Sejarah Trem di Jakarta, Awalnya Ditarik Kuda hingga Diganti Bus Karena Ketinggalan Zaman
Kehadiran trem di Jakarta tak selalu mulus. Ratusan kuda mati sampai tingginya angka kecelakan pejalan kaki jadi berita sehari-hari.
Kehadiran trem di Jakarta tak selalu mulus. Ratusan kuda mati sampai tingginya angka kecelakan pejalan kaki jadi berita sehari-hari.
Sejarah Trem di Jakarta, Awalnya Ditarik Kuda hingga Diganti Bus Karena Ketinggalan Zaman
Di masa silam, Jakarta pernah diwarnai transportasi massal berupa trem. Trem merupakan kendaraan umum mirip kereta api yang tenaganya menggunakan kabel listrik bertegangan tinggi.
Dahulu trem amat digemari, karena mampu menjangkau daerah-daerah pinggiran Jakarta dengan ongkos yang sangat murah. Trem juga jadi andalan karena kemampuannya menempuh antar rute dengan waktu singkat.
-
Kapan trem mulai beroperasi di Jakarta? Era tahun 1800-1900, angkutan umum di DKI Jakarta mulai beralih ke mesin dengan menggunakan trem atau kereta dengan rel khusus di jalan ibu kota. Trem semula menggunakan kuda hingga bermetamorfosis menjadi uap.
-
Kapan Transjakarta pertama kali beroperasi? Menengok ke belakang, Bus Transjakarta pertama kali mengaspal di jalan Ibu Kota pada tahun 2004, ditandai dengan peresmian Koridor 1.
-
Bagaimana transportasi di Jakarta berkembang? Pelbagai angkutan umum berteknologi manual hingga mesin pernah menghiasi jalanan ibu kota. Selain kereta yang semula berfungsi mengangkut hasil bumi dan menjadi alat transportasi, angkutan umum di DKI Jakarta masih mengandalkan tenaga manusia dan binatang yakni delman dan becak.
-
Bagaimana kereta bambu ditemukan? Kereta bambu tersebut kemudian diserahkan ke dinas arkeologi Kanton Graubünden untuk diperiksa lebih lanjut asal-usul dan fungsi dari kereta ini. Kereta bambu ini ditemukan akibat mencairnya gletser, salah satu dari banyak kejadian di mana perubahan iklim telah mengungkap peninggalan dan artefak yang sebelumnya terkubur di bawah salju dan es.
-
Bagaimana trem di Solo-Boyolali ditarik? Operasional kereta yang melintas di jalur tersebut menggunakan satu gerbong trem yang ditarik empat kereta kuda.
-
Autonomous Trem apa itu? Autonomous Trem, produk PT Industri Kereta Api Indonesia (Inka) Madiun yang sedang diujicobakan dari Stasiun Purwosari - Solo Kota atau sebaliknya.
Namun siapa sangka jika awal kemunculannya, trem masih menggunakan tenaga kuda. Hewan perkasa ini biasanya menggeret gerbong dengan rute yang cukup jauh, bahkan hingga 8 kilometer.
Munculnya sistem transportasi massal pertama di Batavia itu langsung menarik minat masyarakat Eropa dan pribumi. Dalam beberapa bulan, penggunanya naik menjadi 70.000 orang. Gerbong pun terus ditambah, termasuk ribuan ekor kuda dari seluruh nusantara.
Sayangnya kemunculan trem hanya sampai 1962 saja karena saat itu moda transportasi ini dianggap kuno. Keberadaannya juga memakan banyak anggaran untuk perbaikan dan sebagainya, sehingga pemerintahan Soekarno memutuskan penggantian trem menjadi bus kota.
Lantas bagaimana kilas balik transportasi trem yang mencuri perhatian di zamannya? Berikut ulasan selengkapnya.
Trem Kuda Batavia jadi yang Pertama di Eropa dan Asia
Menurut buku Trem Batavia, Mutiara Transportasi Jakarta yang Terlupakan karya Adriansyah Yasin Sulaeman, trem menjadi transportasi massal yang pertama dihadirkan di Batavia.
Bahkan disebutkan bahwa trem di Batavia jadi yang pertama, setidaknya di negara-negara Asia dan Belanda.
Sebelum tahun 1800-an, transpotasi massal yang umum digunakan adalah bendi, pedati dan palanquin. Namun seiring bertambahnya jumlah penduduk Eropa dan pribumi, kendaraan tradisional itu mulai kewalahan melayani keberangkatan.
Pada 20 April 1869, trem bertenaga hewan kuda sebelumnya digagas oleh tokoh Belanda bernama Martinus Petrus agar moda transportasi umum bisa memuat lebih banyak penumpang.
Benar saja, saat peluncurannya pertama kali, moda ini langsung digemari seantero warga Batavia. Saat itu kapasitas satu trem mencapai 40 orang, namun kenaikan penumpang terus terjadi hingga 1.500 dan terakhir 70.000 dengan rute yang masih terbatas.
“Trem kuda saat itu dikelola oleh BTM atau Bataviasche Tramway Maatschappij, yang menghubungan antara Batavia dan Weltevreden – Amsterdamschepoort (gerbang Amsterdam Batavia – Moolenvliet atau sekarang Gajah Mada – Harmoni yang kemudian diperpanjang sampai Tanah Abang dan Meester Cornelis atau Jatinegara,” kata Adriansyah Yasin di buku tersebut.
Ratusan Kuda Didatangkan ke Batavia
Awalnya, satu gerbong trem hanya ditarik oleh 3 sampai 4 kuda. Namun BTM menginginkan agar sistem trem makin diperluas, demi menjangkau banyak warga Belanda di pelosok Batavia hingga kebutuhan kuda semakin meningkat.
Ketika itu, kuda-kuda mulai didatangkan menggunakan kapal dari daerah-daerah luar Jawa seperti Sumba, Timor, Sumbawa, Tapanuli, Priangan sampai Makassar. Berdasarkan catatan Belanda, kuda yang dibutuhkan saat itu mencapai ratusan ekor dengan tarif pengguna per trayek hanya 10 sen.
Sayangnya, trem kuda menimbulkan masalah baru yang kurang diantisipasi pemerintah. Dalam catatan Dimas Wahyu Indrajaya dalam bukunya berjudul Trem di Jakarta 1869-1962: Moda Darat Favorit Warga Ibu Kota Tempo Dulu, hewan ini kerap membuang kotoran di jalanan yang dilalui trem. Walau lajunya berada di atas rel, namun rute trem yang mengarah ke permukiman warga pribumi dan Belanda, menimbulkan aroma tak sedap.
Belum lagi jumlah kuda yang mati karena kelelahan juga tidak sedikit. Sebanyak 545 kuda sepanjang tahun penggunaan trem di masa itu didapati tidak bisa diselamatkan. Padahal kala itu, pihak berwenang memberlakukan satu trayek untuk satu kelompok kuda penarik trem.
Munculnya berbagai masalah ini membuat trem kuda dihentikan penggunaannya, dan pengelola menggantinya dengan trem bertenaga uap.
Kemunculan Trem Uap dan Tingginya Angka Kecelakaan
Kemudian pada 1883, pengoperasian trem kuda mulai diambil alih oleh perusahaan lainnya yakni NITM atau Netherlandsche Indische Tramweg Maatschappij.
Peralihan mulai dilakukan secara perlahan, dari trem kuda ke trem uap yang lebih kuat.
Trem jenis ini juga dinilai lebih efisien karena lajunya yang semakin cepat, tanpa harus khawatir kelelahan atau menimbulkan aroma tidak sedap dari kotoran. Kala itu trem ini mulai dioperasikan sekitar pukul 05:45 pagi hingga 18:30 WIB petang. Penggunanya lantas melonjak tajam hingga ribuan.
Sayang, trem jenis ini juga tidak menyelesaikan masalah lantaran lajunya yang cepat. Banyak warga yang tak menyadari kehadiran trem ini, hingga banyak menimbulkan kecelakaan dengan para pejalan kaki.
Beralih ke Trem Listrik
Munculnya trem dianggap sukses oleh pemerintah Belanda. Mereka mendukung pihak-pihak yang mengelola, dan melakukan pengembangan. Pada 1886, penggunaan trem listrik kemudian diuji coba kan.
Trem jenis ini dianggap lebih baik dari trem uap, alasannya sederhana, karena suaranya lebih redam dan tidak menimbulkan asap hitam pekat dari uap. Kabin juga diperbaharui sehingga lebih nyaman digunakan oleh kalangan masyarakat.
Pada 1897, trem listrik secara resmi dikelola oleh perusahaan Belanda lainnya yakni BETM atau Batavia Electrische Tram Maatschapij. Rutenya kemudian ditambah yakni Cikini – Menteng – Jakarta Kota – Senen sampai Gunung Sahari.
“Trem uap kemudian dijadikan pikoelanwagen yakni kereta pengangkut barang dan hasil ternak dari pinggir Batavia. Ini untuk menunjang ekonomi di sana. Pikoelanwagen berasal dari kata pikul atau pedagang,”
Awal 1900-an, trem masih menjadi moda transportasi yang diandalkan. Namun munculnya dua perusahaan yakni NITM dan BETM menimbulkan persaingan yang kurang sehat. Kedua perusahaan ini berlomba-lomba merebut hati gubernur jenderal agar dipertahankan.
Era Kemunduran Trem
Keduanya lantas dilakukan mergerisasi hingga muncul induk perusahaan besar bernama membentuk Bataviasche Verkeers Maatschappij (BVM). Hasil dari pembentukan BVM lantas menggabungkan 1 lintas trem uap, 2 lintas trem listrik, serta beberapa perusahaan otobus pada 1934.
Di masa itu trem dianggap menduduki masa kejayaan, lantaran sistem operasionalnya dirapikan. Manajemen keberangkatan juga dibuat rapi, sehingga minim keterlambatan. Semua mesin dielektrisasi hingga waktu tempuh maksimal hanya 10 menit tiap rutenya.
Sayang munculnya kekacauan ekonomi global turut memengaruhi kondisi trem, dan dianggap moda ini mulai ditinggalkan. Selain itu kemunculan bus juga membuat trem perlahan tiarap karena rute trem yang mulai terpusat.
Trem Dianggap Kuno dan Rel-Rel Dikubur
Merujuk laman majalah Jakita yang dikelola Pemprov DKI Jakarta, tahun 1950-1960-an jadi masa-masa terburuk perkembangan trem. Setelah dinasionalisasi oleh pemerintahan Soekarno, trem mulai menimbulkan masalah baru.
Di masa ini, trem dianggap memenuhi jalan-jalan raya di banyak wilayah Jakarta. Banyak mobil terhambat perjalanannya saat bersinggungan dengan trem. Rel yang melintang di jalanan juga kerap membuat pengemudi kurang nyaman berkendara.
Pada 1960, Soekarno mulai melirik bus kota sebagai moda transportasi yang lebih efisien. Alasannya sederhana, karena bus lebih dianggap menjangkau lebih banyak penumpang. Trem juga dianggap merusak pemandangan, terutama karena berseliweran di sekitar istana negara Jakarta.
Pada 1962, trem benar-benar dipensiunkan di Jakarta. Gerbong-gerbongnya dibiarkan terbengkalai. Demi menghemat anggaran, dan mengalokasikannya untuk bus impor dari Autralia, rel-rel baja dibiarkan dan hanya diuruk menggunakan tanah lalu diaspal.
100 unit awal bus didatangkan pada tahun itu, dan terus ditambah unit-unitnya. Trem kemudian benar-benar pensiun pada 1963, dan pengelolaan bus kota dilakukan oleh PPD atau Perusahaan Pengakutan Djakarta.