Pesan Kebaikan di Balik Menu Lalapan Khas Sunda, Jaga Ketahanan Pangan Lewat Alam
Selain dikenal sebagai makanan pendamping saat orang Sunda makan, ternyata lalapan memiliki pesan kebaikan dan juga upaya ketahanan pangan bagi masyarakat Jawa Barat.
Masyarakat Sunda memang terkenal dengan kegemarannya menyantap sayuran mentah maupun sayuran rebus sebagai pendamping makanan utama. Kudapan khas bernama lalapan ini ternyata sukses menjadi kawan bersantap andalan mayoritas masyarakat di Jawa Barat.
Namun, tahukah bagaimana lalapan bisa sangat identik dengan masyarakat Sunda tersebut? Usut punya usut, memakan lalapan sudah menjadi kebiasaan sejak seribu tahun lalu.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa yang dibahas Indonesia di Sidang Umum ke-44 AIPA di Jakarta? “AIPA ke-44 nanti juga akan membahas persoalan kesejahteraan, masyarakat, dan planet (prosperity, people, and planet),” kata Putu, Rabu (26/7/2023).
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Apa yang terjadi di Bukber Kabinet Jokowi? Bukber Kabinet Jokowi Tak Dihadiri Semua Menteri 01 & 03, Sri Mulyani: Sangat Terbatas
-
Apa yang ingin disampaikan oleh jargon "Nusantara Baru, Indonesia Maju" di HUT ke-79 RI? Jargon ini menggarisbawahi aspirasi bangsa untuk memasuki era baru dengan semangat pembaruan dan kemajuan. Jargon ini tidak hanya merayakan pencapaian kemerdekaan yang telah diraih, tetapi juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berfokus pada transformasi yang lebih besar. "Nusantara Baru" mencerminkan tekad untuk memperkuat kekayaan budaya dan potensi lokal di seluruh penjuru Indonesia, sementara "Indonesia Maju" menekankan pentingnya inovasi dan pembangunan berkelanjutan untuk menghadapi tantangan masa depan.
-
Mengapa netizen heboh dengan kabar tersebut? Postingan tersebut langsung membuat heboh netizen, terutama para penggemar dan pengikutnya di Instagram.
Sejarah Lalapan
Prasasti Taji via metrum.co.id
©2020 Merdeka.com
Dilansir dari Dream.co.id, sejarah lalapan ternyata sudah tertuang dalam catatan historis "Prasasti Taji" yang menurut sejarawan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran, Fadly rahman sudah ada sejak abad ke-10.
Menurut Fadli, pada saat itu masyarakat menganggap lalap tidak hanya berwujud daun-daunan seperti daun singkong, pepaya, atau selada, melainkan umbi-umbian, buah muda, bunga, hingga biji-bijian juga kerap disebut lalapan.
Selain itu, pada abad ke-15 terdapat sebuah naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang mengungkap tentang beragam rasa dari masakan di Sunda. Menurutnya masakan Sunda pada saat itu terdapat beragam rasa yang identik, yaitu lawana (asin), kaduka (pedas), tritka (pahit), amba (masam), kasaya (gurih), dan madura (manis).
Pembiasaan Orang Tua Agar Anak Bisa Makan Sayur
Dilansir dari Goodnewsfromindonesia.id, salah satu pesan kebaikan dari mengonsumsi lalapan adalah bentuk pembiasaan dari para orang tua. Di mana tujuannya agar anak mengonsumsi sayuran ketika melihat orang tuanya gemar memakan lalapan.
“Kalau aku sih diceritainnya biar kita suka makan sayur. Dan sayur kan ngenyangin, jadi alibi orang tua biar anaknya ga minta jajan lagi,” ujar Dini, masyarakat asli Jawa Barat yang menggemari lalapan.
Sinergisitas Dengan Alam
topbusiness.id ©2020 Merdeka.com
Menurut Unus Suriawiria, selaku Pakar Mikrobiologi, Institut Teknologi Bandung, dalam karya tulisnya menyebutkan jika 60 dari 80% makanan masyarakat Sunda di Jawa Barat berasal dari tumbuh-tumbuhan serta umbi-umbian.
Dalam bukunya yang berjudul "Lalab dalam Budaya dan Kehidupan Masyarakat Sunda", Ia juga menuliskan jika lalapan merupakan bentuk ketahanan pangan bagi masyarakat Sunda di Jawa Barat dengan melimpahnya ketersediaan tumbuh-tumbuhan dan kacang-kacangan di provinsi yang mayoritas merupakan wilayah dataran tinggi tersebut.
Berangkat dari situ, masyarakat Sunda pun seakan terbiasa untuk membedakan jenis-jenis tumbuhan di alam, baik yang bisa dimakan maupun tidak melalui kebiasaan mengonsumsi lalapan.
Merupakan Bentuk Moral Antara Manusia dengan Ciptaan Tuhan
Senada dengan Unus, Samson cms yang merupakan seorang pengamat budaya serta dosen dari Universitas Padjajaran mengungkapkan bahwa dalam kultur Sunda, budaya tidak hanya terkait suku atau etnis semata. Melainkan terdapat unsur kebaikan dan keburukan yang salah satunya berasal dari kebiasaan menyantap lalapan.
Menurutnya, terdapat 6 aspek kemanusiaan yang terkandung dalam Sad Rasa Kemanusiaan. Lebih lanjut Samson menjelaskan jika aspek tersebut merupakan hakikat manusia yang wajib dijalankan ketika ia dilahirkan ke dunia.
Enam nilai aspek kemanusiaan tersebut yang pertama adalah moral manusia terhadap Tuhan. Dari sini bisa tercermin bahwa manusia harus menghormati setiap kehendak yang diberikan oleh Tuhan. Kedua adalah moral manusia terhadap pribadinya (pemenuhan hak yang dibutuhkan dalam hidup). Ketiga, moral manusia dengan manusia lain (nilai interaksi). Keempat, moral manusia terhadap waktu. Kelima, moral manusia terhadap alam dan terakhir moral manusia terhadap kesejahteraan lahir batin.
Keenam aspek tersebut merupakan nilai dari harmonisitas yang dibangun oleh masyarakat sunda lebih dari 900 tahun lalu melalui rasa saling memberi dan memanfaatkan alam sebagai sumber kehidupan (penyediaan makanan) dan merupakan bentuk rasa syukur terhadap sang pencipta.
Hidup Dalam Kesederhanaan
indonesiakaya.com ©2020 Merdeka.com
Selain itu, dalam lalapan juga mengandung nilai kesederhanaan yang membuat siapapun yang mengonsumsinya menjadi sehat. Masyarakat Sunda tidak perlu membuat makanan dengan berbagai bahan yang rumit.
Berbekal sayuran, beberapa jenis tumbuhan, serta umbi-umbian sudah bisa dijadikan makanan untuk bertahan hidup dan menjaga originalitas masyarakat Sunda yang memegang teguh unsur kebudayaannya.