Jalan A.H Nasution tuai polemik di Jakarta
Penolakan juga datang dari seniman Betawi dan Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Jakarta, Yahya Andi Saputra. Dia mengatakan, sangat menyesalkan kebijakan aparat Pemprov DKI Jakarta, yang seharusnya ikut mendukung kebudayaan Betawi.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah melakukan pembahasan usulan perubahan nama Jalan Raya Mampang-Warung Buncit menjadi Jalan Besar DR A.H Nasution. Usulan tersebut disampaikan Ikatan Keluarga Nasution (Ikanas).
Bahkan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno tidak masalah dengan usulan tersebut. Namun, belum sempat dibahas beberapa komunitas masyarakat Betawi tidak setuju dengan rencana tersebut.
-
Kapan rumah Anies Baswedan dibangun? Rumah iini dulunya adalah joglo padepokan dan dibangun pada tahun 1743.
-
Siapa yang Anies Baswedan ajak untuk menyampaikan pesan perubahan? Anies mengajak kader dan pengurus PKS untuk menyampaikan kepada tetangganya tentang perubahan.
-
Kapan Anies Baswedan dilahirkan? Ia lahir pada tanggal 7 Mei tahun 1969, di Desa Cipicung, Kuningan, Jawa Barat.
-
Siapa yang dijemput Anies Baswedan? Calon Presiden (Capres) nomor urut satu Anies Baswedan mendatangi kediaman Calon Wakil Presiden (Cawapres) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di Jalan Widya Chandra IV Nomor 23, Jakarta Selatan, Jumat (22/12).
-
Apa alasan yang diklaim di balik penetapan Anies Baswedan sebagai tersangka? Video itu bisa dilihat di akun YouTube KOMPAS TV berjudul "Disebut Jokowi Jadi Opsi, Erick Thohir Ungkap Kendala JIS Jadi Venue Piala Dunia U17." Sedangkan narator dalam video, membacakan ulang artikel berjudul "JIS dan Erick Thohir Antara Niat Baik dan Unsur Politik," artikel itu membahas soal kekurangan JIS yang diunggap PSSI dan Kementerian PUPR yang disebut tidak sesuai dengan standar FIFA.
-
Apa yang menjadi dorongan Anies Baswedan untuk melakukan perubahan? Baginya, semangat kader PKS Sulsel tersebut menjadi dorongan untuk melakukan perubahan. "Sinar matahari itu malah membangkitkan semangat bapak dan ibu. Izinkan pada kesempatan ini sekalian kita mendorong perubahan."
Mereka yang menolak rencana tersebut antara lain Betawi Kita, Baca Betawi, Forum Jurnalis Betawi, Pustaka Betawi, dan sebagainya. Bahkan mereka mengajukan petisi penolakan pergantian nama di salah satu kampung Betawi ini.
Salah seorang pendukung petisi yang juga Sejarawan, JJ Rizal mengatakan, dalam 25 tahun terakhir, banyak nama-nama kampung dan jalan-jalan yang mengacu pada memori kolektif masyarakat Betawi lenyap. Seperti Kampung Dua Ratus di Pondok Gede, Jakarta Timur, yang hilang dan kini masuk Kelurahan Halim. Kemudian Kampung Pecandran dan Kampung Petunduan, yang bukan hanya namanya, tapi kampungnya secara fisik pun hilang.
JJ Rizal �2012 Merdeka.com/djoko poerwanto
Padahal toponimi di belahan dunia mana pun selalu berkait dengan asal-usul dan sejarah tempat tersebut. Ada alasan dan latar belakang tertentu, kenapa suatu nama dijadikan nama kampung atau lokasi tertentu. Maka itu, nama-nama kampung yang berbau lokal ini sangat penting sebagai bagian dari sejarah penduduk Jakarta.
"Pembangunan bukan saja membuat orang Betawi tergusur dari kampung kelahirannya, tapi lebih mengenaskan lagi, memori sejarah mereka yang hidup di dalam nama-nama jalan dan kampungnya pun dihilangkan. Mengingat salah satu janji politik Gubernur Anies Baswedan adalah merayakan kebudayaan Betawi dan mengangkat harkat martabat orang Betawi, maka kami menilai salah satu langkah penting dari hal itu adalah menyelamatkan sejarah orang Betawi yang hidup di dalam nama-nama kampung. Bukan malah menggantinya atau membiarkan diganti," ujar JJ Rizal pada Merdeka.com.
Hemat Bang Rizal, sebaiknya pemerintah kota mencarikan tempat lain yang tidak menyimpan memori kolektif warga Betawi, demi menghormati jasa pahlawan nasional Jenderal AH Nasution.
Kemudian penolakan juga datang dari seniman Betawi dan Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Jakarta, Yahya Andi Saputra. Dia mengatakan, sangat menyesalkan kebijakan aparat Pemprov DKI Jakarta, yang seharusnya ikut mendukung kebudayaan Betawi. Upaya penggantian nama jalan yang merupakan identifikasi dari nama kampung seperti yang terlihat saat ini pada Jalan Mampang dan Warung Buncit Raya, sangat kami sesalkan.
"Kami memohon agar gubernur menyetop upaya penggantian nama Jalan Mampang dan Buncit Raya itu, karena merupakan manifestasi dari nama-nama kampung Betawi," pungkas dia.
Sebelumnya, Anies menyambut baik usulan nama pahlawan yang mendapat gelar jenderal besar tersebut. Menurut Anies, pertimbangan nama A.H Nasution dijadikan jalan lantaran peran jenderal TNI itu dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia patut dikenang.
"Abdul Haris Nasution justru beliau belum dikenang sebagai salah satu nama jalan. Nama jalan tentu simbolik, tapi simbol itu akan mengingatkan akan perannya, dan kita ingat di periode periode kritis AH Nasution mengambil peran yang penting," katanya.
Mantan Menteri Pendidikan ini mengatakan, A.H Nasution adalah seorang jenderal yang berhasil merumuskan pengalaman gerilyanya dijadikan buku. Buku itu dipakai sebagai pelatihan militer dunia terkait perang gerilya.
"Ini saya rasa satu dari sedikit orang yang pengalaman perangnya itu menjadi buku referensi. Kita ingin menghormati beliau," kata dia.
Usulan ini tertuang dalam surat edaran nomor 53.11.811.2 dengan subjek perubahan nama Jalan. Dalam surat itu disebut sesuai dengan instruksi Wali Kota administrasi Jakarta Selatan Nomor 3 tahun 2018 tentang pelaksanaan kajian dan sosialisasi atas permohonan perubahan nama jalan dan meminta pihak terkait untuk memberikan persetujuan.
Dalam usulan tersebut dimintakan nama Jalan A.H Nasution dimulai dari perempatan Kuningan/Gatot Subroto sampai dengan perbatasan Jalan Letjend Simatupang.
Baca juga:
Anies tak mau gegabah ubah nama Jl Mampang-Buncit jadi Jl AH Nasution
Komunitas Betawi protes Pemprov DKI ubah nama Jalan Mampang-Warung Buncit
Sandiaga setuju A.H Nasution jadi nama jalan
Anies pertimbangkan A.H Nasution jadi nama jalan karena jasanya untuk bangsa
Ikanas usul nama Jenderal Besar AH Nasution jadi nama jalan di Jakarta