Temuan BPK: Pemprov DKI Boros Anggaran Rp1,19 M Buat Pengadaan Alat Rapid Test
Pengadaan itu dinilai sebagai pemborosan karena DKI diadakan di dua perusahaan berbeda tetapi merek alat usap yang dipesan sama. Akibatnya terjadi selisih harga yang juga jauh berbeda.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pemborosan anggaran yang dilakukan Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta terkait pengadaan alat rapid test. Nilainya Rp1.190.908.000.
Pengadaan itu dinilai sebagai pemborosan karena DKI diadakan di dua perusahaan berbeda tetapi merek alat usap yang dipesan sama. Akibatnya terjadi selisih harga yang juga jauh berbeda.
-
Siapa kakek dari Anies Baswedan? Sebagai pria berusia 54 tahun, Anies Baswedan adalah cucu dari Abdurrahman Baswedan, seorang diplomat yang pernah menjabat sebagai wakil Menteri Muda Penerangan RI dan juga sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia.
-
Apa yang dititipkan Anies Baswedan kepada majelis hakim MK? Kita titipkan ke majelis hakim kepercayaan untuk menentukan arahnya ke depan. Kami yakin semoga majelis diberikan keberanian, kekuatan untuk memutus yang terbaik untuk Indonesia kedepan
-
Siapa yang dijemput Anies Baswedan? Calon Presiden (Capres) nomor urut satu Anies Baswedan mendatangi kediaman Calon Wakil Presiden (Cawapres) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di Jalan Widya Chandra IV Nomor 23, Jakarta Selatan, Jumat (22/12).
-
Siapa kakek buyut dari Anies Baswedan? Umar merupakan kakek buyutnya.
-
Apa yang disampaikan Anies Baswedan di sidang perdana PHPU? "Karena memang sebagai prinsipal di awal kami hadir menyampaikan pesan pembuka sesudah itu nanti disampaikan lengkap oleh tim hukum," kata Anies, kepada wartawan, Rabu (27/3).
-
Apa berita bohong yang disebarkan tentang Anies Baswedan? Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi sasaran berita bohong atau hoaks yang tersebar luas di media sosial. Terlebih menjelang Pilkada serentak 2024.
"Terdapat dua penyedia jasa pengadaan rapid test Covid-19 dengan merek yang sama serta dengan waktu yang berdekatan namun dengan harga yang berbeda," demikian penjelasan BPK dalam dokumen tentang laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan daerah tahun 2020, yang dikutip pada Kamis (5/8).
Dijelaskan pula. Pengadaan ini bermula saat PT NPN, mengajukan surat penawaran berupa alat rapid test Covid-19 IG/IgM rapid test cassete merek Clungene, pada 18 Mei 2020. Ditawarkan, dalam satu kemasan, berisi 25 alat tes dengan harga tiap unitnya Rp197.500.
Dinkes DKI menyetujui dengan menandatangani kontrak kerja dengan nomor 18.2/PPK-SKRT/DINKES/DKI/V/2020, untuk pengadaan 50.000 unit alat tes dengan total nilai Rp9.875.000.000.
"Pekerjaan telah dinyatakan selesai berdasarkan berita acara penyelesaian Nomor 12.4/BAST-SKRT/DINKES/DKI/VI/2020 tanggal 12 Juni dengan pengadaan sejumlah 50.000 dengan harga per unit barang senilai Rp197.500."
Kemudian, Dinkes kembali membeli alat rapid test Covid-19 dengan merek yang sama, Clungene. Tetapi pada perusahaan berbeda yakni PT TKM. Padahal secara jumlah juga sama dengan yang dijual PT NPN yakni satu kemasan berisi 25 test cassete rapid test Covid-19.
Dengan PT TKM, DKI melakukan kontrak kerja pada 2 Juni 2020 dengan nilai kontrak Rp9.090.909.091.
Jenis kontrak adalah kontrak harga satuan, dengan jangka waktu pelaksanaan kontrak selama 4 hari kerja terhitung pada 2 Juni sampai dengan 5 Juni.
"Pekerjaan telah dinyatakan selesai berdasarkan pada tanggal 5 Juni dengan jumlah pengadaan sebanyak 40.000 pieces dengan harga per unit barang senilai Rp227.272," demikian isi dokumen.
BPK kemudian meminta konfirmasi atas pengadaan dua alat rapid test tersebut ke pihak Dinkes dan PT NPN. Dari hasil konfirmasi diketahui PT NPN hanya ditawarkan untuk melakukan pengadaan rapid test sebanyak 50.000 pieces.
"PT NPN tidak mengetahui jika terdapat pengadaan serupa dengan jumlah yang lain karena memang tidak diberitahukan pihak Dinas Kesehatan," demikian penjelasannya.
"Jika PT NPN ditawarkan pengadaan tersebut (40.000 pieces) lainnya maka PT NPN akan bersedia dan sanggup untuk memenuhinya karena memang stok barang tersebut tersedia."
Sementara dari pihak Dinkes menjelaskan, rekomendasi penyedia yang bisa menyediakan barang diperoleh dari seksi surveilans pada Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan yang langsung mengundang perusahaan dan membuat surat pesanan.
"Tidak melakukan review ulang atas kontrak pengadaan lainnya dengan barang dan merek yang sama."
Kemudian, berdasarkan wawancara dengan PT TKM diketahui bahwa perusahaan tersebut mendapat undangan untuk melakukan pengadaan sebanyak 40.000 pieces dari Dinas Kesehatan. Perusahaan itu juga menunjukkan bukti kewajaran harga berupa bukti transfer pembelian rapid test ke Biz PTE LTD Singapura seharga USD 14 per piece.
"Biz PTE LTD Singapura merupakan perusahaan yang mendapatkan hak beli dari HCB co LTD di China sehingga PT TKM memang terbukti membeli barang tersebut agak mahal sehingga harga penawaran wajar," penjelasan BPK.
Namun, BPK berpandangan bila dilihat dari proses penunjukan tersebut seharusnya PPK dapat mengutamakan dan memilih penyedia jasa sebelumnya yang mengadakan produk sejenis dan stok tersedia. Dari segi harga juga lebih murah.
"Berdasarkan uraian di atas bila disandingkan pengadaan kedua penyedia tersebut maka terdapat pemborosan atas keuangan daerah senilai Rp1.190.908.000."
(mdk/lia)