Bajaj biru saksi bisu ayah dan anak bertahan hidup di ibu kota
Bajaj biru saksi bisu ayah dan anak bertahan hidup di ibu kota. Dulu, Amat bersama ayahnya tinggal di rumah neneknya di kawasan Tanah Tinggi, Johar Baru. Hidup di tengah keprihatinan tetap membuat Riwayudi dan Amat bersyukur. Riwayudin merasa lebih bersyukur karena Amat tidak pernah mengeluh hidup susah bersamanya.
Orang bilang hidup di Jakarta itu keras. Perumpamaan itu mungkin ada benarnya saat melihat bagaimana Riwayudin (54) dan anaknya Muhammad Irwan (11) atau dipanggil Amat berjuang hidup di tengah hiruk pikuk dan keramaian ibu kota.
Tak memiliki tempat tinggal, membuat keduanya hidup lebih semangat. Mereka memilih tinggal di bajaj selama hampir 11 tahun. Dari bajaj biru itu pula cerita kehidupan Wayudin dan Amat dimulai setiap harinya.
"Kami udah dari tahun 2007 hidup di bajaj, sejak Amat usianya masih satu tahun," kata Riwayudin menceritakan kisahnya saat ditemui sejumlah wartawan di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Selasa (27/9).
Dahulu, kata pria asli Betawi, dia bersama Amat itu tinggal di rumah orangtuanya di kawasan Tanah Tinggi, Johar Baru. Namun setelah orangtuanya meninggal, Riwayudin memutuskan agar rumah tersebut dijual.
"Alasannya karena perebutan tanah. Saudara saya ada belasan," tuturnya.
Sejak saat itu, dia memutuskan untuk mencari nafkah dengan menarik bajaj sewaan. Karena tidak punya tempat tinggal lain, bajaj itu pun dia jadikan 'rumah' tempatnya beristirahat saat malam tiba.
Namanya hidup di bajaj, tentu keadaannya tak senyaman di rumah. Kondisi seadanya membuat Riwayudin dan Amat mencoba bertahan demi melanjutkan kehidupan.
"Harus sering siapin plastik sama kardus. Kalau ujan, ini ditutupin pakai plastik," ujar Riwayudin dengan senyum ringan di wajahnya.
Hidup di tengah keprihatinan tetap membuat Riwayudi dan Amat bersyukur. Riwayudin merasa lebih bersyukur karena Amat tidak pernah mengeluh menjalani hidup susah bersama. Bahkan di wajahnya selalu ada kegembiraan yang dijadikannya sebagai obat penyemangat kerja.
"Saya sih yang penting punya pekerjaan, bisa mengurusi anak saya. Semoga dia jadi anak soleh, berbakti pada orangtua, rajin belajarnya," katanya.
Kini, Riwayudin dan Amat tidak perlu lagi merasakan tidur di bajaj yang sempit. Kemarin, mereka baru mendapat bantuan tempat tinggal kontrak dari Dinas Sosial secara gratis selama setahun ke depan. Riwayudin pun memilih tempat tinggal di Tanah Tinggi, Johar Baru, supaya bisa dekat lagi dengan keluarga besarnya di sana. Dia merasa bersyukur, karena kini anaknya tidak usah merasakan resahnya tidur di bajaj lagi.
"Saya udah tua. Saya hanya senang, karena yang penting Amat bahagia," ujarnya.
Dia berkata, dia akan terus berusaha memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan Amat, bagaimana pun kondisi keadaannya. "Saya enggak bakal nyerah," ujarnya.