Ahok tantang DPRD DKI buka-bukaan soal korupsi UPS
Ahok mengaku justru senang jika dipanggil oleh DPRD DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku justru senang jika dipanggil oleh DPRD DKI Jakarta. Sebab dalam pertemuan tersebut nantinya Ahok justru bisa membongkar praktik korupsi anggaran UPS.
"Kalau mereka panggil saya, maka saya demen (suka) banget supaya ketahuan nih oknum-oknum DPRD itu gobloknya minta ampun yang nuduh seperti itu. Jadi saya bisa buktikan," kata Ahok di Balai Kota DKI, Jakarta, Jumat (31/7).
Ahok menyangkal dirinya telah menyepakati adanya pengadaan UPS dalam APBD Perubahan DKI Jakarta tahun anggaran 2014. Ahok mengklaim Justru berada pada pihak yang mencegah adanya dana liar tersebut.
"Nah kasus UPS, dalam nota kesepahaman kan sudah saya coret di 2014 awal, saya ganti Pak Lasro di dalam. Lalu Pak Lasro mencoret ada Rp 3,4 triliun atau berapa itu. Lalu kita mau buat APBD-P," tuturnya.
Ahok bersikukuh akan tetap datang jika benar-benar dipanggil DPRD DKI. Asalkan, prosedur pemanggilan sesuai dengan mekanisme yang ada. Menurutnya UPS merupakan bagian dari RAPBD yang tak sesuai kebutuhan masyarakat.
"Ada enggak aspirasi masyarakat nyuruh beli UPS? Enggak ada. Ini ngarang sendiri semua. Ngaco saya bilang kalau ngotot begitu. Saya demen banget kamu (DPRD) panggil. Saya sudah nantang dulu buka-bukaan, kamu (DPRD) enggak berani kok waktu hak angket," tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Abraham Lunggana atau Haji Lulung beranggapan, seharusnya yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi pengadaan UPS dalam APBD Perubahan DKI Jakarta tahun anggaran 2014, adalah Ahok. Menurutnya, tuduhan yang tepat kepada Ahok agar bisa dijadikan tersangka dalam kasus tersebut karena mantan Bupati Belitung Timur itu melakukan pembiaran dalam hal pengawasan dan tidak melakukan pencegahan hingga terjadinya kasus korupsi tersebut.
"Menurut saya, mestinya Ahok jadi tersangka. Ahok itu tidak pernah memberantas korupsi, karena korupsi ada di eksekutif," kata Lulung di Gedung DPRD DKI Jakarta.
"Mestinya pemberantasan korupsi itu diawali pencegahan. Kalau dia tidak mencegah, berarti dia melakukan pembiaran," katanya menambahkan.
Lulung beranggapan, sebagai penanggung jawab utama pemakaian anggaran APBD Perubahan tahun anggaran 2014 di DKI Jakarta, Ahok yang saat itu menjabat sebagai pelaksana tugas (Plt) Gubernur, harus bertanggung jawab atas adanya kasus korupsi tersebut. Menurut politisi PPP tersebut, jika saja Ahok berhati-hati dalam mengesahkan proyek pengadaan UPS tersebut, maka tentunya kasus korupsi ini tidak akan terjadi pada tahun anggaran 2014 yang lalu.
"Karena pengguna anggaran adalah eksekutif, mekanisme pembahasan APBD itu jadi tanggung jawabnya DPRD sebatas persetujuan di paripurna. Menyangkut kasus UPS, harusnya eksekusi terakhir dilakukan oleh unit masing-masing, dan yang bertanggung jawab Gubernur," ujar Lulung.
"Kalau Gubernur waspada, sebenarnya kasus ini tidak mungkin terjadi. Kalau ini terjadi korupsi UPS, berarti ada pembiaran dari Gubernur kepada terjadinya kasus UPS hari ini," pungkasnya.