Peneliti Lapan: Jika Tak Ada Bangunan Pun, Jakarta Tetap akan Banjir
Upaya mitigasi itu, di antaranya tidak membangun di bantaran sungai, rawa, dan wilayah resapan air lainnya. Kemudian, menjaga daerah tangkapan air agar tetap hijau dan berfungsi baik.
Peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Dipo Yudhatama mengatakan, secara alamiah wilayah Jakarta memang rentan banjir. Oleh sebab itu, bencana tersebut harus direspons dengan mitigasi tepat dengan komitmen bersama untuk peduli lingkungan.
"Jika saat ini Jakarta tak ada bangunan pun, tetap saja banjir, walau eskalasinya tak besar. Jika kita sudah tahu bahwa Jakarta secara alamiah wilayahnya rentan banjir, mestinya kita sebagai insan yang tinggal di atasnya merespons dengan upaya-upaya mitigasinya," kata Dipo, dikutip dari Antara, Senin (29/3).
-
Di mana banjir terjadi di Jakarta? Data itu dihimpun hingga Jumat 15 Maret 2024 pada pukul 04:00 WIB. "Kenaikan status Bendung Katulampa dan Pos Pantau Depok menjadi Siaga 3 (Waspada) dari sore hingga malam hari serta menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
-
Siapa yang menangani banjir di Jakarta? Dia menjelaskan, BPBD DKI Jakarta mengerahkan personel untuk memonitor kondisi genangan di setiap wilayah dan mengkoordinasikan unsur Dinas SDA, Dinas Bina Marga, Dinas Gulkarmat untuk melakukan penyedotan genangan dan memastikan tali-tali air berfungsi dengan baik bersama dengan para lurah dan camat setempat. "Genangan ditargetkan untuk surut dalam waktu cepat," ujar dia.
-
Kapan banjir Demak terjadi? Banjir besar yang menerjang wilayah Demak terjadi sejak Kamis (8/2).
-
Kapan banjir di Demak terjadi? Banjir Demak sudah berlangsung hingga satu minggu lamanya. Namun hingga hari ini air belum juga surut.
-
Di mana banjir terjadi di Semarang? Banjir terjadi di daerah Kaligawe dan sebagian Genuk.
Dipo menuturkan, data penginderaan jauh salah satunya dapat digunakan untuk menilai bagaimana tingkat adaptasi kebijakan penataan ruang Jakarta saat ini terhadap banjir.
Dipo mengatakan, selama ini jika banjir menerjang Jakarta, yang disalahkan adalah curah hujan yang tinggi, atau menuding banjir karena adanya kiriman dari wilayah tetangga.
Padahal, sejak dulu Jakarta merupakan dataran rendah yang rentan banjir, karena memang geomorfologi wilayahnya dan adanya 13 aliran sungai yang mengalir di Jakarta.
Oleh karena itu, harus dilakukan mitigasi tepat dan bisa menyeimbangkan fungsi ekologis dengan ekonomi, sehingga banjir tak akan parah.
Upaya mitigasi itu, di antaranya tidak membangun di bantaran sungai, rawa, dan wilayah resapan air lainnya. Kemudian, menjaga daerah tangkapan air agar tetap hijau dan berfungsi baik.
Tapi, pada kenyataannya, menurut Dipo, orang membangun dengan serampangan, mengabaikan fungsi lingkungan atas tapak yang ditempatinya, sehingga banyak lahan hijau, rawa, bahkan situ (pasir batu) yang hilang.
Akibatnya, sistem persungaian dan drainase alami yang terbentuk sejak dulu menjadi rusak.
"Air luapan sungai yang mestinya tertampung di rawa-rawa, situ, embung, mengalir kemana-mana, sesuai dengan kodratnya air, mengalir ke tempat yang lebih rendah," ujar Dipo.
Baca juga:
DKI Targetkan Dana Pinjaman PEN untuk Penanganan Banjir 2021 Cair Awal April
CEK FAKTA: Hoaks Pemprov DKI Alihkan Dana Banjir untuk Bebaskan Rizieq Syihab
Pemprov DKI Kebut Normalisasi Sungai dalam Dua Tahun
Wagub DKI Harap Kemen PUPR Pasang Turap Tahun Ini Mempercepat Normalisasi Sungai
Riza Patria Ungkap 2 Kendala Pembebasan Lahan untuk Normalisasi Sungai
Anies Baswedan Tolak Komentari Pertanyaan soal Sumur Resapan & Kelanjutan Saham Bir