Dikenal Mistis, Ini Pesona dan Cerita Sejarah Gunung Lawu yang Jarang Diketahui
Berikut ini sejarah tentang Gunung Lawu yang menarik disimak dan masih jarang diketahui orang. Cerita-cerita masa lalu berkenaan dengan Gunung Lawu bisa semakin memantapkan pilihan Anda mendaki puncaknya, atau sekadar berwisata di kawasan sekitarnya. Terlebih pendakian ke Gunung Lawu juga sudah mulai dibuka.
Gunung Lawu yang dikenal mistis itu, secara administratif berada di dua provinsi dan tiga kabupaten. Yakni di Kabupaten Ngawi dan Magetan, Jawa Timur, serta di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Gunung setinggi 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu berstatus pasif. Tidak ada aktivitas vulkanik yang mencolok sehingga kawasan di sekitar gunung sangat nyaman dijadikan tujuan wisata atau petualangan alam, seperti dikutip dari laman resmi Indonesia.
-
Apa yang sering terdengar di Gunung Lawu? Tak hanya itu, di Gunung Lawu juga ada spot Bulak Peperangan, yaitu lokasi di mana banyak pendaki sering mendengar suara-suara gaduh seperti perang.
-
Apa yang terjadi pada pendaki di Gunung Lawu? Seorang mahasiswi asal Universitas Diponegoro (Undip), Anindita Syafa Nabila Rizky (20) ditemukan meninggal dunia di Pos 4 Gupakan Menjangan jalur pendakian Gunung Lawu lewat Cetho, Karanganyar, Jateng, pada Minggu (25/6) siang.
-
Apa yang dimaksud dengan Pasar Setan di Gunung Lawu? Banyak suara-suara misterius yang beberapa pendaki dengar tak terduga selama pendakian, seperti suara delman, napas manusia, dan keramaian seperti di pasar. Meski suara itu terdengar, penampakan fisiknya seringkali tidak terlihat oleh mata manusia. Pasar Setan dan Tawangmangu, membuat setiap pendaki yang menjajakan langkahnya di gunung ini dibuat merinding. Suara penawaran barang oleh makhluk tak kasat mata sering terdengar, dan ada anjuran untuk segera mengambil barang di sekitar seperti daun atau ranting jika mendengar tawaran tersebut.
-
Apa yang dilakukan Maruli Simanjuntak di Gunung Lawu? Maruli ingin gerakan pembersihan dan penghijauan dilakukan secara berkelanjutan dengan didukung regulasi dari pemerintah daerah setempat. Menurut Maruli, tugas menjaga lingkungan alam merupakan tanggung jawab bersama.
-
Kenapa Gunung Lawu menjadi tempat bertapa yang populer? Gunung Lawu memiliki banyak tempat bertapa yang bersejarah dan sakral. Salah satunya adalah Candi Cetho, sebuah candi Hindu yang dibangun pada abad ke-15.
Cerita-cerita masa lalu berkenaan dengan Gunung Lawu semakin memantapkan pilihan untuk mendaki, atau sekadar berwisata di kawasan sekitarnya. Terlebih pendakian ke Gunung Lawu juga sudah mulai dibuka di era normal baru.
Berikut ini sejarah tentang Gunung Lawu yang menarik disimak dan masih jarang diketahui orang:
Terakhir Meletus
©2020 Merdeka.com/commons.wikimedia.org
Diperkirakan terakhir kali Gunung Lawu meletus di akhir abad 18 atau sekitar tahun 1835. Meski demikian di puncak Lawu masih terlihat aktivitas vulkanik yang terlihat dari munculnya uap air dan belerang.
Di lereng Gunung Lawu bagian timur, tepatnya di ketinggian 1200 mdpl ada objek wisata populer Telaga Sarangan. Jarak yang harus tempuh wisatawan untuk sampai ke objek wisata ini yakni 16 kilometer atau membutuhkan waktu tempuh sekitar 30 menit dari pusat Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Mitos Gunung Lawu
©2020 Merdeka.com/commons.wikimedia.org
Seperti gunung-gunung lain di Indonesia yang diselimuti mitos-mitos tradisional atau cerita turun-temurun. Konon, menjelang keruntuhan Kerajaan Majapahit (1400 M), Brawijaya V atau Raja Majapahit terakhir mengasingkan diri ke gunung Lawu bersama pengikutnya yang bernama Sabdo Palon.
Hati raja Majapahit masygul ketika putranya Raden Fatah tidak mau melanjutkan pemerintahan Majapahit. Sebaliknya, sang Pangeran justru mendirikan kerajaan Islam di Demak.
Raja Brawijaya V sendiri merupakan pemeluk agama Budha. Saat meminang Dara Petak (ibu Raden Fatah) alias putri Raja Campa, Raja Brawijaya V menyatakan masuk Islam sebagai syarat menikah. Belakangan ternyata Prabu Brawijaya V tak sepenuh hati masuk Islam. Ia menjadi mualaf semata-mata karena ingin menikahi putri Raja Campa.
Suatu hari Raja Brawijaya sangat sedih karena memiliki pemahaman yang berbeda dengan keluarganya. Di satu malam, sang raja bermeditasi memohon petunjuk pada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam semedinya ia justru mendapatkan petunjuk jika kerajaan Majapahit akan pudar kejayaannya.
Menyepi di Puncak Gunung Lawu
©2020 Merdeka.com/commons.wikimedia.org
Prabu Brawijaya V memutuskan mundur dari keramaian dunia. Ia pergi menyepi ke puncak Lawu bersama abdi setianya Ki Sabdo Palon. Saat berada di puncak Lawu mereka bertemu dengan dua kepala dusun yang juga abdi dalem setia kerajaan, yaitu Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Dua orang itu tak tega membiarkan tuannya pergi bersama ke puncak Lawu.
Lokasi pertapaan Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi itu kini dikenal sebagai puncak “Hargo Dalem.” Sedangkan Ki Sabdo Palon sang abdi setia akhirnya meninggalkan tuannya, mengambil lokasi pertapaan di “Hargo Dumiling.”
Sunan Gunung Lawu
©2020 Merdeka.com/commons.wikimedia.org
Sang Raja kemudian mengangkat Dipa Menggala sebagai penguasa Gunung Lawu karena kesetiannya. Ia diberi kekuasaan untuk membawahi semua makhluk gaib. Mulai yang ada di barat sampai gunung Merbabu, dari timur sampai ke Gunung Wilis, dari selatan sampai ke Pantai Selatan, serta dari Utara sampai ke Pantai Utara.
Abdi dalem ini kemudian diberi gelar “Sunan Gunung Lawu.” Sementara Wangsa Menggala atau abdi dalem yang lain diangkat menjadi patih dan diberi gelar “Kiai Jalak.”
Masih Populer hingga Kini
wisatagunung.wordpress.com
Sampai sekarang, mitos tentang Sunan Gunung Lawu dan Kyai Jalak masih populer di kalangan pengunjung dan pendaki Gunung Lawu. Beberapa pendaki Lawu dikabarkan pernah bertemu dengan “Kiai Jalak” dengan rupa burung jalak saat mereka mendaki ke puncak “Hargo Dalem”.
Para pendaki meyakini burung itu berniat baik yakni ingin memberi petunjuk jalan supaya mereka tak tersesat. Namun, berbeda jika pendaki yang datang memiliki perangai buruk. Pertemuan dengan burung jalak yang diyakini sebagai Kiai Jalak akan mendatangkan malapetaka.
Objek Wisata di Lereng Gunung
©2018 Merdeka.com
Gunung Lawu sangat mudah diakses, baik dari Jawa Timur lewat Kabupaten Ngawi dan Magetan atau melalui Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah.
Selain keindahan Gunung Lawu, pemandangan kawasan lereng juga tak kalah menarik untuk dijelajahi. Di lereng bagian barat misalnya ada Tawang Mangu, di mana di kawasan ini ada wisata air yang terkenal yakni Grojogan Sewu.
Tawang Mangu paling mudah dijangkau dari Kota Solo, Jawa Tengah. Dari kota kelahiran Presiden Jokowi, wisatawan hanya membutuhkan waktu tempuh 1 jam perjalanan dengan jarak sekitar 40 kilometer.
Obyek wisata favorit di lereng bagian barat Gunung Lawu adalah “Tawang Mangu” dengan ketinggian 1200 meter dpl. Di lokasi tersebut terdapat wisata air terkenal yaitu “Grojogan Sewu”. Jarak Tawang Mangu dari kota terdekat yakni Kota Solo sekitar 40 Km dapat ditempuh sekitar 1 jam perjalanan.
Pesona Lereng Gunung Lawu
©2018 Merdeka.com
Lereng Gunung Lawu menyimpan banyak pesona indah yang cocok dijadikan tujuan wisata keluarga. Salah satunya Grojogan Sewu di Tawang Mangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Menurut cerita nama Grojogan Sewu diambil dari “Seribu Pecak” atau satuan pengukur jarak pada zaman dulu. Satu “pecak” setara dengan satu telapak kaki orang dewasa sehingga bila ukuran ini diterapkan pada ketinggian air terjun hasilnya ribuan “pecak”.
Lanskap alam Grojongan Sewu serupa dengan lukisan klasik. Air mengalir deras dari ketinggian 81 meter di antara dinding bebatuan. Tumpahan air membentuk genangan air di bawahnya. Biasanya wisatawan berkerumunan di bawah pancuran ini untuk bermain air atau mengabadikan momen dengan berfoto.
Mitos Grojogan Sewu
©2020 Merdeka.com/gunung.id
Grojogan Sewu tak lepas dari berbagai mitos. Salah satunya terkait hubungan asmara. Konon, bila sepasang kekasih yang belum menikah bersama-sama mengunjungi objek wisata ini, hubungan mereka dipercaya tidak langgeng atau putus sepulangnya dari air terjun ini.
Sebagian masyarakat masih mempercayai mitos tersebut. Namun, tak sedikit pula yang penasaran dan berusaha membuktikan kebenarannya dengan cara berkunjung ke Grojogan Sewu bersama sang pacar.
Jalur Pendakian Cemoro Sewu
wisatagunung.wordpress.com
Salah satu jalur pendakian ke Gunung Lawu yakni Cemoro Sewu yang terletak di antara Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah dan Kabupaten Magetan Jawa Timur. Kawasan ini dinamakan Cemoro Sewu karena di sana wisatawan bisa menjumpai deretan panjang pohon cemara.
Kawasan ini terletak pada ketinggian 1600 mdpl. Tak heran bila suhu udaranya sangat dingin, rata-rata 15 derajat celsius. Suhu udara bisa berubah cepat setiap saat, terlebih di musim penghujan.
Astana Mangadeg
©2020 Merdeka.com/commons.wikimedia.org
Warga Kota Solo dan sekitar tidak asing dengan nama Astana Mangadeg. Di tempat ini disemayamkan jasad pendiri Keraton Mangkunegaran atau Mangkunegara I yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa.
Tempat ini terletak di atas bukit setinggi 750 mdpl. Bukit tertinggi di antara deretan bukit di gunung Lawu. Lokasi tepatnya berada di Kecamatan Metesih, Kabupatan Karanganyar, Jawa Tengah.
Di sebelah kompleks pemakaman Mangkunegara I terletak kompleks pemakaman keluarga Presiden RI kedua, Soeharto. Kompleks pemakaman ini dinamai Astana Giribangun yang tinggi perbukitannya sedikit di bawah Mangadeg.
Mencari Solusi Persoalan Hidup
©2020 Merdeka.com/karanganyarkab.go.id
Setiap tanggal 1 Muharam atau 1 Suro dalam penanggalan Jawa, banyak pengunjung yang mendatangi Astana Mangadeg. Mereka berziarah atau mencari berkah.
Masih banyak masyarakat yang menganggap makam Mangkunegara I yang bernama kecil Raden Mas Said itu bertuah. Mampu memberikan solusi persoalan hidup seperti masalah rezeki, jodoh, kenaikan pangkat/jabatan.