Melihat Saluran Air Peninggalan Belanda di Lereng Gunung Slamet, Jadi Saksi Sejarah Pembangunan Kota Purwokerto
Penempatan PLTA yang dibangun Belanda diperhitungkan dengan begitu matang sehingga tidak berdampak negatif pada lingkungan sekitar.
Penempatan PLTA yang dibangun Belanda diperhitungkan dengan begitu matang sehingga tidak berdampak negatif pada lingkungan sekitar.
Melihat Saluran Air Peninggalan Belanda di Lereng Gunung Slamet, Jadi Saksi Sejarah Pembangunan Kota Purwokerto
Purwokerto merupakan salah satu kota terbesar di Jawa Tengah. Kota itu terletak di sisi selatan Gunung Slamet. Sebagai ibu kota Kabupaten Banyumas, berdasarkan sensus penduduk tahun 2020 kota itu memiliki jumlah penduduk 249.618 jiwa.
-
Kapan PLTA Kracak diresmikan? Sebagian besar desain gedung pembangkit tidak diubah sejak pertama diresmikan pada 1926, dan hanya diperbarui sesuai bentuk awal.
-
Kenapa PLTA Kracak dibangun? Kala itu, Kota Buitenzorg atau Bogor jadi salah satu kota penyangga Batavia yang sibuk. Banyak aktivitas pemerintahan, industri, pendidikan dan penelitian oleh Belanda yang dilakukan di sana, sehingga membutuhkan supply listrik.
-
Di mana PLTA Gunungtua terletak? Sebuah unit Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) peninggalan Belanda masih berdiri kokoh di Desa Gunungtua, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
-
Di mana PLTA Kracak berada? Unit pembangkit listrik tenaga air yang kini dikelola oleh PT Indonesia Power, sub holding PT PLN Persero ini terletak di Kampung Cimande Hilir, Desa Parakansalak, Kecamatan Leuwiliang.
-
Dimana lokasi PLTA Jelok? Tak jauh dari sana terdapat deretan rumah dinas yang dulunya digunakan sebagai tempat tinggal para karyawan PLTA. Saat ini, deretan rumah dinas itu dijuluki sebagai kampung kolonial.
-
Mengapa PLTA Gunungtua dibangun? Pembangunan PLTA Gunungtua sendiri sedari awal sudah difokuskan untuk mengaliri listrik di tiga perkebunan teh seperti Wangunreja, Tambaksari dan Ciater.
Perkembangan Purwokerto sebagai sebuah kota besar tak lepas dari keberadaan saluran air yang melewati kota itu. Air disalurkan dari mata air di lereng Gunung Slamet menuju ke pusat kota.
Begitu pula dengan pembangkit listrik yang juga menggunakan tenaga air. Semua teknologi tersebut sudah dikembangkan pada era penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1930-an.
Melalui video yang diunggah pada 8 Juni 2024, kanal YouTube Jejak Siborik berkesempatan untuk melihat jejak saluran air serta pembangkit listrik tenaga air (PLTA) peninggalan Belanda di lereng Gunung Slamet.
Pembangunan PLTA pada awalnya dikhususkan bagi pabrik gula dan sisanya disalurkan ke gedung-gedung milik Hindia Belanda dan masyarakat.
Penempatan PLTA yang dibangun Belanda diperhitungkan dengan begitu matang sehingga tidak berdampak pada pertanian masyarakat setempat dan lingkungan sekitar.
Salah satu peninggalan Belanda itu adalah PLTA Ketenger, lokasinya berada di Gerumbul Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden.
Dikutip dari Wikipedia, PLTA Ketenger dibangun untuk memenuhi kebutuhan energi listrik bagi rumah-rumah di Kota Purwokerto, Kabupaten Purbalingga, hingga Kebumen.
Pembangunan PLTA Ketenger dimulai pada tahun 1935 dan rampung pada tahun 1939. Pembangunannya sepenuhnya dikerjakan oleh perusahaan kontraktor bernama N.V ANIEM.
- Melihat Saluran Air Peninggalan Belanda Tersembunyi di Tengah Hutan Kendal, Dibangun di Bawah Kuburan
- Potret PLTA Berusia Satu Abad Lebih di Bandung
- Melihat Lebih Dekat PLTA Peninggalan Penjajah Belanda di Semarang, Masih Banyak Bangunan Tua Kolonial yang Berdiri Kokoh
- Sungai Tuntang Meluap Sebabkan Jalur Semarang - Grobogan Lumpuh Total, Ini Penampakannya
Lokasi di sekitar PLTA Ketenger terlihat begitu indah. Kolam penampungan airnya dikelilingi bukit dengan pohon-pohon yang tumbuh hijau. Tak jauh dari sana terdapat pintu air yang airnya begitu jernih.
Air di PLTA Ketenger disadap dari aliran Sungai Banjaran yang kemudian ditampung di kolam harian. Untuk menuju ke kolam, air dari sungai harus melewati sejumlah pintu air. Air yang sudah tertampung di kolam selanjutnya dialirkan untuk menggerakkan turbin yang kemudian menghasilkan listrik.
Selain untuk menggerakkan turbin, air dari PLTA Ketenger juga dialirkan menuju saluran irigasi untuk mengairi pertanian sekitar.
Dilansir dari Wikipedia, pada awal pembangunannya PLTA Ketenger hanya memiliki dua unit generator. Masing-masing generator mampu membangkitkan energi listrik sebesar 3,52 Megawatt.
Pada periode 1998-1999, PT Dirga Bratasena Engineering Medan melakukan penambahan satu unit pembangkit listrik yang mampu menghasilkan energi listrik sebesar 1,05 Megawatt. Pada tahun 2008 ditambah lagi satu unit generator berkapasitas 0,5 Megawatt.
Di kawasan PLTA Ketenger, masih terdapat beberapa bangunan peninggalan Belanda. Salah satunya adalah sebuah rumah kuno bercat putih bergaya arsitektur Indis.
Rumah itu dulunya digunakan sebagai rumah dinas petugas penguras air sebelum airnya ditampung di kolam penampungan.
PLTA Ketenger memiliki air yang cukup dan selalu terpenuhi baik saat musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini bisa terlihat pada vegetasi hutan di sekitar PLTA yang masih lebat. Selain itu sampah plastik nyaris tidak terlihat di penyaringan, melainkan hanya ranting dan dedaunan.