'Roh' Jalan Malioboro Harus Tetap Dijaga, Begini Kata Pakar UGM
Malioboro adalah ikon pariwisata Yogyakarta. Keberadaannya harus dijaga betul-betul. Pakar Pariwisata UGM, Prof Janianton Damanik berharap roh Jalan Malioboro tidak berubah meski para PKL di sana direlokasi.
Malioboro adalah ikon pariwisata Yogyakarta. Keberadaannya harus dijaga betul-betul. Hal inilah yang diingatkan Kepala Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Janianton Damanik terkait relokasi pedagang kaki lima (PKL) Malioboro.
“Harus dijamin agar Malioboro tidak berubah sosok seperti jalur pedestrian di Jalan MH Thamrin di Jakarta sana yang ada gedung-gedung pencakar langit di sisi kanan kiri jalan,” kata Janianton dikutip dari ANTARA pada Rabu (2/2).
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Ia pun berharap agar roh dari Jalan Malioboro tetap dijaga, yaitu sebagai sumbu filosofi Yogyakarta yang memiliki makna yang amat dalam. Berikut selengkapnya:
Jadi Pusat Kesenian
©2017 Merdeka.com
Janianton mengatakan, Jalan Malioboro tidak sekedar menjadi jalan pedestrian hanya tempat orang lalu-lalang. Namun sebagai ruang publik tempat berkarya dan mempertunjukkan kesenian.
Berkaitan dengan ini, ia berkata Pemda DIY memiliki sumber daya yang besar, salah satunya dengan menggandeng Institut Seni Indonesia (ISI). Selain itu, Dinas Kebudayaan DIY bisa memetakan berbagai sumber potensi kesenian dan kebudayaan dan menyusun agenda wisata.
“Anak-anak ISI kan orang-orang kreatif. Ya sudah misalnya satu minggu sekali bisa pameran di situ,” kata Janianton.
Tetap Optimis
©2021 Liputan6.com/Helmi Fithriansyah
Meskipun nantinya para PKL tidak lagi ditemui di sekitar Malioboro, namun Janianton tetap optimis kawasan sentra belanja di Kota Yogyakarta itu tetap memikat wisatawan. Apalagi kalau bicara soal masa depan, para wisatawan milenial sudah tidak peduli lagi dengan masa lalu Malioboro.
Namun ada satu hal penting di mana Pemda DIY menjamin para PKL tidak memulai lagi dari nol saat menjajakan dagangan mereka di tempat baru. Ia menyarankan agar Pemda DIY bisa mencontoh penataan di sentra pedagang burung di Belgia. Di sana wisatawan tetap berminat mencari burung karena narasi promosi pariwisata dibangun dengan diksi yang tepat.
“Jadi promosi yang kita bangun ke depan itu bukan ke tempat relokasi PKL. Tapi ayo belanja ke tempat PKL yang dikemas lebih indah jadi image-nya positif,” kata Janianton.