Mengenal Stres Oksidatif beserta Dampaknya bagi Kesehatan Tubuh
Stres oksidatif dapat terjadi ketika ada ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh.
Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh Anda. Radikal bebas sendiri adalah molekul yang mengandung oksigen dengan jumlah elektron yang tidak merata.
Jumlah yang tidak merata ini memungkinkan mereka untuk bereaksi dengan mudah pada molekul lain. Radikal bebas dapat menyebabkan reaksi kimia berantai besar dalam tubuh Anda karena mereka sangat mudah bereaksi dengan molekul lain. Reaksi ini disebut oksidasi, dan bisa bermanfaat atau berbahaya.
-
Kenapa Padi Salibu dilirik Pemprov Jabar? Padi dengan teknologi salibu saat ini tengah dilirik Pemprov Jabar sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
-
Bagaimana Jaka Sembung melawan Ki Hitam? Akhirnya Jaka Sembung teringat pesan gurunya, Ki Sapu Angin yang menyebut jika ilmu rawa rontek bisa rontok saat pemiliknya tewas dan tidak menyentuh tanah. Di film itu, Jaka Sembung kemudian menebaskan parang ke tubuh Ki Hitam hingga terpisah, dan menusuknya agar tidak terjatuh ke tanah.
-
Kapan Rafathar potong rambut? 3 Namun, ternyata Raffi dan Nagita ingin anak mereka tampil berbeda menjelang Hari Raya Idul Fitri yang tidak lama lagi.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Raden Rakha lahir? Raden Rakha memiliki nama lengkap Raden Rakha Daniswara Putra Permana. Ia lahir pada 16 Februari 2007 dan kini baru berusia 16 tahun.
-
Apa itu jamak taqdim? Jamak Taqdim yaitu menggabungkan dua sholat dengan cara mengerjakannya di waktu sholat yang pertama.
Kemudian ada juga antioksidan, yaitu molekul yang dapat mendonorkan elektron kepada radikal bebas dengan tetap membuat dirinya stabil. Itulah kenapa, radikal bebas bisa menjadi stabil dan menjadi kurang reaktif ketika bersama antioksidan.
Stres oksidatif terjadi secara alami dan berperan dalam proses penuaan. Sejumlah besar bukti ilmiah menunjukkan bahwa stres oksidatif jangka panjang berkontribusi pada perkembangan berbagai kondisi kronis, seperti kanker, diabetes, dan penyakit jantung.
Berikut ini kami akan sampaikan lebih lanjut tentang stres oksidatif dan dampaknya bagi tubuh.
Stres Oksidatif
Stres oksidatif dapat terjadi ketika ada ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh.
Dikutip dari medicalnewstoday.com, sel-sel tubuh menghasilkan radikal bebas selama proses metabolisme normal. Namun, sel juga menghasilkan antioksidan yang dapat menetralisir radikal bebas ini. Secara umum, tubuh mampu menjaga keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas.
Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap stres oksidatif dan produksi radikal bebas yang berlebihan. Faktor-faktor ini mencakup diet, gaya hidup, hingga faktor lingkungan seperti polusi dan radiasi.
Respons imun alami tubuh juga dapat memicu stres oksidatif untuk sementara waktu. Jenis stres oksidatif ini menyebabkan peradangan ringan yang hilang setelah sistem kekebalan melawan infeksi atau saat memperbaiki cedera.
Stres oksidatif yang tidak terkontrol dapat mempercepat proses penuaan dan dapat berkontribusi pada perkembangan sejumlah kondisi.
Efek Stres Oksidatif
Efek stres oksidatif bervariasi dan tidak selalu berbahaya. Misalnya, stres oksidatif yang dihasilkan dari aktivitas fisik mungkin memiliki efek regulasi yang menguntungkan pada tubuh.
Olahraga meningkatkan pembentukan radikal bebas, yang dapat menyebabkan stres oksidatif sementara pada otot. Namun, radikal bebas yang terbentuk selama aktivitas fisik mengatur pertumbuhan jaringan dan merangsang produksi antioksidan.
Stres oksidatif ringan juga dapat melindungi tubuh dari infeksi dan penyakit. Dalam sebuah studi pada tahun 2015, para ilmuwan menemukan bahwa stres oksidatif membatasi penyebaran sel kanker melanoma pada tikus.
Namun, stres oksidatif jangka panjang juga dapat merusak sel-sel tubuh, protein, dan DNA. Ini dapat berkontribusi pada penuaan dan mungkin memainkan peran penting dalam pengembangan berbagai kondisi, seperti berikut ini:
Peradangan kronis
Infeksi dan cedera memicu respons imun tubuh. Sel-sel kekebalan yang disebut makrofag menghasilkan radikal bebas sekaligus melawan kuman yang menyerang. Radikal bebas ini dapat merusak sel-sel sehat, sehingga menyebabkan peradangan.
Dalam keadaan normal, peradangan akan hilang setelah sistem kekebalan menghilangkan infeksi atau memperbaiki jaringan yang rusak. Namun, stres oksidatif juga dapat memicu respons inflamasi, yang, pada gilirannya, menghasilkan lebih banyak radikal bebas yang dapat menyebabkan stres oksidatif lebih lanjut, sehingga ini akan menciptakan siklus.
Peradangan kronis akibat stres oksidatif dapat menyebabkan beberapa kondisi, seperti diabetes, penyakit kardiovaskular, dan radang sendi.
Penyakit neurodegeneratif
Otak sangat rentan terhadap stres oksidatif karena sel-sel otak membutuhkan sejumlah besar oksigen. Menurut sebuah tinjauan tahun 2018, otak mengonsumsi 20 persen dari jumlah total oksigen yang dibutuhkan tubuh sebagai bahan bakar dirinya sendiri.
Sel-sel otak menggunakan oksigen untuk melakukan aktivitas metabolisme intensif yang menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas ini membantu mendukung pertumbuhan sel otak, neuroplastisitas, dan fungsi kognitif.
Ketika mengalami stres oksidatif, radikal bebas berlebih dapat merusak struktur di dalam sel otak dan bahkan menyebabkan kematian sel, sehingga dapat meningkatkan risiko penyakit Parkinson.
Stres oksidatif juga mengubah protein esensial, seperti peptida amiloid-beta. Menurut satu tinjauan sistematis tahun 2018, stres oksidatif dapat memodifikasi peptida dengan cara berkontribusi pada akumulasi plak amiloid di otak. Ini adalah penanda utama penyakit Alzheimer.
Cara Mencegah
Penting untuk diingat bahwa tubuh tetap membutuhkan radikal bebas dan antioksidan. Memiliki terlalu banyak atau terlalu sedikit dari keduanya dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Gaya hidup dan langkah-langkah diet dapat membantu mengurangi stres oksidatif dalam tubuh, seperti:
- makan makanan yang seimbang dan sehat yang kaya buah-buahan dan sayuran
- membatasi asupan makanan olahan, terutama yang tinggi gula dan lemak
- berolahraga secara teratur
- berhenti merokok
- mengurangi stres
- menghindari atau mengurangi paparan polusi dan bahan kimia keras
Mempertahankan berat badan yang sehat dapat membantu mengurangi stres oksidatif. Menurut tinjauan sistematis tahun 2015, sel lemak berlebih menghasilkan zat inflamasi yang memicu peningkatan aktivitas inflamasi dan produksi radikal bebas dalam sel kekebalan.