Jadi Salah Satu Desa Wisata Unggulan BRILian, Ini Pesona Dusun Butuh yang Tenar dengan Julukan “Nepal Van Java”
Setiap sudut di Dusun Butuh menyajikan sensasi tersendiri bagi wisatawan.
Setiap sudut di Dusun Butuh menyajikan sensasi tersendiri bagi wisatawan.
Jadi Salah Satu Desa Wisata Unggulan BRILian, Ini Pesona Dusun Butuh yang Tenar dengan Julukan “Nepal Van Java”
Siang itu Sabtu (20/4), langit yang menaungi Dusun Butuh terlihat cerah. Pada setiap akhir pekan, wisatawan yang datang ke Dusun Butuh lebih banyak dibandingkan hari-hari biasa.
Tak hanya dari daerah Magelang dan sekitarnya, banyak pula dari mereka yang datang dari luar kota. Bahkan ada pula yang datang dari luar pulau.
-
Kenapa Dusun Butuh dijuluki "Nepal Van Java"? Postingan Mas Wildan langsung viral karena diposting ulang oleh akun-akun media sosial pendakian. Postingan itu juga menarik perhatian dari para penerbang drone. Mereka silih berganti datang ke Dusun Butuh untuk menerbangkan drone di sana.
-
Di mana Dusun Butuh, yang terkenal dengan sebutan "Nepal Van Java", terletak? Dusun Butuh, yang berada di Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik, dikenal dengan nama “Nepal Van Java”.
-
Apa yang membuat Dusun Butuh dijuluki 'Nepal van Java'? mirip dengan kontur yang ada di Pegunungan Himalaya, Nepal Dijuluki 'Nepal van Java' Pesona lanskap rumah-rumah penduduk kerap disamakan dengan pemandangan pedesaan Namche Bazaar di Nepal yang berlokasi di pegunungan Himalaya
-
Apa yang membuat Dusun Butuh dijuluki "Nepal Van Java"? Nama itu disematkan karena keberadaan rumah warna-warni di ketinggian 1.600 mdpl yang hampir mirip dengan kontur desa yang berada di Pegunungan Himalaya, Nepal.
-
Di mana letak Dusun Butuh yang dijuluki 'Nepal van Java'? Dusun Butuh, Dijuluki 'Nepal van Java' dari Magelang Berada di kaki Gunung Sumbing
-
Kapan Dusun Butuh mulai dikenal sebagai "Nepal Van Java"? Pada Bulan Juli 2020, ada seorang konten kreator yang memposting video pemandangan di sekitar halaman masjid Dusun Butuh.
Irsyad (25), salah seorang pengunjung yang ditemui Merdeka.com, mengaku datang jauh-jauh dari Kalimantan untuk menikmati suasana segar dan pemandangan khas pegunungan di Dusun Butuh.
“Saya ke sini karena keliatannya asyik. Kalau di Kalimantan kan panas. Tapi kalau di sini suasananya berbeda,” kata Irsyad.
Pada momen itu, Irsyad berwisata ke Dusun Butuh bersama seorang temannya, Fatria (22), yang sama-sama bekerja pada sebuah perusahaan hutan di Kalimantan.
Mereka terlihat lelah karena baru saja berjalan dari pintu loket Dusun Butuh hingga ke titik permukiman paling ujung utara sekaligus paling tinggi di sana.
Berdasarkan pantauan
Merdeka.com, jalan-jalan kampung di Dusun Butuh memiliki tingkat kemiringan yang ekstrem.
Oleh karena itu, demi alasan keamanan, wisatawan yang hendak berkeliling dusun harus meninggalkan kendaraan di parkiran. Setelah itu perjalanan bisa dilanjutkan dengan berjalan kaki atau naik ojek yang disediakan pihak pengelola wisata.
Di Dusun Butuh sendiri, terdapat sebuah paguyuban bernama “Jek-Jek Nung”, singkatan dari Ojek-Ojek Gunung.
Paguyuban ini beranggotakan para tukang ojek yang awalnya bertugas untuk mengantar atau menjemput pendaki menuju maupun dari titik pendakian.
Tarif yang dikenakan pendaki untuk bisa naik ojek itu adalah Rp20.000 sekali jalan, untuk pulang pergi tarif totalnya Rp40.000.
Salah satu anggota “Jek-Jek Nung” itu adalah Faiz. Dia sudah menjadi pengemudi ojek sejak tahun 2017. Biasanya Faiz mangkal di pos ojek setiap akhir pekan, sementara pada hari-hari biasa ia bekerja sebagai petani. Selama ini, ia merasa pendapatan yang diperoleh sebagai pengemudi ojek tidaklah menentu.
“Tergantung ramai tidaknya. Kalau ramai pengojek dan pendakinya ramai, pendapatannya bisa lumayan. Tapi kalau pendaki sepi tapi pengojeknya ramai ya bisa minim. Kalau pengojek sepi tapi pendakinya ramai bisa lebih dari lumayan,” kata Faiz.
- Berawal dari Aktivitas Pendakian, Begini Asal Mula Desa di Lereng Gunung Sumbing dapat Julukan “Nepal Van Java”
- Jadi Salah Satu Wisata Termurah di Dunia, Ini 4 Eksotisme Bali yang Jarang Tersorot
- Libur Lebaran, Desa Wisata Penglipuran Bali Dikunjungi 6.000 Orang per Hari
- Wisata Sentul yang Populer dan Menarik, Tawarkan Pengalaman Berlibur Seru
Salah satu keunikan dari ojek bagi pendaki di lereng Gunung Sumbing adalah penumpangnya yang duduk di depan pengemudi. Video soal penempatan penumpang saat naik ojek gunung ini sempat menjadi perdebatan di kalangan warganet beberapa waktu lalu. Namun di Dusun Butuh, pemandangan ini menjadi hal yang lumrah.
Terkait penempatan penumpang yang berada di depan ini, Faiz membeberkan pendapatnya.
“Jalannya kan nanjak, biar nggak jomplang. Kalau di belakang rawan jomplang. Kalau penumpang jatuh kan kita juga repot. Sebenarnya kalau duduk di belakang bisa saja, tapi kita yang di depan yang was-was,” kata Faiz.
Pada dasarnya, kehidupan penduduk di Dusun Butuh sama seperti desa-desa pada umumnya. Dari kurang lebih 1.987 populasi penduduknya, hampir 99 persennya berprofesi sebagai petani.
Namun dengan dijadikannya Dusun Butuh sebagai desa wisata, banyak warga yang mendapat pendapatan tambahan dari aktivitas mereka di bidang pariwisata.
Bahkan bagi mereka yang masih muda dan belum berkeluarga, aktivitas di bidang pariwisata itu menjadi sumber pendapatan utama.
Fahrul (24) misalnya, sebelum Dusun Butuh bertransformasi menjadi desa wisata dengan brand “Nepal Van Java”, dia merantau bekerja ke berbagai kota mulai dari Semarang hingga Yogyakarta. Terakhir ia bekerja pada sebuah pabrik garmen di Semarang.
Pada saat pulang kampung, ia diundang oleh perkumpulan karang taruna desa. Di sana ia ditawari untuk ikut bekerja mengelola desa wisata. Fahrul memutuskan “resign” dari pekerjaan lamanya demi menerima tawaran itu.
“Biasanya saya di sini jaga parkiran dua hari sekali. Kalau hari-hari lainnya saya bersama anggota karang taruna lain memperbaiki fasilitas wisata di sini,” kata Fahrul.
Setiap bertugas, para penjaga loket dan parkiran wisatawan di Dusun Butuh mendapat upah Rp80 ribu per hari. Dalam seminggu Fahrul bekerja selama empat hari. Sejauh ini, penghasilan itu ia nilai cukup untuk membiayai kebutuhannya sehari-hari.
“Penghasilannya memang lebih banyak kalau bekerja sebagai buruh pabrik. Tapi kalau di sini kan lebih dekat dengan keluarga. Itu yang menjadi pilihan saya bekerja di sini,” kata Fahrul.
Tak hanya sebagai tempat mencari nafkah, Dusun Butuh juga menjadi tempat yang nyaman untuk menghabiskan hari tua. Saat berkeliling kampung itu, Merdeka.com menjumpai beberapa lansia yang duduk bersantai di depan rumah.
Saat azan berkumandang, mereka bergegas menuju masjid untuk menunaikan sholat.
Banyak dari lansia ini dibekali tongkat berwarna biru saat berjalan.
Tingkat kemiringan ekstrem pada jalan gang di Dusun Butuh tentu menjadi pertimbangan agar mereka dapat senantiasa berjalan dengan aman ke manapun mereka mau.
Salah seorang lansia yang Merdeka.com temui di Dusun Butuh adalah Mintari (80). Dengan ditemani seputung tembakau lintingan, Mintari menceritakan pengalaman hidupnya.
Sebagai warga asli Dusun Butuh, Mintari pernah merantau ke luar daerah dan menjalankan berbagai profesi mulai dari kerja di tambang pasir Merapi hingga bekerja sebagai kuli di proyek pembangunan.
Saat kembali ke kampung halamannya, ia sempat menjadi seorang petani. Kini ia menikmati hari tuanya sembari menghirup udara Dusun Butuh yang masih segar.
Sekarang saya sudah sepuh. Ganti anak saya yang bertani,” ujar Mintari.
Dengan segala potensi yang dimilikinya, Bank Rakyat Indonesia (BRI) ingin membangun ekosistem usaha di Dusun Butuh. Melalui program Coorporate Social Responsibility (CSR), BRI mengeluarkan anggaran sebesar Rp1,5 miliar agar ekosistem usaha dan pariwisata di Dusun Butuh makin berkembang.
“Masyarakat di Dusun Butuh itu kompak mau diajak maju. Potensi wisata di sana juga bagus banget. Jadi kita tak ragu untuk support mereka,” kata CEO BRI Regional Office Yogyakarta, John Sarjono, saat ditemui Merdeka.com di kantornya pada Selasa (23/4).
Foto 1: Gapura di jalan masuk menuju Dusun Butuh. Dari sini, Nepal Van Java masih berjarak 6 km
Foto 2: Jalanan gang sempit yang membelah perkampungan warga di Dusun Butuh
Foto 3: Jembatan kaca, salah satu spot selfie di Dusun Butuh yang berada di atas sebuah sungai kecil.
Foto 4: Salah satu pemandangan unik di kampung Nepal Van Java. Toilet umum dengan latar belakang air terjun.
Foto 5: Dua orang warga yang sedang bersantai di atap rumah, sembari melihat pemandangan dari ketinggian.
Foto 6: Petani kentang di Dusun Butuh, siap memasarkan hasil panen mereka.
Foto 7: Sekelompok anak tampak sedang bermain di sebuah sungai kecil yang membelah kawasan perkampungan Nepal Van Java
Foto 8: Masjid Baitut Taqwa, masjid terbesar di kawasan wisata Nepal Van Java.
Foto 9: Salah satu warung kopi Nepal Van Java. Di sini, penjual menjajakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau bagi wisatawan.
Foto 10: Toko kelontong sekaligus menjadi satu-satunya Agen BRILink di Dusun Butuh. Ada 600-700 transaksi dalam sebulan di Agen BRILink ini.
Foto 11: Salah satu spot favorit melihat pemandangan rumah-rumah di Dusun Butuh dari ketinggian.
Foto 12: Salah satu foto booth tulisan "Nepal Van Java" yang menjadi salah satu Desa Wisata BRILian di Indonesia.