Ambil untung duit kembalian bensin
Ambil untung duit kembalian bensin. Kami pun membayar dengan uang Rp 17.000. Pecahan uang Rp 10.000, Rp 5.000 dan Rp 2.000. Petugas itu memberi uang kembalian. Mereka hanya menyerahkan lembaran uang Rp 1.000. Padahal masih tersisa uang Rp 635. Kami lantas bertanya soal duit kembalian ini.
Sudah sepekan Maulana mengeluh soal bensin. Bukan soal harga atau takaran. Tapi masalah pelayanan. Dia merasa kecewa petugas SPBU Pertamina tak utuh mengembalikan uangnya. Tak sesuai nominal. Kejadian ini bukan sekali dirasakan. Dalam sepekan sudah dua kali, terpaksa merelakan sisa duit kembalian.
Warga Depok, Jawa Barat, itu mengaku memang sering mengisi bensin di SPBU sekitar Jagakarsa, Jakarta Selatan. Biasanya dua sampai tiga kali seminggu. Sebenarnya kawasan itu bukan rute pulang kerja Maulana. Masih ada jalur lebih dekat. Lewat Jalan Margonda Raya. Namun, hampir tiap hari dia harus mengantar kekasihnya terlebih dahulu di kawasan Jagakarsa. Alhasil, terpaksa dia mengisi di pom bensin selepas mengantar pulang pujaan hatinya.
Biasanya Maulana jarang meminta petugas SPBU Pertamina mengisi penuh. Dia lebih menentukan nominal maupun ukuran. Tapi malam itu beda. Dia ingin memenuhi tangki bensin motor matik keluaran Jepang miliknya. Sebenarnya indikator bensin masih ada setengah. Namun esok hari dia harus berkeliling ke beberapa tempat di Jakarta. Jadi sengaja isi sampai penuh. "Isi full saja, biar besok enggak repot antre di pom bensin," ujar Maulana kepada kami, pekan lalu.
Ketika itu, seingat Maulana, nominal pada mesin bensin menunjukkan angka lebih kurang Rp 17.640. Angka itu sulit buat kasih kembalian. Dia memilih bensin jenis Pertamax seharga Rp 8.250 per liter.
Petugas mulai mempersiapkan mesin bensin. Maulana sudah membuka jok dan lobang bensin motor miliknya. Selan bensin dimasukkan dan petugas mulai mengisi tangki. Sesaat bensin mulai penuh, petugas menghentikan pengisian. Alat pengisi bensin dicabut. Indikator liter bensin berhenti pada angka 2 liter lebih. Dia membayar memakai uang Rp 20.000.
Di sini dia merasa aneh. Petugas hanya mengembalikan Rp 2.000. Motor sudah maju. Antrean di belakangnya sudah mengisi posisinya. Maulana sempat terdiam di atas motor. Mengerutkan dahi. Dia bingung. Lalu melihat wajah petugas pom bensin. Sementara, kata Maulana, ekspresi petugas itu tetap tenang. Malah sudah melayani konsumen lainnya. Padahal masih ada sisa Rp 360, duit kembalian Maulana.
"Habis bilang terima kasih dan kasih kembalian, ya sudah tidak dijelaskan lagi sama dia (petugas)," ujarnya. Berselang dua hari, kejadian itu terulang lagi. Masih di lokasi sama, namun petugas beda. Lagi-lagi hak Maulana tidak kembali sepenuhnya.
Jumat malam pekan lalu kami mencoba mengisi bensin di tempat lain. Meski masih di wilayah Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kami memakai kendaraan roda dua. Memilih bensin jenis Pertalite seharga Rp 7.500 per liter. Saat itu antrean pengendara cukup panjang.
Beberapa menit antre, akhirnya kami mendapat giliran. Seorang lelaki lengkap menggunakan seragam warna merah dengan logo Pertamina menyambut kedatangan kami. "Selamat malam, mau isi berapa?" kata petugas itu. Lalu kami menjawab, "isi penuh."
Dengan sigap petugas itu menarik alat pengisi bensin dari mesin. Sambil menunjuk meteran di mesin. "Mulai dari nol ya," ucapnya.
Sambil menunggu, kami melihat nominal di mesin pengisian tidak ada kejanggalan. Berjalan normal. Tidak terlalu cepat, maupun lambat. Akhirnya tangki motor kami terisi penuh. Sekitar 2 liter lebih dengan total harga Rp 15.365. Lalu si petugas itu mengatakan kepada kami, "sudah cukup, Rp 16 ribu mas," ujarnya sambil menarik alat pengisian BBM dan meletakkan kembali ke mesin.
Kami pun membayar dengan uang Rp 17.000. Pecahan uang Rp 10.000, Rp 5.000 dan Rp 2.000. Petugas itu memberi uang kembalian. Mereka hanya menyerahkan lembaran uang Rp 1.000. Padahal masih tersisa uang Rp 635. Kami lantas bertanya soal duit kembalian ini. Petugas itu dengan santai menjawab, "uang recehnya enggak ada lagi," tegas dia.
Kami juga meminta struk bukti pengisian. Ternyata mesin tersebut rusak dan baru diberitahu petugas setelah kami selesai mengisi. "Mohon maaf, mesinnya rusak sudah lama, adanya struk manual," tegasnya. Lantaran antrean masih panjang di belakang, kami langsung melanjutkan perjalanan. Sehingga tidak mengurus struk manual.
Pada hari sebelumnya kami mencoba SPBU Shell di bilangan Margonda, Depok. Kami pun meminta petugas mengisi penuh. Memilih bensin jenis Super atau sekelas Pertamax. Harganya Rp 8.600 per liter. Atau lebih malah Rp 350 di banding Pertamax. Di sana kami juga meminta petugas mengisi penuh. Perlahan tangki kendaraan roda dua kami mulai penuh. Angka masih ganjil. Petugas SPBU Shell lalu menekan tombol pada mesin. Memastikan nominal harga berhenti dengan angka pasti.
Angka berhenti di angka Rp 19.000. Uang kami Rp 20.000. Tangki motor kami memang tidak sampai terisi sampai penuh. Namun sudah terlihat cukup. Sehingga petugas tidak kesulitan mencari duit kembalian untuk konsumen.
Kami juga sempat menanyakan untuk sistem pembayaran. Hampir semua SPBU milik Pertamina, Shell maupun Total di wilayah Jabodetabek, menyediakan sistem pembayaran melalui kartu debit. Namun, mereka punya syarat khusus. Untuk SPBU Pertamina, mereka memakai minimal order Rp 50.000. Sedangkan Total, konsumen harus mengisi Rp 20.000. Sementara Shell tidak memberikan syarat. Mereka membebaskan para konsumen membayar memakai kartu debit tanpa nominal pembelian.
Selanjutnya, kami mencoba mencari tahu ke mana sisa uang kembalian konsumen tadi. Kami bertemu dengan salah satu petugas operator mesin pengisian bensin berinisial SN. Dia merupakan operator SPBU milik Pertamina di kawasan Jakarta Selatan.
Dalam penuturannya, SN mengaku bahwa sisa uang kembalian milik konsumen masuk dalam kantong pribadi. Duit itu tidak disetorkan ke kantor. Sebab, petugas hanya memberikan uang setoran sesuai angka tertera pada mesin. Sehingga jika ada kelebihan, itu tidak diberikan kepada pengusaha SPBU. Ini termasuk bila ada konsumen lupa meminta uang kembalian.
"Kalau ada lebih ya itu masuk kantong pribadi kita, tapi kadang juga kalau setoran kurang ya kita jadi nombok. Setoran itu tergantung dari berapa liter penjualan hari itu, kan sudah ada hitungannya," kata cerita SN kepada merdeka.com, Sabtu pekan lalu.
Untuk sekali sif kerja, SN mengaku, perusahaan tidak memberi target setoran. Selama 8 jam, tugas mereka hanya bertanggungjawab terhadap satu mesin. Para petugas lalu memberikan setoran sesuai jumlah uang diterima selama berjaga.
"Satu orang itu harus tanggung jawab sama satu mesin, engga ada target kita harus setor dan harus dapat sekian liter penjualan, sesuai saja dari hasil penjualan dan pendapatan kita yang didapat di hari itu," ungkap SN. Dia juga mengaku rata-rata petugas bisa mengantongi keuntungan Rp 20.000 tiap hari dari sisa duit kembalian bensin ini.
-
Bagaimana Pertamina dan Kemendag melakukan penyegelan SPBU? Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Zulkifli Hasan didampingi Direktur Pemasaran Regional Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo melakukan penyegelan dispenser SPBU 34.41345 Jalan Tol Jakarta – Cikampek (Japek) Rest Area KM 42, Wanasari, Telukjambe Barat, Karawang, Jawa Barat.
-
Bagaimana suasana petilasan Prabu Siliwangi? Mengutip laman resmi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Majalengka, Senin (16/1), suasana petilasan Prabu Siliwangi memiliki suasana yang asri.
-
Kapan Pallu Butung sering diburu? Makanan tersebut banyak dicari ketika Bulan Ramadan karena cocok sebagai menu berbuka puasa.
-
Mengapa Pertamina melakukan peninjauan ke kilang dan SPBU? Kunjungan ini bertujuan untuk memastikan kesiapan Pertamina mulai dari unit produksi hingga distribusinya siap untuk merespon kebutuhan mudik Nataru.
-
Bagaimana cara mencapai Curug Seribu? Dari area parkir menuju pusat curug, pengunjung diharuskan tracking membelah perbukitan di kaki Gunung Salak Halimun selama sekitar 30 menit.
-
Kapan Curug Bibijilan buka? Curug Bibijilan buka setiap hari mulai pukul 08.00 – 16.00 WIB.
Kondisi ini mendapat kritik keras Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas). Ketua II Bidang SPBU Hiswana Migas , M Ismeth, mendesak para pemilik SPBU menindak tegas para petugas operator nakal tersebut. Selain itu, mereka juga menyebut, sudah kewajiban bagi pemiliki SPBU menyediakan uang receh untuk kembalian kepada konsumen.
Dia juga meminta para konsumen segera melaporkan ke Hotline Pertamina, bila merasa tidak dilayani sesuai prosedur petugas SPBU. Menurutnya, tindakan tersebut merupakan kecurangan dan tidak pantas dilakukan SPBU berpelat merah.
"Itu sangat tidak dibenarkan. Kalau menurut prosedurnya sudah menjadi kewajiban bagi pengusaha SPBU dan juga operatornya menyediakan uang receh untuk mengembalikan uang konsumen," tegas Ismeth saat dihubungi merdeka.com, Sabtu pekan lalu.
Meski begitu, Ismeth juga menganjurkan para konsumen memilih membayar dengan uang elektronik atau menggunakan kartu debit. Itu perlu dilakukan. Sehingga ke depannya terhindar dari kecurangan para petugas operator nakal SPBU lantaran tidak menerima duit kembalian secara utuh.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), melihat masalah ini biasanya terjadi pada konsumen meminta isi penuh kendaraannya. Mereka lebih menyarankan para konsumen mengisi dengan menentukan nominal harga atau jumlah literan.
Pertamina juga diminta ada aturan pembulatan dalam mesin pengisian bensin. Dengan cara itu diharapkan tidak ada lagi keluhan konsumen terkait masalah ini. "seharusnya ada panduan pembulatan di Pertamina," ujar Ketua Pengurus YLKI Harian Sudaryatmo kepada merdeka.com. Pihaknya juga meminta para konsumen melaporkan pelbagai dugaan kecurangan dilakukan petugas operator SPBU.
Pertamina menyadari masih ada petugas operator nakal di lapangan. Dalam masalah duit kembalian, mereka mengaku belum banyak tahu. Meski begitu perusahaan pelat merah itu berjanji bakal menindak tegas SPBU dianggap merugikan para konsumen.
Hal itu diungkapkan Staff Humas Pertamina, Adit saat dihubungi. Dia juga meminta para konsumen merasa dicurangi mencatat nomor SPBU dan segera melaporkan kepada pihaknya. "Nanti akan kita tindak untuk menekan angka kecurangan tersebut," tegas Adit.