Transformasi Taman Nasional Baluran dari Masa ke Masa, Berawal dari Hutan Jati Kini Terkenal sebagai Africa Van Java
Salah satu taman nasional terindah di Indonesia yang wajib dikunjungi.
Taman Nasional Baluran merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Selama ini Taman Nasional Baluran dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budi daya, pariwisata dan rekreasi.
Saat ini, Taman Nasional Baluran merupakan salah satu objek wisata unggulan di Situbondo, Jawa Timur dan terkenal dengan julukan sebagai Africa van Java (Afrika di Pulau Jawa).
- Fakta Menarik Taman Nasional Lore Lindu, Ladangnya Warisan Megalitikum hingga Kekayaan Flora Fauna Langka
- Taman Nasional Berbak Sembilang, Lahan Mangrove Terbesar di Indonesia Barat Bisa Melihat Tapir dan Burung Air
- 12 Wisata Bontang yang Indah dan Menakjubkan, Wajib Dikunjungi
- 4 Fakta Taman Nasional Baluran Tutup Sebulan Penuh, Buka Kembali 16 Februari 2024
Mengutip situs ppid.menlhk.go.id, kawasan Taman Nasional Baluran dimandatkan untuk perlindungan habitat dan populasi Banteng Jawa (Bos Javanicus) dan Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas).
Taman Nasioal yang memiliki tipe ekosistem dari Laut hingga Dataran Tinggi Gunung Baluran juga menjadi tempat hidup bagi 715 jenis flora, 28 jenis mamalia, 234 jenis burung, 358 jenis ikan.
Secara administrasi Taman Nasional Baluran masuk dalam wilayah Kabupaten Situbondo, tetapi jaraknya lebih dekat dengan Kabupaten Banyuwangi.
Sejarah
Cikal bakal Taman Nasional Baluran bermula dari tahun 1920. Saat itu, kawasan ini diusulkan sebagai cadangan hutan Bitakol seluas sekitar 1.553 hektare untuk ditetapkan sebagai areal hutan produksi tanaman jati.
Mengutip situs balurannationalpark.id, pada tahun 1928 saat masih dalam masa pemerintahan Hindia Belanda, upaya konservasi kawasan Baluran dimulai atas usulan A.H. Loedeboer.
Dua tahun kemudian yakni pada tahun 1930, diterbitkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda Nomor 83 yang menyatakan Baluran ditetapkan sebagai Hutan Lindung.
Pada 25 September 1937, Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 9, Lembaran Negara Hindia Belanda 1937, No. 544 yang menyatakan areal Baluran sebagai Suaka Margasatwa.
Perkembangan
Pada tahun 1962, tanah konsesi Labuhan Merak seluas 293,6 hektare dimasukkan ke dalam Suaka Margasatwa Baluran. Pada 6 Maret 1980, Kawasan Baluran dideklarasikan sebagai taman nasional dengan luas ± 25.000 hektare, bertepatan dengan kongres Taman Nasional sedunia di Bali. Status ini resmi diperkuat oleh Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 279/Kpts-VI/1997 yang mengubah Baluran dari Suaka Margasatwa menjadi Taman Nasional Baluran.
Pada tahun 1999, Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI menetapkan kawasan hutan di Jawa Timur seluas 1.357.206,30 hektare. Pengelolaan kawasan Taman Nasional Baluran mencakup 25.000 hektate yang dibagi menjadi beberapa zona, ada Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan Intensif, Zona Pemanfaatan Khusus, dan Zona Rehabilitasi.
Mengutip Instagram @millenialdevelopment.id, pada 21 Juli 2011, Menteri Kehutanan RI mengeluarkan keputusan yang mengubah luas kawasan hutan dan konservasi perairan di Jawa Timur menjadi sekitar 1.361.146 hektare. Perubahan ini mencakup Taman Nasional Baluran sebagai bagian dari Kawasan Suaka Alam/Pelestarian Alam dengan luas 230.126 hektare di daratan dan 3.506 hektare di perairan.
Program Millennial Expedition
Pada tahun 2024, program Millennial Expedition akan diselenggarakan di Taman Nasional Baluran. Pada tahun 2022 program ini diselenggarakan di Taman Nasional Kepulauan Seribu, pada tahun 2023 diselenggarakan di Taman Nasional Ujung Kulon.
Millenial Expedition merupakan program pengembangan diri dan kepemimpinan berbasis pemberdayaan masyarakat melalui lingkungan hidup, konservasi, dan ekowisata.
Mengutip Instagram @millenialdevelopment.id, program ini bukan hanya tentang petualangan, tetapi juga tentang mengembangkan kemampuan kepemimpinan, berkontribusi pada pelestarian lingkungan, dan memberdayakan masyarakat lokal.
Peserta akan terlibat dalam penelitian, pengembangan ekowisata, dan berbagai kegiatan yang dirancang untuk mempertahankan kelestarian alam Baluran.