Kisah di Balik Roti Sari Roso dan Ledre Mak Min Tjie Bojonegoro, Bikin Mupeng
Roti Sari Roso dan ledre adalah dua makanan legendaris di Bojonegoro yang memiliki sejarah panjang. Kisahnya bikin mupeng ingin mencicipi.
Makanan sering kali menarik tidak hanya karena rasanya enak atau bentuknya unik, tetapi juga cerita di balik keberadaannya. Tak heran jika makanan-makanan legendaris sering bertahan dan tetap diminati banyak orang di tengah gempuran berbagai macam makanan kekinian. Dua dari sekian makanan legendaris di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur adalah Roti Sari Roso dan ledre.
Keduanya memiliki tempat tersendiri di hati penikmat kuliner tidak hanya karena cita rasanya, tetapi juga kisah-kisah yang melingkupinya. Roti Sari Roso misalnya, sudah ada sejak tahun 1960-an dan boleh disebut sebagai industri roti pertama di Bojonegoro yang menyuguhkan cita rasa roti rumahan.
-
Kapan Bojonegoro menjadi ibukota Provinsi Jawa Timur? Ada sejumlah daerah yang sempat menjadi Ibu Kota Jawa Timur selain Kota Surabaya. Daerah-daerah ini menjadi pusat pemerintahan Jatim sejak 11 November 1945 hingga 24 Desember 1949.
-
Dimana Bojonegoro menjadi ibukota Provinsi Jawa Timur? Mengutip Instagram @maliogorostory, Kabupaten Bojonegoro pernah menjadi ibu kota Provinsi Jawa Timur di masa silam.
-
Apa saja yang menjadikan Bojonegoro penting bagi Jawa Timur? Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu daerah di bagian barat Provinsi Jawa Timur. Daerah yang dikenal dengan sebutan kota banjir ini merupakan wilayah penting bagi Jawa Timur sejak dulu.
-
Kenapa Bojonegoro pernah menjadi ibukota Provinsi Jawa Timur? Pemindahan Ibu Kota Jawa Timur, selama kurun waktu 11 November 1945 hingga 24 Desember 1949, terjadi berkali-kali karena serangan dan intervensi oleh sekutu.
-
Kapan Sujiwo Tejo tampil di acara Jagong Budaya di Bojonegoro? Budayawan Sujiwo Tejo menyemarakkan acara Jagong Gayeng bertemakan "Budaya Rasa Melu Handarbeni" di Pendopo Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojoengoro, akhir pekan lalu.
-
Apa yang terjadi pada Pilkada di Jawa Timur? Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di lima wilayah di Jawa Timur dipastikan akan melawan kotak kosong.
Sementara ledre yang kini dikenal sebagai oleh-oleh khas Bojonegoro ternyata pertama kali muncul pada zaman penjajahan saat masyarakat sedang kesusahan makan. Sekitar tahun 1932, seorang perempuan keturunan Tionghoa di Padangan, Mak Min Tjie mengolah makanan berbahan tepung beras dan campuran gaplek (singkong yang dikeringkan) yang dicetak menggunakan wajan besar dari bahan tembaga. Di wajan besar itulah, adonan tepung besar dan gaplek di-edre-edre atau diorak-arik sedemikian rupa. Makanan itu kemudian dikenal dengan sebutan ledre.
Roti Sari Roso
Pada tahun 1960-an, Mariatin dengan dukungan keluarga memantapkan diri membuka toko roti dengan tujuan agar orang lain turut merasakan kenikmatan roti bikinannya. Jauh sebelum membuka usaha toko roti, Mariatin adalah sosok yang ulet di dapur, ia gemar membuat roti untuk dinikmati keluarganya.
Toko Roti Sari Roso pertama kali berada di Jalan Diponegoro, sebelum akhirnya pindah ke Jalan Dr Wahidin yang lokasinya berdekatan dengan bekas bangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Djatikoesoemo. Kini toko roti itu dikelola oleh generasi ketiga yakni Melissa, cucu Mariatin.
Dikutip dari akun YouTube Jurnaba, Melissa menceritakan bagaimana perjalanan toko roti milik keluarganya itu mampu eksis hingga kini. Setelah neneknya pensiun, pengelolaan toko roti dilanjutkan oleh ayah Melissa, Harijanto Prajitno. Saat itulah, Harijanto banyak melakukan inovasi produk. Dia memproduksi roti-roti dengan rasa lebih beraneka ragam, misalnya di zaman sang ibu ada roti pisang, ia lalu melakukan pembaruan dengan menambahkan cokelat menjadi roti pisang cokelat.
Inovasi rasa itu menjadi salah satu hal yang mampu membuat Toko Roti Sari Roso eksis hingga hari ini. Meski demikian, roti-roti original yang ada sejak era Mariatin tetap dipertahankan karena juga sangat diminati pelanggan.
Ledre Padangan
©2022 Merdeka.com/Liputan6.com
Berbeda dengan roti Sari Roso yang kemunculannya sesudah Indonesia merdeka, keberadaan ledre sudah ada jauh sebelum hari kemerdekaan, tepatnya pada masa peralihan penjajahan Belanda ke Jepang. Masa di mana masyarakat di berbagai daerah di Indonesia mengalami hidup begitu sulit, termasuk susah memenuhi kebutuhan makan sehari-hari karena didera ketakutan.
Dikutip dari laman resmi Pemkab Bojonegoro, Nyonya Seger, putri Mak Min Tjie menceritakan bagaimana ibunya dulu menemukan resep kue kering ini. Pada zaman sang ibu, ledre terbuat dari tepung beras, gaplek, garam dan santan. Adonan itu dicetak dalam bentuk lembaran bulat menggunakan wajan baja, kemudian dilipat menjadi dua atau setengah lingkaran.
Pada tahun 1943, Mak Min Tjie menjajakan ledre buatannya dengan menggunakan wadah keranjang. Ledre dilapisi kertas dan diikat menggunakan tali dari pelepah pisang. Saat itu, ledre adalah kue kering yang mudah melempem.
Seiring perjalanan waktu, ledre berkembang menjadi beraneka rasa dan bentuk. Jika dulu bentuknya setengah berupa lipatan setengah lingkaran dan mudah melempem, pembuatan ledre kemudian digulung seperti kue semprong. Rasa awalnya yang dulu dominan gaplek, berkembang menjadi rasa pisang, pandan, cokelat, dan masih banyak lagi. Di antara semua rasa, kini yang paling terkenal adalah rasa pisang.
Nyonya Seger menceritakan, Ledre mengalami kejayaan antara tahun 1970 hingga 1980-an. Pasca tahun tersebut, eksistensi ledre sempat meredup. Baru kemudian di tahun 2000-an, kue kering ini dikenal dan disukai oleh banyak orang hingga Kabupaten Bojonegoro akrab disebut sebagai Kota Ledre.