Kisah Perajin Bordir Tasikmalaya, Dulu Berjaya Kini Terkendala Mahalnya Bahan Baku
Tahun 1990-an menjadi masa kejayaan industri bordir di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Produk hasil rajutan mereka mampu terjual hingga ke berbagai daerah hingga mancanegara. Namun kondisi itu berubah setelah masa pandemi Covid-19.
Tahun 1990-an menjadi masa kejayaan industri bordir di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Produk hasil rajutan mereka mampu terjual hingga ke berbagai daerah hingga mancanegara. Namun kondisi itu berubah setelah masa pandemi Covid-19.
Beberapa tahun belakangan, geliat seni sulam kain ini tengah terpuruk bahkan beberapa di antaranya sampai menutup usaha. Permasalahannya terletak di mahalnya harga bahan baku berupa kain dan benang.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Apa nama surat kabar pertama yang terbit di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama “Mataram Courant” dan satunya lagi bernama “Bintang Mataram”.
-
Apa kabar terbaru dari Nunung? Nunung bilang badannya sekarang udah sehat, ga ada keluhan lagi dari sakit yang dia alamin. Kemo sudah selesai "Nggak ada (keluhan), karena kemo-nya sudah selesai sudah baik, aman, Alhamdulillah," tuturnya.
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
Yuyun Setiadi, menjadi salah satu pengusaha bordir yang masih terus bertahan di tengah kondisi yang sulit. Berikut kisah selengkapnya.
Kesulitan Bertahan
Nestapa industri bordir di Tasikmalaya ©2023 YouTube Liputan6 SCTV/Merdeka.com
Diungkapkan Yuyun, saat ini industri bordir sudah berbeda dari puluhan tahun lalu. Dulunya, kerajinan sulam kain itu mampu terjual ke berbagai wilayah.
Namun semenjak adanya pandemi Covid-19 yang berdampak ke perekonomian di banyak sektor, perajin seperti dirinya mulai kesulitan. Ini dipicu naiknya harga kain yang semula Rp5.000 per meter, kini Rp8.000. Sedangkan benang, yang tadinya Rp21.000 kini Rp28.000.
“Kondisi bordir saat ini sangat sulit, ini baru pertama kali saya rasakan setelah membuka usaha bordir di tahun 1990” katanya, dikutip dari kanal YouTube Liputan6 SCTV, Senin (30/1).
Mengurangi Biaya Operasional
Nestapa industri bordir di Tasikmalaya ©2023 YouTube Liputan6 SCTV/Merdeka.com
Turunnya penjualan bordir kemudian memaksanya untuk mengurangi biaya operasional. Salah satu langkah yang ia lakukan adalah dengan tidak mengoperasikan banyak mesin produksi.
Sebelum masa pandemi Covid-19, ia memiliki 8 unit computer untuk membantu kegiatan usahanya. Namun saat ini hanya tersisa tiga unit saja yang masih bisa dioperasikan.
Menurutnya dua tahun belakangan, antara biaya produksi dan hasil penjualan tidak sebanding. Sehingga Yuyun lebih memilih mengurangi biaya operasional agar tidak merugi.
“Dulunya tidak tersendat, dari zaman mesin manual sampai ke komputer, yang sebetulnya ada delapan, dan sekarang tinggal tiga. Namun setelah Covid-19 ini tidak sebanding biaya produksi dan biaya hasil jualan,” katanya lagi.
Menanti Kebijakan Nyata Pemerintah
Saat ini Yuyun bersama pengrajin bordir lainnya di Kota Tasikmalaya menanti bantuan nyata dari pemerintah, agar bisnis mereka bisa kembali berputar seperti dulu. Bantuan yang saat ini dibutuhkan di antaranya, subsidi untuk bahan baku dan pembatasan bahan impor.
Kampung Leuwidahu di Kota Tasikmalaya sendiri dulunya memproduksi banyak kain bordir, dengan ratusan unit mesin produksi. Namun saat ini hanya tersisa 20 unit yang masih bertahan.
Selain di Leuwidahu, Kecamatan Indihiang, perajin bordir juga banyak ditemui di Kecamatan Kawalu. Di sini, usaha tersebut kebanyakan diwariskan turun temurun. Ada banyak motif yang diminati oleh para konsumen. Namun yang masih tetap tinggi permintaannya adalah motif bunga.
Sebelumnya, seperti dikutip dari laman budaya-indonesia, usaha bordir di Kota Tasikmalaya sendiri sudah ada sejak tahun 1920-an. Usaha ini berawal dari salah satu warga setempat yang pulang kampung setelah bekerja di luar negeri.