Tak Ada yang Pernah Menjabat Sampai Dua Kali, Ini Mitos Seputar Pemilihan Kepala Daerah di Jateng
Menjelang pilkada 2024, berbagai bumbu-bumbu kontestasi politik sudah mulai mewarnai perbincangan di tengah masyarakat.
Menjelang pilkada 2024, berbagai bumbu-bumbu kontestasi politik sudah mulai mewarnai perbincangan di tengah masyarakat.
Tak Ada yang Pernah Menjabat Sampai Dua Kali, Ini Mitos Seputar Pemilihan Kepala Daerah di Jateng
Tahun 2024 merupakan tahun pemilu. Selain pemilihan presiden serta wakil rakyat pada April kemarin, ada pemilihan kepala daerah yang digelar pada November mendatang.
Menjelang pilkada 2024, berbagai bumbu-bumbu kontestasi politik sudah mulai mewarnai perbincangan di tengah masyarakat. Salah satunya soal mitos seputar periode jabatan para bupati yang tak pernah mencapai dua kali.
-
Kapan Pilkada 2024 dijadwalkan? Sementara penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan dilakukan pada 27 November 2024.
-
Bagaimana tahapan Pilkada 2024 diatur? Tahapan Pilkada 2024 sendiri telah ditetapkan dalam peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024.Peraturan tersebut tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024.
-
Kenapa Pilkada 2024 penting? Pemilihan kepala daerah serentak ini menjadi ajang untuk menilai kembali kinerja para pejabat yang sedang menjabat, sekaligus kesempatan bagi calon baru untuk menawarkan visi dan misi mereka dalam membangun daerah masing-masing.
-
Kapan tahapan Pilkada 2024 dimulai? Sementara itu, ketua KPU Kota Pasuruan, Royce Diana Sari mengatakan bahwa start 31 maret 2024 tahapan pilkada dimulai sampai tanggal 27 November 2024 nanti.
-
Kapan Pilkada 2024 akan diadakan? Pilkada akan dilangsungkan pada Rabu, 27 November 2024 secara serentak di seluruh Indonesia.
Hal ini terjadi di Demak. Di sana ada mitos bahwa seorang bupati hanya bisa menjabat satu kali saja.
Jika memaksakan pada periode kedua, maka konon pada periode tersebut akan dijumpai sejumlah hambatan. Halangan itu bisa berupa apapun, mulai dari kalah pemilu, tersangkut kasus korupsi, sampai meninggal dunia.
Sugiarno, salah seorang warga Demak, mengatakan bahwa mitos itu telah ada sejak zaman dulu. Ia mengaku pernah diceritakan oleh kakeknya soal sosok Raden Ayu Kartika. Dia adalah seorang pemimpin Demak yang bagus.
Pada masa kepemimpinannya, masyarakat Demak cukup sejahtera. Hukum ditegakkan dengan adil. Sementara perdagangan dan pertanian sudah sangat maju. Karena mendapat dukungan dari masyarakat Demak, ia melanjutkan pengabdiannya sebagai pemimpin. Maka ia optimis akan dipilih lagi.
“Saat itu dia mulai dikelilingi para penjilat kekuasaan. Dikelilingi oleh orang-orang yang hanya mencari keuntungan,” kata Sugiarno, mengutip Liputan6.com.
Dalam proses pemilihan, banyak fitnah menyerang Raden Ayu Kartika. Celakanya, orang-orang yang mengelilinginya menghilang satu demi satu. Ia pada akhirnya kalah dalam pemilihan kepala desa, dan ironisnya ia kalah disebabkan karena fitnah.
Secara empiris, mitos soal pemimpin Demak yang diungkapkan Sugiarno bukannya tanpa bukti. Dalam 25 tahun terakhir, belum ada bupati Demak yang menjabat hingga dua periode.
Pada pemilihan 2006, bupati Demak Endang Setyaningdyah kalah dalam upayanya meraih periode kedua. Ia dikalahkan oleh Tahta Zani yang sebelumnya menjabat sebagai sekda.
- Pemilihan Kepala Daerah Bintang, Kandidatnya Dikenal Sebagai Kotak Kosong
- Djarot PDIP Sebut Megawati Umumkan Calon Kepala Daerah Bertahap Akhir Juli hingga Awal Agustus
- Pengamat soal Kans Kaesang di Pilkada Jateng: Semua Masih Bisa Menang
- 'Banteng-Banteng Tua' Turun Gunung Ambil Pendaftaran Cagub Jateng
Pada periode selanjutnya, Tahta Zani berhasil memenangkan pemilihan bupati sehingga dia berhak memimpin Demak selama dua periode. Namun di tengah jalan ia sakit dan pada akhirnya meninggal dunia.
Bupati Demak 2016-2021, HM Natsir gagal dalam meraih kemenangan dalam kontestasi di periode kedua. Ia dikalahkan oleh anak muda perempuan bernama Esti’anah.
Selain di Demak, mitos hampir serupa juga dijumpai di beberapa kabupaten, seperti Kendal dan Temanggung.
Wardiyono, salah seorang warga Patemon, Kabupaten Kendal, bercerita bahwa ia pernah mendapat cerita dari neneknya tentang kutukan terhadap Bupati Kendal. Ia mengatakan bahwa cerita itu sebenarnya terdengar seperti dongeng sebelum tidur.
Cerita itu tentang seorang panglima Kerajaan Pajang bernama Tumenggung Bahurekso. Ia diutus oleh Sultan Pajang untuk membuka Alas Roban dan mengalahkan roh-roh gaib yang menghuni hutan itu.
Melalui perjuangan panjang, Tumenggung Bahurekso berhasil menaklukkan makhluk-makhluk gaib di Alas Roban. Namun keberhasilannya ternyata menimbulkan iri pada orang-orang yang berada di sekitar Sultan Pajang.
Kepada Sultan Pajang, para orang-orang yang iri itu berkata bahwa Tumenggung Bahurekso punya ambisi tak terbatas dengan hendak mendirikan kerajaan sendiri yang akan melawan Pajang.
Hal inilah yang didengar sendiri oleh Sultan Pajang. Karena inilah Sultan Pajang mengutuk bagi siapapun pemimpin di Kendal bahwa ia hanya akan bisa menjalankan amanat sekali saja.
“Saya memaknai bahwa siapapun, sejujur apapun seorang pemimpin, juga akan tetap tumbang jika membiarkan ada fitnah yang menyerang,” kata Wardiyono mengakhiri ceritanya.
Selain itu ada juga kutukan dari Ratu Kalinyamat. Saat itu Ratu Kalinyamat tidak diizinkan untuk melewati wilayah Kendal jika tidak membayar upeti. Karena dianggap sombong, Ratu Kalinyamat memberi kutukan bahwa setiap Bupati Kendal tidak akan pernah menjabat lebih dari sekali.
Faktanya dalam 25 tahun terakhir, tidak pernah ada Bupati Kendal yang menjabat selama 2 periode secara utuh. Jika memenangkan Pilkada Kendal, ia akan meninggal dunia sebelum masa jabatannya habis. Atau dia akan terkena rintangan berupa tindakan hukum maupun hilang legitimasi sehingga tak mungkin melanjutkan jabatannya.
Mitos serupa juga ada di Temanggung. Di sana sejak era reformasi belum pernah ada bupati yang terpilih dua periode berturut-turut. Sejarah mencatat bahwa para mantan bupati dan wakil bupati yang mencoba selalu gagal meraih kemenangan.
Nama-nama seperti mantan Bupati Muhammad Irfan dan Bambang Sukarno menjadi contoh konkret dari fenomena ini. Namun berbeda dengan Kendal dan Demak, mitos soal itu di Temanggung tidak dibumbui oleh cerita-cerita zaman dulu ataupun sejenisnya.