Mengupas Sejarah Rel Trem Era Belanda di Proyek MRT Jakarta, Ada yang dari Kayu Jati
Secara total terdapat lebih kurang 118 span rel atau sepanjang 1,4 kilometer yang akan direlokasi dan dilestarikan dengan baik.
PT MRT Jakarta tengah menyelesaikan pembangunan rute Fase 2A CP (contract package) 202. Paket kontrak ini meliputi pembangunan tiga stasiun.
Tiga stasiun itu adalah Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, dan terowongan sepanjang sekitar 1,2 kilometer. Adapun peresmian pembangunan paket kontrak ini telah dilakukan di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat pada Sabtu (10/9) lalu.
-
Apa yang ditemukan di situs sejarah di Desa Ngloram? Di tengah situs itu terdapat tumpukan batu yang berundak. Di sana terdapat makam yang tak diketahui pemiliknya. Di bawahnya terdapat tumpukan bata yang membatasi punden dengan bidang kosong. Di sebelah kiri agak ke bawah terdapat gundukan bata yang disebut dengan Punden Ngloram.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
-
Bagaimana sejarah Museum di Puro Mangkunegaran? Museum ini terletak tak jauh dari Balai Kota Solo, berdasarkan sejarahnya, museum ini sudah dibangun sejak tahun 1867 dan dulunya digunakan sebagai kantor untuk De Javasche Bank Agentschap Soerakarta.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Bagaimana menara tersebut di gambarkan dalam sumber sejarah? Menara ini memiliki empat sisi yang tergambar dengan jelas dalam ilustrasi kuno.
©Liputan6.com/Faizal Fanani
Dalam pembangunannya, MRT menemukan rel trem sepanjang 1,4 kilometer. Pihak MRT kemudian menggandeng tim ahli arkeologi dan kontraktor pelaksana, Shimizu-Adhi Karya Joint Venture (SAJV), menyusun metode pekerjaan penyelamatan temuan rel trem tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Koordinasi rutin juga dilakukan dengan instansi terkait seperti Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Terdapat enam titik eskavasi ditemukannya rel trem di area pembangunan CP202 dengankedalaman 27 sentimeter.
"Terdapat enam titik eskavasi ditemukannya rel trem di area pembangunan CP202 dari total delapan titik ekskavasi yang dilakukan, yaitu di area pembangunan Stasiun Harmoni sebanyak dua dari tiga titik. Area pembangunan Stasiun Sawah besar dua titik, dan area pembangunan Stasiun Mangga Besar dua dari tiga titik," kata Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta (Perseroda) Silvia Halim dalam rilis resminya, dikutip Rabu (16/11).
©Liputan6.com/Faizal Fanani
Silvia mengatakan, secara total terdapat lebih kurang 118 span rel atau sepanjang 1,4 kilometer yang akan direlokasi dan dilestarikan dengan baik. Komponennya terdiri dari batang rel, lempengan penyambung batang rel, bantalan rel yang terbuat dari kayu dan baja, baut dan sekrup, serta penambat rel dan batuan ballast.
Rel Trem Terpasang Sejak Tahun 1932
Salah satu anggota tim arkeologi, Charunia Arni Listya mengatakan, rel trem yang ditemukan di Stasiun Harmoni sudah ada sejak tahun 1932. Kemudian lokomotifnya diimpor dari Jerman dan gerbongnya dari Belgia dan Belanda.
"Ini dari awal abad 20 sampai sekarang, jadi, kurang lebih 300 tahun tersimpan. Nah yang di ujung sana, ada kode produksinya 1932 sementara di Mangga Besar 1931. Jadi, proses elektrifikasi itu dilakukan bertahap dari 1931-1934. Jadi yang sana duluan, produk 1931 datang langsung dipasang (di Harmoni). Nah ini baru setahun kemudian," ujar Listya kepada wartawan.
Listya juga menceritakan sejarah terbentuknya rel trem listrik ini. Lisa mengatakan, rel trem sudah ada sejak 1869. Namun kala itu, rel trem tersebut adalah rel trem kuda.
"Jadi gerbong dua atau tiga gerbong ditarik oleh dua atau empat ekor kuda. Dengan beban yang begitu berat, banyak kuda yang mati pada akhirnya. Kemudian kejadian itu diprotes oleh orang Eropa, alasannya karena terlalu banyak kuda yang mati," ujar dia.
Dalam setahun, menurut dia, sampai sekitar 200-an kuda mati. Kemudian, wajah kota menjadi tidak bersih karena kuda membuang hajat sembarangan di sepanjang jalur rel.
Selain itu, orang-orang Eropa juga merasa risih dalam satu gerbong bercampur dengan orang-orang yang dianggap di bawah kelas mereka. "Karena kan pada saat menggunakan tenaga kuda itu satu gerbong tidak ada kelasnya, bercampur baur. Meskipun di belakangnya ada gerbong lain, tetap bercampur baur," kata dia.
Rel Trem Uap
Lantaran mendapat protes tersebut, kata Listya, rel trem kuda diganti dengan rel trem uap pada 1889. Lokomotifnya menggunakan ketel uap yang diisi tenaga uap bertekanan tinggi di setiap depo-depo uap.
"Tapi kelemahannya ketika pengisian, sering terjadi ledakan. Kemudian, ketika si rel trem jalan pada saat musim hujan, ketika dia kena hawa, dingin dia mogok," kata Listya.
Akhirnya, kata Listya, pemerintah Belanda saat itu berpikir untuk mengganti rel trem uap dengan rel trem listrik. Elektrifikasi jalur rel trem tenaga uap berlangsung selama kurang lebih 2-3 tahun sampai 1934.
"Jadi yang kita lihat sekarang adalah sisa dari rel trem listrik, bukan rel trem uap, bukan rel trem tenaga kuda. Tapi ketika di Pintu Besar Selatan, kami menemukan bekas-bekas tapal kuda juga," tambah Listya.
Bantalan Rel Trem di Harmoni dan Sawah Besar dari Kayu Jati
Menariknya, Listya mengungkapkan bahwa bantalan rel trem di calon Stasiun Harmoni dan Sawah Besar terbuat dari kayu jati. Namun, di calon Stasiun Mangga Besar, rel tremnya kombinasi dari baja dan kayu. Sebagai informasi, bantalan rel berfungsi untuk menguatkan kedudukan batang rel dan dijepit dengan baut.
"Kita melihat tahun pembuatan si batang rel dan bantalan bajanya. Ada kemungkinan dia melakukan peremajaan. Kan biasa ya fasilitas umum, transportasi umum itu harus ada peremajaan, perbaikan dan sebagainya tiap berapa periode. Kemungkinan yang terjadi adalah itu. Jadi, ketika dilihat bantalan kayunya masih bagus, untuk menghemat biaya ini, mereka tidak ganti tapi yang sudah rapuh diganti dengan bantalan baja," jelas Listya.
Tidak hanya itu, Listya mengungkapkan bahwa lokasi penemuan rel trem ini merupakan kawasan jalan raya. Sayangnya, rel trem ini tertutup karena adanya peninggian jalan oleh pemerintah daerah kala itu.
"Di sini, sepanjang pengetahuan kami, memang jalan raya. Jadi, jalan tanah yang diperkeras untuk jalannya kereta kuda itu. Ini memang ada peninggian jalan, berkali-kali peninggian jalan. Jadi sampai tahun 1962-1963 itu, trem masih ada yang berfungsi tapi di daerah sini sudah enggak. Enggak ada trem tapi relnya masih keliatan. Itu karena Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (Perum PPD) memutuskan untuk meniadakan trem.
Dia menambahkan, penggantian rel trem itu lantaran mendapat protes karena kerap terjadi kecelakaan sehingga diganti PPD dengan bus. Untuk menghemat biaya jalur trem itu tak dibongkar langsung ditimpa aspal.
"Trem itu dulu banyak diprotes orang karena sering jalannya cepat. Jadi banyak kecelakaan gitu. Diprotes. Akhirnya ditiadakan PPD kemudian diganti dengan bis. Sementara jalurnya sendiri itu, untuk menghemat biaya, dia tidak dibongkar tapi ditutup langsung dengan aspal," ujar Listya.
Dia mengatakan, rel trem ini nantinya akan diserahkan kepada Perum PPD. Rel trem itu akan direlokasi di pool PPD Jelambar dan beberapa dipajang di Stasiun Kota.
"Ini adalah asetnya PPD ya, asetnya PPD milik pemda DKI. Jadi kemungkinan ini akan dipindah dan disimpan sementara di pool PPD yang di daerah Jelambar. Yang pasti, MRT akan meminta sebagian kecil untuk dipajang di bakal Stasiun Kota nanti untuk pertanggungjawaban kepada publik," kata Listya.
(mdk/gil)