Sosok Panglima Polem, Panglima Aceh yang Bergerilya Bersama Teuku Umar Melawan Belanda
Atas jasa serta perjuangannya, namanya kini diabadikan menjadi nama sebuah ruas jalan yang ada di Jakarta.
Atas jasa serta perjuangannya, namanya kini diabadikan menjadi nama sebuah ruas jalan yang ada di Jakarta.
Sosok Panglima Polem, Panglima Aceh yang Bergerilya Bersama Teuku Umar Melawan Belanda
Panglima Polem IX yang memiliki nama lengkap Teuku Panglima Polem Sri Muda Perkasa Muhammad Daud dikenal sebagai salah satu pejuang asal Aceh. Hingga kini tidak diketahui pasti tanggal dan tahun lahirnya.
Ia lahir dari kalangan kaum bangsawan. Ayah Panglima Polem bernama Panglima Polem VIII Raja Kuala yang merupakan anak dari Teuku Panglima Polem Sri Imam Muda Mahmud Arifin atau yang dikenal dengan Cut Banta.
Mahmud Arifin sendiri adalah Panglima Sagoe XXII Mukim Aceh Besar. (Foto: Wikipedia)
-
Siapa tokoh inspiratif dari Aceh yang melawan Belanda? Teuku Nyak Arif, sosok pejuang dan gubernur pertama Aceh. Saat kolonialisme menguasai tanah Aceh, muncul orang-orang yang ingin melawan dan mengusir Belanda dengan berbagai cara.
-
Siapa pahlawan nasional dari Sumatera Barat yang melawan Belanda? Sosok Ilyas Ya'kub mungkin masih belum begitu familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Ia merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia dari Sumatera Barat yang punya jasa besar dalam melawan Belanda.
-
Siapa pahlawan yang berjuang melawan penjajah di Sumatera Utara? Djamin Ginting adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Tanah Karo, Sumatra Utara.
-
Kenapa Teuku Nyak Arif berjuang melawan Belanda? Gemar membaca buku tentang politik dan pemerintahan, membuat jiwanya tergoyah untuk ikut perjuangan melawan penjajah.
-
Siapa yang memimpin perlawanan melawan Belanda? Ketika melawan Belanda, Radin Intan II dikenal sebagai sosok pemimpin panglima perang di usianya yang masih 16 tahun.
-
Siapa yang memimpin perang melawan Belanda? Perang Diponegoro (1825-1830) adalah konflik antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda yang dipicu oleh pemasangan patok-patok di lahan milik Diponegoro dan eksploitasi terhadap rakyat dengan pajak tinggi.
Panglima Polem dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia yang melawan penjajahan Belanda. Atas jasa serta perjuangannya, namanya kini diabadikan menjadi nama sebuah ruas jalan yang ada di Jakarta.
Semasa hidup, Panglima Polem juga pernah bergerilya bersama dengan Teuku Umar. Lantas, seperti apa sosok dan profil dari Panglima Polem ini? Simak informasi selengkapnya yang dihimpun dari beberapa sumber berikut ini.
Diangkat Menjadi Panglima
Panglima Polem diangkat menjadi panglima setelah sang ayah meninggal dunia. Ia resmi menyandang status sebagai panglima pada Januari 1891.
Setelah mendapat gelar panglima, ia kemudian mewarisi gelar Teuku Panglima Polem Sri Muda Perkasa Wazirul Azmi. Dalam perjuangannya, Panglima Polem mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak, salah satunya para ulama serta syekh Aceh.
Berjuang Bersama Teuku Umar
Setelah dirinya diangkat menjadi panglima, Belanda masih terus berusaha menebus pertahanan Aceh sampai tahun 1896. Teuku Umar yang saat itu bergerilya bersama 15 orang panglimanya pura-pura menyerah kepada Belanda.
Singkat cerita, Panglima Polem bersama dengan 400 pasukannya memutuskan untuk bergabung dengan Teuku Umar untuk melawan tentara Belanda. Dari peperangan itu banyak korban berjatuhan dari pihak Belanda, hampir ratusan orang mengalami luka-luka dan puluhan lainnya tewas.
Tahun 1897, Belanda melakukan balas dendam dengan menambah pasukan di wilayah Aceh. Sejak saat itu, intensitas serangan terhadap Belanda mulai menurun dan Teuku Umar pun mengambil inisiatif untuk mundur ke daerah Daya Hulu sekaligus meninggalkan pasukan Panglima Polem.
Pergi ke Daerah Pidie
Saat Belanda melakukan serangan dengan kekuatan 4 kompi Infanteri, mereka pun berhasil menguasai benteng yang didirikan oleh Panglima Polem. Pada Oktober 1897, wilayah Seulimeum akhirnya dikuasai oleh Belanda tanpa perlawanan.
Melihat kondisi yang sudah tidak memungkinkan, Panglima Polem terpaksa harus mundur dan pergi ke daerah Pidie. Sebulan berikutnya, Panglima Polem diterima oleh Sultan Aceh (Muhammad Daud Syah) dan mengadakan musyawarah bersama dengan tokoh pejuang lain.
Panglima Polem bersama Sultan Aceh pun menyusun strategi untuk melakukan penyerangan terhadap Belanda. Mereka memutuskan mundur ke daerah Gayo dan menetapkan daerah itu menjadi pusat pertahanan Aceh.
Berdamai Dengan Belanda
Belanda sempat melakukan ancaman kepada keluarga Sultan. Mereka berhasil menangkap istri Sultan, apabila sang suami tidak segera menyerahkan diri kepada Belanda dalam tempo satu bulan, maka kedua istrinya akan mati.
Mendengar kabar ancaman tersebut, sang Sultan terpaksa menyatakan damai kepada Belanda. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda mengasingkannya ke Ambon. Dari situlah Panglima Polem juga terpaksa ikut berdamai dengan Belanda pada 7 September 1903. Panglima Polem kemudian ditahan hingga ia meninggal dunia pada tahun 1939.