Kisah Buah Busuk Penghasil Energi Listrik
Di Pasar Buah Gamping, ada sebuah mesin yang dapat mengubah buah busuk menjadi energi listrik. Namun pemanfaatannya belum maksimal.
Di Pasar Buah Gamping, ada sebuah mesin yang dapat mengubah buah busuk menjadi energi listrik. Namun pemanfaatannya belum maksimal.
***
-
Apa yang dikatakan Ade Armando tentang DIY? Laporan ini merupakan buntut dari pernyataan Ade yang mengatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai perwujudan dari politik dinasti sesungguhnya.
-
Kapan puncak kemarau di DIY diprediksi berlangsung? Sebelumnya Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas menyebut puncak musim kemarau 2024 di DIY diprediksi berlangsung antara Juli hingga Agustus 2024.
-
Siapa saja yang hadir dalam sosialisasi Balai Bahasa DIY tentang ujaran kebencian? Acara dihadiri oleh 47 peserta dari berbagai lembaga seperti binmas polres kabupaten/kota, humas Setda DIY, bidang kepemudaan kabupaten/kota, dinas komunikasi dan informatika provinsi/kabupaten/kota dan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) kabupaten/kota.Lalu hadir pula, dinas DP3AP2KB provinsi/kabupaten/kota, MKKS kabupaten/kota, Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi DIY, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) serta Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II Yogyakarta.
-
Kapan puncak arus balik di DIY terjadi? Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat bahwa puncak arus balik di provinsi itu terjadi pada Minggu (14/4).
-
Kenapa Pertamina menambah stok LPG di Jawa Tengah dan DIY? Pertamina Patra Niaga terus menambah persediaan LPG 3 kg untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY. Langkah ini dapat dilakukan menyusul meredanya cuaca ekstrem yang melanda wilayah utara Jawa Tengah sejak 11 Maret lalu dan berhasilnya kapal pengangkut suplai LPG bersandar di pelabuhan Semarang dan Rembang, Total, mereka melakukan penambahan fakultatif LPG 3 Kg hingga 394.000 tabung selama periode Maret 2024 di wilayah terdampak.
-
Kapan Pertamina menambah stok LPG di Jawa Tengah dan DIY? Pertamina Patra Niaga terus menambah persediaan LPG 3 kg untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY. Langkah ini dapat dilakukan menyusul meredanya cuaca ekstrem yang melanda wilayah utara Jawa Tengah sejak 11 Maret lalu dan berhasilnya kapal pengangkut suplai LPG bersandar di pelabuhan Semarang dan Rembang, Total, mereka melakukan penambahan fakultatif LPG 3 Kg hingga 394.000 tabung selama periode Maret 2024 di wilayah terdampak.
Aktivitas perekonomian di Pasar Buah Gemah Ripah Gamping tak pernah henti berdenyut. Setiap harinya, truk-truk ataupun mobil pick up dari dalam maupun luar kota berdatangan ke pasar itu untuk mengantarkan buah hasil panen para petani.
Di pasar itu pula, para pembeli selalu berdatangan untuk membeli buah dengan harga yang terjangkau. Ratusan kios berjejer di tempat itu menjajakan bermacam buah mulai dari buah jeruk, melon, nanas, mangga, semangka, buah naga dan sebagainya.
Sekitar sepuluh tahun silam, pasar itu merupakan tempat yang kumuh. Di salah satu sudutnya teronggok tumpukan sampah buah busuk yang entah mau dikemanakan. Tumpukan sampah itu dibiarkan menggunung selama satu tahun.
“Waktu itu sampahnya banyak sekali sehingga dalam pelaksanaan kita kebingungan untuk pembuangan atau pemusnahannya. Kalau kita bakar tidak boleh, kalau kita diamkan kanan kiri bisa bau,” kata Bambang Raharjo, Manajer Koperasi Pasar Buah Gemah Ripah Gamping.
Untungnya, pada saat itu para pengurus koperasi Pasar Buah Gamping punya kenalan pakar UGM. Di depan para pakar, mereka menjelaskan permasalahan sampah buah busuk itu. Setelah mendengarkan penjelasan dari pihak koperasi, pihak UGM bersedia membantu untuk mengatasi persoalan tersebut.
Proses Pembuatan Unit
©2020 Merdeka.com
Pakar dari UGM itu kemudian meninjau Pasar Buah Gamping untuk melihat kenyataan di lapangan. Pada saat itu yang datang adalah tim dari Waste Refinary Center (WRC) Fakultas Teknik Kimia UGM. Di sana mereka mengadakan forum diskusi dengan pihak koperasi dan pedagang buah.
Pada saat itu kebetulan ketua tim WRC UGM (Alm) Dr. Siti Syamsiyah beserta beberapa mahasiswa UGM pernah melanjutkan studi di Swedia pada 2006 silam. Di negara itu mereka melihat pemanfaatan sampah organik yang bisa diolah menjadi biogas.
Hal inilah yang kemudian dijadikan inspirasi dalam menerapkan metode yang sama di Indonesia. Terlebih lagi di Indonesia, sampah organik seperti sampah buah dan sayur sebenarnya cukup banyak dan belum bisa diolah dengan baik.
Proses riset kemudian dilakukan tim WRC UGM untuk mengamati kandungan gas di dalam buah. Tak hanya itu, mereka juga mempersiapkan desain mesin pengolahan yang sesuai dengan kondisi di Pasar Buah Gamping.
Tahap berikutnya ada pendanaan untuk memproduksi unit yang sudah didesain itu. Untuk hal ini pihak WRC UGM berhasil menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya dari University Of Boras Swedia. Proses kerja sama dengan pihak Swedia berjalan lancar karena selama proses riset pihak WRC UGM telah menjalin komunikasi secara intensif dengan mereka mengenai pengembangan unit instalasi serta peluang kerja samanya.
Di lain sisi, pihak Koperasi Pasar Buah Gemah Ripah Gamping telah menyiapkan lahan seluas 400 meter persegi untuk pengoperasian unit itu. Singkat cerita unit instalasi biogas itu akhirnya diresmikan di pasar buah itu pada 2011.
Bisa Olah Sampah Buah Busuk Jadi Energi Listrik
©2020 Merdeka.com
Unit instalasi biogas yang diresmikan di Pasar Buah Gamping itu dapat mengolah sampah buah busuk menjadi energi listrik. Alat inipun menjadi karya perintis WRC UGM dalam pengolahan sampah organik di Indonesia. Harapannya, unit instalasi tersebut mampu menciptakan “kemandirian energi” di mana pasar itu mampu memproduksi listrik sendiri. Tak lagi bergantung dengan PLN.
Cara kerja alat ini adalah sebagai berikut: Pertama, buah busuk yang telah terkumpul dimasukkan ke dalam mesin penghancur buah atau crusher. Kedua, buah yang sudah hancur itu kemudian diperas cairannya dengan mesin pemeras.
Ketiga, cairan buah itu kemudian dimasukkan ke dalam sebuah penampungan bernama biodigester dan diubah menjadi biogas, sementara sisa buah yang lain dapat dimanfaatkan menjadi pupuk. Keempat, cairan yang telah terbentuk menjadi biogas di dalam biodigester kemudian dibersihkan dari kandungan zat Hidrogen Sulfida dan baru kemudian disalurkan menjadi bahan bakar generator listrik.
Di Pasar Buah Gamping sendiri, terdapat dua buah biodigester yang masing-masing dapat menampung 4 ton cairan buah busuk. Biogas dari 4 ton cairan buah busuk itu mampu menghasilkan tenaga listrik sebanyak 500 kilowatt.
“Penampungan (bio)digester-nya ada dua. Satu digester ukurannya separuh rumah ini, kalau dua ya serumah ini,” kata Bambang sambil menunjuk ruang aula kantor tempat ia bekerja.
Setiap harinya, pasar buah itu sebenarnya masih mengandalkan tenaga listrik dari PLN. Bambang mengatakan, tenaga listrik dari mesin biogas hanya digunakan kalau listrik di pasar mati. Praktis, karena hanya digunakan kalau ada pemadaman listrik dari PLN, tenaga listrik yang digunakan dari unit instalasi biogas itu hanya sedikit.
“Kita memanfaatkan listrik dari biogas itu hanya kalau listrik PLN mati. Kalau tidak mati kan kita masih dapat listrik dari PLN. Karena tidak mungkin PLN kita putus lalu pakai mesin itu. Saya pasti dimarahi sama PLN. Kan kalau harus minta izin pasti repot,” ujar Bambang kepada Merdeka.com.
Haris Joni Rimbawan, S.Si., M.Eng, Peneliti dan Manajer Program WRC UGM, mengakui memang sulit mendapat izin untuk memutus listrik dari PLN dan menggantinya dengan listrik dari unit instalasi biogas itu. Tapi sebenarnya kendalanya tak hanya masalah perizinan itu.
Menurutnya, kapasitas unit instalasi biogas yang mampu mengolah 2 ton sampah per hari belum dimanfaatkan secara maksimal terutama untuk input sampahnya, sehingga produksi gas metana yang akan diolah menjadi listrik-pun juga belum maksimal.
Tak Semua Buah Bisa Diolah
©Dok. Ari Hermawan
Di Pasar Buah Gamping sendiri, ada dua orang penanggung jawab yang ditugaskan khusus untuk mengolah unit instalasi itu. Ari Hermawan, petugas kebersihan Pasar Buah Gamping yang juga menjadi operator instalasi itu mengakui bahwa sulit untuk mengolah 2 ton sampah buah busuk dalam sehari dengan tenaga yang masih terbatas. Untuk jumlah sebanyak itu, dia membutuhkan waktu pengerjaan selama dua hari.
Selain pada sedikitnya tenaga yang ditugaskan, kendala lainnya adalah pada bahan sampah buah busuk yang harus diolah. Ari mengatakan, di Pasar Buah Gamping sendiri, tak semua buah busuk dapat dimasukkan ke dalam instalasi biogas itu.
“Kalau semua buah masuk mesinnya bisa macet. Dulu waktu pertama-tama belum tahu kita masukkan semua jenis buah. Tapi lama-kelamaan menyumbat di pisaunya. Terus itu di pompanya juga pernah menyumbat,” terang Ari.
Menurutnya, salah satu buah yang tidak bisa dimasukkan ke instalasi itu adalah jeruk. Dia menjelaskan kalau di kulit jeruk ada semacam minyak yang bisa membunuh bakteri yang ada di biodigester. Oleh karena itu, sampah jeruk busuk yang bisa dimasukkan ke dalam unit instalasi itu hanyalah 20 persen dari semua sampah jeruk busuk sementara sisanya dibawa ke tempat pembuangan sampah (TPS) di Piyungan.
Haris menjelaskan berdasarkan riset yang dilakukan WRC, pada buah jeruk ada kandungan senyawa kimia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme penghasil gas metana di dalam biodigester. Oleh karenanya ia mengatakan untuk pemanfaatan buah jeruk masih dalam proses pengembangan lebih lanjut.
Buah lain yang tidak bisa dimasukkan ke dalam mesin instalasi biogas itu adalah nanas. Bimo, salah seorang pedagang nanas di Pasar Buah Gamping mengatakan kalau buah busuk jualannya tak pernah dimasukkan ke dalam unit instalasi itu. Oleh karena itulah, kalau ada buah nanas miliknya yang busuk, ia menjualnya ke peternak babi.
“Kalau ke peternak babi hitungannya buah yang busuk ditaruh di keranjang. Satu keranjangnya Rp5.000-10.000. Lumayan bisa tambah penghasilan sedikit dari pada kebuang sia-sia,” ujarnya.
Mengenai buah nanas, Ari menjelaskan kalau buah itu tidak bisa dimasukkan ke dalam unit instalasi karena teksturnya yang kurang lembut. Selain itu buah nanas juga memiliki daun kuncup yang tajam. Ia mengatakan sebenarnya kuncup itu bisa saja dibuang sehingga buah nanas bisa diolah, tapi prosesnya memakan waktu.
Bagi Ari sendiri, buah yang memiliki kandungan gas metana paling banyak adalah semangka dan melon. Namun saat musim kemarau, kedua buah itu biasanya bakal laris sehingga ketersediaan bahan baku dari kedua buah itu menjadi berkurang.
Belum lagi, dia harus bersaing dengan para peternak kambing, sapi dan babi untuk mendapatkan sampah buah busuk itu. Menurut Bambang, para peternak itu biasanya sudah datang subuh-subuh untuk memperoleh buah busuk di pasarnya. Padahal petugas kebersihan paling pagi baru masuk sekitar pukul enam. Untuk itulah satpam di sana disiagakan agar para peternak itu tidak mengambil sampah buah busuk terlalu banyak.
“Biasanya yang ambil sampah buah busuk di sini antara 10-12 peternak. Mereka datang ke sini dengan memasang grombyong di motornya yang bisa memuat 30 kg buah. Satu peternak bisa ambil 2-3 kali. Jadi total mereka ambil 3-4 kuintal. Logikanya seperti itu,” terang Bambang.
Wujudkan "Kemandirian Energi"
©2020 Merdeka.com
Sejak diresmikan pada 2011, Bambang mengatakan bahwa unit instalasi biogas itu tidak pernah digunakan sebagai sumber listrik di pasar itu sepenuhnya. Penggunaannya hanya dilakukan saat listrik mati, yang mana kondisi itu akan sering terjadi saat musim hujan. Selain itu, sering usahanya untuk mengajak para pedagang memanfaatkan sepenuhnya sumber listrik dari unit instalasi itu mengalami berbagai kendala.
Pernah dia melakukan usaha untuk mengatur pengolahan sampah para pedagang buah agar bahan baku sampah buah busuk yang diolah di unit instalasi biogas itu bisa banyak. Salah satunya adalah dengan membuat tiga drum yang berfungsi sebagai pemilahan sampah pada masing-masing kios pedagang.
“Drum warna merah untuk sampah yang akan dimasukkan ke biogas, yang putih itu sampah biasa, sedangkan yang hijau itu sampah kayu, plastik, dan sebagainya. Tapi kan ini pasar. Pasar itu ngaturnya sulit, pedagang disuruh gini-gini kadang tidak mau,” kata Bambang.
Walaupun begitu, Bambang mengakui cita-cita untuk menghasilkan “kemandirian energi” itu masih ada. Dengan adanya “kemandirian energi” di pasar itu, pengeluaran listrik yang dibayarkan para pedagang buah akan jadi lebih murah.
“Kalau memang resmi dari pemerintah boleh, kenapa tidak? Karena dari sana kan kita jadi lebih murah. Saya tak perlu lagi beli BBM (untuk menggerakkan unit instalasi biogas), hanya dari buah busuk, mesinnya juga sudah ada,” kata Bambang.
Sementara itu saat ditanya soal cita-cita kemandirian energi di pasarnya, Ari merasa yakin hal itu bisa terwujud asal unit instalasi itu bisa diperbaharui.
“Kalau semua bersinergi, kalau masing-masing dari pedagang itu sadar soal kemandirian, jadi sudah dipilah, sampah organik dan sampah non-organik sudah dipisah, terus dari tenaga-tenaganya bisa kontinyu ngambilnya, Insya Allah bisa,” ujar Ari mantap.