Upaya Pertahankan Kelenteng Hok Tek Tjeng Sin Berusia 100 Tahun yang Terancam Hilang di Meja Hijau
Hal itu setelah PN Jaksel memenangkan PT Danataru Jaya atas tergugat Lillany Widjaja terhadap tanah seluas 462 meter persegi menjadi akses jalan masuk ke vihara
Hal itu setelah putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memenangkan PT Danataru Jaya terhadap tanah seluas 462 meter persegi yang jadi akses jalan masuk ke vihara.
Upaya Pertahankan Kelenteng Hok Tek Tjeng Sin Berusia 100 Tahun yang Terancam Hilang di Meja Hijau
Sengketa lahan Vihara Amurva Bhumi yang dikenal dengan Kelenteng Hok Tek Tjeng Sin dengan perusahaan PT Danataru Jaya masih terus bergulir. Di mana lahan sebagai akses masuk ke vihara yang sudah berusia lebih dari 100 tahun terancam hilang. Hal itu setelah putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memenangkan PT Danataru Jaya atas tergugat Lillany Widjaja, terhadap tanah seluas 462 meter persegi yang jadi akses jalan masuk ke vihara.
- Deretan Anggota BPK Terima 'Duit Panas' dari Koruptor, Teranyar Achsanul Qosasi
- Buntut Kerahkan Pasukan Biru Bersihkan Selokan Perumahan di Bekasi, Kasudin SDA Jakpus Dinonaktifkan
- DPR Berharap Kejagung Tidak Berhenti Usut Dugaan Korupsi Tol MBZ
- Punya Riwayat Penyakit, Anggota TNI Lawan Arus di Tol MBZ Belum Bisa Diperiksa
Denda
Putusan PN Jaksel juga mewajibkan tergugat membayar ganti rugi materiil Rp1.386.000.000, dan menghukum tergugat membayar uang paksa sebesar Rp200.000 untuk setiap hari keterlambatan melaksanakan putusan ini apabila telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Sejumlah guru besar dan dosen dari pelbagai perguruan tinggi menyampaikan pendapat hukum yang akan disampaikan ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Di mana sengketa lahan ini telah naik ke tingkat banding atas putusan PN Jakarta Selatan.
"Vihara adalah rumah ibadah, Rumah Tuhan. Penggunaannya bukan untuk kepentingan komersial. Kok majelis hakim pakai pertimbangan bisnis, untung rugi?" ujar Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram, Widodo Dwi Putro saat dikonfirmasi, Kamis (17/8).
Setidaknya ada 31 akademisi yang tergabung dalam sejumlah perkumpulan, yakni Serikat Pengajar HAM Indonesia (Sepaham Indonesia), Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan, Universitas Gajah Mada, Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Universitas Brawijaya, Metajuridika, Fakultas Hukum Universitas Mataram. Bahkan, sejumlah nama terkenal seperti Prof Dr Sulistyowati Irianto, M.A dan Prof Dr. Denny Indrayana tergabung dalam kelompok ini.
Mereka telah resmi mengirimkan pendapat hukum yang ditandatangani 14 Agustus 2023 sebagai tanggapan terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 761/ pdt.g/2022/PN.Jkt.Sel. Vihara Amurva Bhumi atau dulu disebut Vihara Hok Tek Tjeng Sin, telah ada sejak tahun 1925. Sedangkan Hak Guna Bangunan pihak penggugat baru terbit tahun 1998. Hal itu turut mengkritik atas hak pihak penggugat dalam sertifikat Hak Guna Bangunan No. 298/ Desa Karet Semanggi, berdasarkan Surat Ukur Nomor 567/1998 tanggal 19 Februari 1998.Widodo menilai klaim perusahaan janggal, karena tanah yang menjadi jalan umum menuju vihara itu adalah pemberian dari masyarakat. Termasuk, di kanan kiri jalan sejak tahun 1990 berdiri tembok beton setinggi 3 meter sejak tahun 1990. Dalam pendapatnya, kata Widodo, para akademisi juga mengingatkan bahwa dalam SK pemberian HGB tercantum larangan menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari akses jalan umum. “Dari berbagai kejanggalan, patut diduga bahwa ada mafia tanah yang berusaha menguasai tanah milik rumah ibadah Vihara Amurva Bhumi,” ujar Widodo.
Meski demikian, Widodo menegaskan amicus curiae ini tidak bermaksud untuk mengintervensi putusan majelis hakim. Melainkan, untuk membantu meningkatkan kualitas putusan tingkat banding nanti. "Di Indonesia, Amici Curiae bukanlah hal baru. Beberapa kasus fenomenal yang menggunakan Amici Curiae antara lain kasus Prita Mulyasari, Upi Asmarandhana, dan Peninjauan Kembali (PK) Majalah Time versus Soeharto," sebut dia. "Kasus perlindungan Gunung Kendeng (Gugatan Tata Usaha Negara), kasus gugatan perdata terhadap Basuki Wasis (Dosen IPB) dan Kasus PK Baiq Nuril Maknun," tambahnya.
Banding Diterima Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
Secara terpisah, Pejabat Humas PT DKI, Binsar Pakpahan menjelaskan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menerima gugatan banding yang dilayangkan atas sengketa tanah Vihara Amurva Bhumi. Binsar menjelaskan bahwa banding ini sebagai tindaklanjut atas perkara yang terdaftar pada PN Jakarta Selatan dengan no 445/Pdt.G/2022/PN Jkt Pst.