Berawal dari Aktivitas Pendakian, Begini Asal Mula Desa di Lereng Gunung Sumbing dapat Julukan “Nepal Van Java”
Keberhasilan Dusun Butuh menjadi desa wisata tak lepas dari kekompakan warganya
Keberhasilan Dusun Butuh menjadi desa wisata tak lepas dari kekompakan warganya
Berawal dari Aktivitas Pendakian, Begini Asal Mula Desa di Lereng Gunung Sumbing dapat Julukan “Nepal Van Java”
“Nepal Van Java”, begitulah julukan yang melekat pada Dusun Butuh, sebuah perkampungan yang berada di kaki Gunung Sumbing. Tepatnya di Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik, Magelang.
-
Siapa yang menghuni Gunung Sumbing? Tapi makhluk halus di Gunung Sumbing ini adalah jin baik. Dikabarkan makhluk halus ini akan benci pendaki yang suka melakukan perbuatan maksiat di kawasan gunung.
-
Dimana pendaki ditemukan? 'Korban yang hilang ini kita tidak tahu masuk kelompok mana dia. Pencarian juga kita mempertimbangkan cuaca, jangan sampai nanti korban bertambah,' sebutnya.
-
Dimana peradaban purba di Gunung Sumbing? Di lereng Gunung Sumbing, tepatnya di Desa Ketangi, Kecamatan Kaliangkrik, Magelang, terdapat sebuah gua tersembunyi yang oleh warga sekitar dinamakan Omah Watu.
-
Dimana letak Desa Wisata Huta Tinggi? Desa wisata yang satu ini bahkan berhasil meraih peringkat kelima dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 kategori Konten Kreatif.
-
Kenapa Desa Wisata Huta Tinggi terkenal? Desa Wisata Huta Tinggi yang berada di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatra Utara.
-
Dimana jalur pendakian Gunung Sanghyang berada? Sayangnya, jalur pendakian menuju puncak gunung ini masih terbatas dan sulit. Dengan vegetasi hutan yang lebat dan sangat rapat, satu-satunya akses pendakian hanya jalan setapak sisa zaman kerajaan yang menghubungkan Tamblingan dengan Jatiwulih.
Sebelum terkenal dengan julukan itu, Dusun Butuh sebenarnya sudah cukup dikenal di kalangan para pendaki gunung.
Perkampungan itu sebelumnya menjadi titik awal pendakian menuju puncak Gunung Sumbing. Di balik ketenarannya kini, Dusun Butuh punya sejarah yang menarik.
Lalu seperti apa kisa awal mula terbentuknya perkampungan itu? dan bagaimana awal mula kampung itu pada akhirnya dijuluki “Nepal Van Java”?
Sejarah Terbentuknya Dusun Butuh
Saat berkunjung ke Dusun Butuh pada Sabtu (20/4), Merdeka.com bertemu Kepala Dusun Butuh, Lilik Setyawan. Ia mengatakan, pada awalnya tak ada permukiman di Dusun Butuh.
“Jadi awal mulanya ada kampung dengan2-4 rumah di bawah sini. Mereka mencari sumber air karena letak kampung mereka jauh dari sungai. Lalu ketika sampai sini, mereka menemukan beberapa sumber mata air. Lalu mereka mulai mendirikan perkampungan di tempat ini,” kata Lilik.
Di kemudian hari, perkampungan itu dinamakan “Butuh”, merujuk pada kondisi mereka yang saat itu “butuh” air.
Berdasarkan cerita-cerita penuturan yang ia terima, para penghuni kampung awal yang mencari sumber air itu merupakan pelarian dari Jogja. Namun sayangnya Lilik tidak tahu kapan peristiwa itu terjadi dan apa yang menyebabkan mereka “melarikan diri” dari Jogja.
“Untuk persisnya kapan peristiwa itu terjadi, masih jadi PR kita. Sesepuh kampung sini yang paling “sepuh” saja kalau ditanya soal itu sudah tidak paham. Kita masih belum punya bukti valid dan tahun persisnya,” ungkapnya.
Transformasi Dusun Butuh jadi Desa Wisata
Seiring waktu, Dusun Butuh menjadi kampung yang ramai. Aktivitas perekonomian makin berkembang karena selalu didatangi para pendaki gunung dari berbagai daerah.
Sejak tahun 2016, Lilik sudah punya perencanaan untuk mengembangkan Dusun Butuh menjadi desa wisata.
Pria yang menjadi Kepala Dusun sejak tahun 2013 itu rutin mengajak warga untuk kerja bakti membersihkan lingkungan dari sampah.
Selain itu, Lilik juga punya program untuk memperindah kampung. Pada perayaan 17 Agustus tahun 2017, ia dan para pemuda desa menggelar lomba mengecat tembok rumah di lingkungan masing-masing.
“Saya kasih modal tiap lingkungan empat kaleng cat. Kalau mau lebih iuran atau modal lingkungan tersebut,” kata Lilik.
Dengan adanya lomba itu, lingkungan rumah di Dusun Butuh semakin berwarna. Pada tahun 2018, Lilik meminta sekelompok mahasiswa yang melakukan KKN di sana untuk membuat program kerja (proker) menggambar mural grafiti.
Ia juga meminta mahasiswa KKN itu untuk membuat proker pengadaan bak sampah. Ada sembilan bak sampah baru yang kemudian disediakan untuk warga.
Mahasiswa KKN memberi sumbangan tiga bak sampah, sementara sisanya disediakan oleh warga sendiri.
Dengan adanya bak sampah itu, diharapkan tak ada lagi warga yang membuang sampah ke sungai.
“Satu sisi saya ingin promosi. Saya kirim foto-foto kegiatan kami ke beberapa teman wartawan yang pernah meliput soal pendakian di sini. Sisi lain saya ingin menyadarkan masyarakat tentang pentingnya kebersihan dan keramahan, karena itu jadi kunci pokok sapta wisata,” kata Lilik
Asal Mula Sebutan “Nepal Van Java”
Lilik punya teman seorang jurnalis Metro TV bernama Mas Wildan. Pada tahun 2019, Mas Wildan datang ke Dusun Butuh dan menerbangkan drone di sana.
Mas Wildan kemudian memposting video dari drone itu ke media sosial.
Dalam postingan itu, Mas Wildan menulis caption yang kurang lebih berbunyi ,”Inilah Dusun Butuh, Inilah Nepalnya Indonesia.”
Sebelum ke Dusun Butuh, Mas Wildan sendiri diketahui pernah berkunjung ke negeri Nepal.
Postingan Mas Wildan langsung viral karena diposting ulang oleh akun-akun media sosial pendakian.
Postingan itu juga menarik perhatian dari para penerbang drone. Mereka silih berganti datang ke Dusun Butuh untuk menerbangkan drone di sana.
“Setelah itu pandemi enam bulan. Selama itu kan kita dikekang tidak ada aktivitas. Setelah masa ‘new normal’, saya mengajukan izin untuk pembukaan pendakian,” kata Lilik.
Izin itu diterima Bupati Magelang dengan persyaratan protokol kesehatan. Info dibukanya kembali pendakian Gunung Sumbing lewat Dusun Butuh segera diketahui banyak orang. Mereka kembali berbondong-bondong datang ke Dusun Butuh.
Pada Bulan Juli 2020, ada seorang konten kreator yang memposting video pemandangan di sekitar halaman masjid Dusun Butuh. Dalam postingan itu, sang konten kreator menulis caption “Magelang rasa-rasa Bandung”.
Lilik memosting ulang video dari konten kreator itu di akun pendakian yang ia kelola. Dalam postingannya, ia menulis, “Kalau di Jawa Barat ada Paris Van Java, kalau di Jawa Tengah ada ‘Nepal Van Java’”.
Dari sanalah istilah “Nepal Van Java” muncul. Seiring waktu, istilah itu makin populer di kalangan warganet. Di media sosial sendiri, istilah itu sempat memunculkan pro dan kontra.
Viralnya Dusun Butuh sebagai “Nepal Van Java” pada akhirnya sampai ke Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno.
Pada saat kunjungan kerja ke Jawa Tengah, Sandiaga mengagendakan kunjungan khusus ke Dusun Butuh. Saat itulah Lilik menemui Sandiaga untuk membicarakan langsung perihal sebutan “Nepal Van Java” yang tengah viral.
“Pak Sandiaga sendiri tidak mempermasalahkannya. Dia bilang kalau dalam pariwisata ‘branding’ itu penting. Selama tidak ada yang mempermasalahkan dan menggugat ya sah-sah saja. Bahkan orang Nepal saja nggak ada yang menggugat kok. Sejak saat itu nama ‘Nepal Van Java’ menjadi ‘branding’ wisata kami,”
Kata Lilik terkait tanggapan Sandiaga Uno terkait julukan kampungnya sebagai "Nepal Van Java"
Jadi Desa Wisata BRILIan
Nama ‘Nepal Van Java’ yang melekat pada Dusun Butuh makin dikenal luas. Dengan begitu, Lilik sebagai kepala dusun makin mudah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan kampungnya.
Berbagai perusahaan bersedia diajak sama untuk membangun pariwisata Nepal Van Java. Mulai dari perusahaan cat Nippon Paint, Borobudur Marathon, hingga Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Melalui program Coorporate Social Responsibility (CSR) BRI Peduli, perusahaan BUMN itu telah turut membantu pembangunan sarana pariwisata Dusun Butuh seperti renovasi musala, renovasi gedung serba guna, pengadaan toilet, hingga pembangunan sarana pariwisata salah satunya wahana jembatan kaca.
Dusun Butuh juga dilombakan dalam ajang Desa BRILian pada tahun 2022 dan berhasil masuk lima besar nasional. Kini Dusun Butuh menjadi salah satu Desa Wisata BRILian yang ada di Indonesia.
Terkait peran BRI dalam pengembangan wisata di Dusun Butuh, CEO Regional BRI Yogyakarta, John Sarjono, mengatakan bahwa dusun itu memiliki potensi yang besar dalam pembangunan ekosistem usaha. Harapannya ekosistem itu bisa terus berkembang sehingga bisa berdampak pada tingkat perekonomian warganya.
“Kalau di sana memang BUMDes (Badan Usaha Milik Desa-red) nya belum terlalu siap, tapi masyarakatnya kompak. Di sana potensi wisatanya juga bagus banget. Jadi kita support mereka,” kata John Sarjono saat ditemui di kantornya pada Selasa (23/4).