Ternyata Ada Suku di Indonesia Sehari-hari Menulis Pakai Aksara Korea
Di Indonesia, ada suku yang menggunakan aksara Korea (Hangeul) dalam penulisannya, yakni suku Cia-cia.
Di Indonesia, ada suku yang menggunakan aksara Korea (Hangeul) dalam penulisannya, yakni suku Cia-cia. Suku Cia-cia mendiami wilayah di Kota Baubau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Buton memiliki bahasa dan aksara sendiri, yaitu bahasa Wolio dengan aksara berupa huruf gundul Arab. Hal ini karena Buton memiliki catatan sejarah penting sebagai pusat penyebaran agama Islam.
-
Apa yang menarik dari penggunaan aksara Korea untuk bahasa Cia-Cia? Penggunaan aksara Korea atau Hangeul membuat bahasa Cia-Cia yang hampir punah kini mendapatkan perhatian kembali yang lebih besar.
-
Apa makna dari kata bijak Korea "가장 중요한 것은 지금 이 순간이다"? "가장 중요한 것은 지금 이 순간이다" - "Hal terpenting adalah saat ini."
-
Di mana penggunaan aksara Korea untuk bahasa Cia-Cia ini pertama kali muncul? Kebijakan penggunaan aksara Korea berawal dari sebuah Simposium Internasional Pernaskahan ke-9 pada 5 sampai 8 Agustus 2005.
-
Siapa Serka Sudiyono? Serka Sudiyono adalah anggota TNI yang bekerja sebagai Babinsa di Desa Kemadu, Kecamatan Sulang, Rembang.
-
Kenapa Curug Cimarinjung di Sukabumi terkenal? Memotret diri dengan keindahan ngarai dan air terjun akan membuat hasil foto pengunjung semakin istimewa.
-
Apa yang menjadi ciri khas Gereja Sidang Kristus di Sukabumi? Gereja Sidang Kristus tidak hanya memiliki lonceng bersejarah, tetapi juga terdapat jam menara yang lebih tua dari Jam Gadang di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
Sedangkan suku Cia-cia, Pancana, dan Wosai yang juga termasuk di Pulau Buton memiliki bahasa masing-masing, tetapi tidak memiliki aksara sendiri.
Salah satu yang paling unik adalah suku Cia-cia. Mereka memakai aksara hangeul dalam penulisannya. Mengapa?
Menurut buku Indonesia Poenja Tjerita, Suku Cia-cia memakai aksara hangeul karena jika menggunakan abjad Melayu, ada banyak kalimat atau kata yang tidak bisa ditulis dalam bahasa Cia-cia, sedangkan jika memakai aksara Arab gundul maka akan berbeda makna.
Oleh karena itu, ini menjadi permasalahan. Bagaimana caranya melestarikan bahasa daerah Cia-cia jika tidak dapat ditulis. Jumlah penutur bahasa Ciacia diperkirakan sekitar 93.000 orang. Namun, masyarakat Ciacia tidak memiliki tradisi budaya tulis yang berkembang.
Tradisi Kutika
Satu-satunya bentuk tradisi tulis mereka adalah kutika, yaitu semacam coretan-coretan yang ditorehkan pada sepotong papan kayu atau kertas yang mirip sebagai simbol.
- Kocak, Kelakuan Kiky Saputri Bikin Muntah-muntah Manajernya Gara-gara Diberi Bau Pusar
- Tak Hanya Suka Makanan Manis, Ini Ciri Orang yang Kecanduan Gula, Salah Satunya Suka Makanan Asin
- Mendag Sesumbar Indonesia Bisa Jadi Susul Korea Selatan Jadi Negara Maju
- FOTO: Kisah Masyarakat Baubau Sulawesi Tenggara Pakai Aksara Korea untuk Pertahankan Bahasa Cia-Cia
Biasanya, kutika dimiliki oleh orang yang dituakan dalam masyarakat.Melansir laman jendela.kemdikbud.go.id, penggunaan aksara Korea sebagai tulisan untuk bahasa Ciacia berawal dari Simposium Internasional Pernaskahan ke-9 yang berlangsung pada 5–8 Agustus 2005.
Setelah simposium, para peserta mengikuti tur keliling kota. Selama kegiatan tersebut, Chun Tai-Hyun, seorang pakar Bahasa Malaysia sekaligus Ketua Departemen Hunminjeongeum Research Institute, lembaga riset bahasa Korea, mengatakan adanya kesamaan pelafalan dan struktur bahasa antara suku Ciacia dan Korea.
Perkataan Chun Tai-Hyun diseriuskan oleh Wali Kota Baubau. Pada Agustus 2009 memutuskan kebijakan mengadaptasi aksara Korea (Hangeul) menjadi aksara Cia-cia.
Diajarkan di Sekolah
Akhirnya, dilakukan sebuah penelitian untuk memperdalam kasus adaptasi aksara Korea menjadi aksara Cia-cia. Penelitian dilakukan selama tujuh hari dari tanggal 15 sampai dengan 21 Desember 2013.
Kota Baubau bekerja sama dengan Hunminjeongeum Research Institute untuk menyusun bahan ajar muatan lokal yang menggunakan aksara Hangeul Korea dalam pembelajaran bahasa Ciacia.
Aksara ini diajarkan di sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga menengah atas. Sejak itulah nama Cia-cia populer di Korea.Banyak jurnalis Korea datang untuk meliput kehidupan masyarakat Cia-cia yang menggunakan aksara Hangeul.
Saat mengunjungi wilayah Cia-cia, orang Korea pun merasa akrab meskipun baru pertama kali berkunjung. Hal ini karena aksara Hangeul dapat ditemukan hampir di setiap sudut jalan, di mana papan petunjuk jalan memakai aksara Hangeul.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti