembali mengeras.
"Berjuanglah terus! Saya tetap memimpin kamu sekalian. Insya Allah, Tuhan melindungi perjuangan suci," ujar Soedirman dalam sebuah amanatnya kepada para komandan kesatuan.
Isi Surat: Agar Tak Mati Konyol
Kendati sudah beberapa kali disarankan dan dibujuk untuk turun gunung, Soedirman tetap memilih tetap di tengah-tengah anak buahnya. Lelaki bertubuh ringkih yang paru-parunya digerogoti penyakit TBC itu malah bersikap dingin kepada Sukarno-Hatta.
Namun pendiriannya mulai agak berubah ketika suatu hari dia mendapat sepucuk surat dari Kolonel Gatot Soebroto. Memang benar secara hierarki, Gatot adalah bawahannya. Tapi soal pengalaman hidup, Soedirman menilai Gatot melebihinya. Terlebih mereka sudah saling mengenal pribadi masing-masing.
"Tidak asing lagi saya, tentu saya juga memiliki pendirian begitu, semuanya Tuhan yang menentukan, tetapi sebagai manusia, kita diharuskan ikhtiar. Begitu juga dengan adikku, karena kesehatannya terganggu harus ikhtiar. Mengaso sungguh-sungguh, jangan mengaleh apa-apa. Laat alles wanier. Ini supaya jangan mati konyol, tetapi supaya cita-cita adik tercapai. Meskipun buahnya tidak turut memetik, melihat pohonnya subur, kita merasa gembira dan mengucapkan terimakasih kepada Yang Maha Kuasa. Ini kali, saya selaku saudara tua dari adik, minta ditaati…" demikian kata-kata Gatot Soebroto seperti termaktub dalam buku yang diterbitkan Kementerian Penerangan RI pada 1950, Djendral Soedirman, Pahlawan Sedjati.
Turun Gunung
Kekerasannya mulai mencair, saat pada 8 Juli 1949, bersama Rosihan Anwar dan fotografer Frans Mendoer, Letnan Kolonel Soeharto (salah satu perwira kepercayaannya) datang berkunjung. Menurut jurnalis sejarah Julius Pour, dalam pertemuan di Dusun Kredjo (masuk wilayah Gunung Kidul), Soedirman mengajukan tiga soal yang masih mengganjal hatinya untuk turun gunung.
Pertama, andaikan dia turun ke Yogyakarta, apakah Belanda tidak akan kembali melancarkan agresi. Kedua, dia meminta agar pemerintah menjaga kehormatan TNI di meja perundingan. Ketiga, bagaimana secara teknis TNI harus menjalankan gencatan senjata, sementara TNI tidak bertempur secara linier namun menjalankan sistem gerilya.
Soeharto lantas menjelaskan panjang lebar terkait pertanyaan-pertanyaan Soedirman tersebut. Secara pribadi, dia malah memberikan jaminan keamanan kepada panglimanya itu jika sudah berada di Yogyakarta. Begitu mendapat jawaban tegas dari Soeharto, Soedirman pun langsung meminta Kapten Tjokropranolo untuk mengadakan persiapan turun ke Yogyakarta.