813 Warga Jakarta Terjangkit DBD, Penderita Terbanyak di Kalideres
Awal tahun 2019 ini, sebanyak 813 warga Jakarta terdata menderita demam berdarah. Hal itu terhitung meningkat sebanyak 151 orang dari data awal yakni 662 orang.
Awal tahun 2019 ini, sebanyak 813 warga Jakarta terdata menderitademam berdarah dengue (DBD). Hal itu terhitung meningkat sebanyak 151 orang dari data awal yakni 662 orang.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Widyastuti menyampaikan, penderita demam berdarah terbanyak ada di kecamatan Kalideres dengan 104 orang. Disusul Cengkareng dengan 60 orang dan Jagakarsa 51 orang.
-
Apa yang dimaksud dengan DBD? Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi penyakit yang sering disalahpahami oleh masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa seseorang yang pernah terkena DBD tidak akan terinfeksi lagi karena sudah kebal terhadap virus dengue.
-
Bagaimana cara DBD ditularkan? Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan utama di berbagai negara tropis dan subtropis, terutama di Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika.
-
Kapan gejala DBD muncul? Setelah terinfeksi, seseorang dapat mengalami gejala DBD dalam beberapa hari.
-
Kapan kasus DBD biasanya meningkat? Tren peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu terjadi di musim hujan, dan penyakit ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
-
Apa saja gejala DBD pada anak? Gejala penyakit DBD atau demam berdarah dengue pada anak antara lain adalah sebagai berikut: Demam tinggi. Anak akan mengalami demam tinggi hingga mencapai 40°C selama 2-7 hari. Demam ini bisa memiliki pola pelana kuda, yaitu demam naik turun dengan fase kritis di saat suhu menurun.
-
Bagaimana cara terbaik untuk mencegah DBD? Langkah pencegahan yang tepat sangat penting untuk mencegah terjangkitnya kembali DBD. Salah satu cara efektif yang dapat dilakukan adalah melalui vaksinasi.
"Penderita di Kecamatan Cipayung sebanyak 41 orang dan di Kebayoran Baru sebanyak 39 orang," tutur Widyastuti saat dihubungi, Jumat (1/2).
Widyastuti menyebut, pendataan wilayah rawan demam berdarah terus dilakukan dengan maksimal. Dia menilai upaya antisipasi dengan fogging dirasa belum cukup menangkal penyebaran penyakit tersebut.
"Iya (enggak efektif). Kita sampaikan warga fogging itu bukan untuk pencegahan," jelas dia.
Menurutnya, fogging yang dilakukan dengan intens dapat membuat nyamuk menjadi lebih kebal dengan asapnya. "Kayak obat kalau diminum tanpa indikasi yang kuat lama-lama nyamuk itu bandel," kata Widyastuti.
Untuk pencegahan demam berdarah, pihaknya berupaya menyebarluaskan informasi kepada masyarakat menggunakan media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) hingga media sosial. Isinya terkait waspada penyakit demam berdarah berikut pengendaliannya yakni lewat Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
"Peningkatan sistem kewaspadaan dini penyakit DBD melalui penguatan jejaring pelaporan kasus berbasis rumah sakit," terang Widyastuti.
Masyarakat juga diimbau turut menyebarluaskan informasi tersebut dan diminta aktif melakukan upaya pengendalian demam berdarah lewat 3 M. Yaitu menguras, menutup dan mendaur ulang tempat nyamuk berkembang biak.
Tidak ketinggalan, pihaknya mengimbau warga rutin memeriksa jentik bersama Juru Pemantau Jentik (Jumantik) minimal seminggu sekali.
"Serta pemutusan mata rantai penularan dengan fogging fokus pada kasus DBD dengan hasil Penyelidikan Epidemiologi positif," Widyastuti menandaskan.
Reporter: Nanda Perdana Putra
Sumber : Liputan6.com
Baca juga:
Satu Warga di Kupang Meninggal Akibat DBD
224 Kasus DBD Terjadi di Kota Bandung
Kamar Penuh, Pasien DBD Dirawat di Selasar RSU Tangsel
Wabah Demam Berdarah Dengue Muncul Karena Perilaku Masyarakat yang Acuh
Dinkes Jateng Tetapkan Lima Daerah Waspada DBD Usai 12 Warga Meninggal Dunia