Cantik Instan dan Murah Berujung Kematian
Rahayu (34) merasa tak nyaman lagi dengan kondisi payudaranya yang kendur. Dia menghubungi Windi (54), pemilik salon kecantikan langganannya di Cikupa, Tangerang, untuk disuntik filler payudara. Keputusan itu berakibat fatal. Nyawanya melayang.
Bekerja sebagai wanita penghibur, Rahayu (34) merasa tak nyaman lagi dengan kondisi payudaranya yang kendur. Dia menghubungi Windi (54), pemilik salon kecantikan langganannya di Cikupa, Tangerang, untuk disuntik filler payudara. Keputusan itu berakibat fatal. Nyawanya melayang.
Jumat 18 Februari 2022, Rahayu tiba lebih dulu dan menunggu di kamar 401 sebuah hotel di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Sekitar pukul 13.00 WIB, Windi datang ditemani Arif (29).
-
Apa ciri-ciri khas benjolan di payudara yang patut dicurigai sebagai tanda kanker payudara? Benjolan tersebut bisa dirasakan namun tidak bisa lihat secara langsung. Namun ada ciri-ciri spesifik benjolan yang wajib dicurigai sebagai benjolan kanker payudara yaitu:- Tekstur permukaan benjolan tidak rata dan cenderung lunak namun sedikit agak keras.- Benjolan melekat erat pada payudara dan tidak dapat bergeser-geser.- Jumlah benjolan yang muncul biasanya hanya satu.
-
Kapan Hari Kanker Payudara Sedunia dirayakan? 19 Oktober secara resmi ditetapkan sebagai Hari Kanker Payudara Sedunia.
-
Kapan Jalur Lingkar Barat Purwakarta dibangun? Sebelum dibangun jalan lingkar pada 2013, Kecamatan Sukasari yang berada paling ujung di Kabupaten Purwakarta aksesnya tidak layak.
-
Kapan Gapura Sekar Putih dibangun? Namun, ide ini baru terealisasi setelah penetapan gemeente Mojokerto pada 1911.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan Kirab Tebu Temanten dilakukan? Acara ini digelar pada Selasa Selasa (23/4).
Bukan dokter kecantikan ataupun tenaga kesehatan, Windi langsung memulai prosedur dengan menyuntikkan bius terlebih dulu. Cairan silikon selanjutnya disuntikkan ke kedua payudara Rahayu, masing-masing 500 ml. Cairan itu dibeli oleh Arif dari sebuah toko kimia dengan harga Rp250 ribu per jeriken. Arif selama ini menjadi asisten Windi dengan upah Rp500 ribu per pasien.
Windi sebelumnya pernah menyuntikkan filler payudara kepada Rahayu pada 2011 silam. Saat itu, Windi menyuntikkan cairan silikon sebanyak 4 kali. Cairan yang digunakan juga sama. Saat menyuntik Rahayu pada Februari lalu, Windi memasang tarif Rp4 juta. Biaya itu telah dibayarkan Rahayu Rp1,5 juta melalui transfer dan Rp2,5juta tunai.
Setelah penyuntikan selesai, Windi kemudian pulang diantar Arif. Malamnya, dia mendapat pesan dari Rahayu melalui WhatsApp. Rahayu mengeluhkan badannya menggigil kedinginan dan sesak napas. Windi menyarankan Rahayu pergi ke rumah sakit.
"Kalau memang enggak kuat lagi, ke rumah sakit aja," tulis Windi dalam pesan WA kepada Rahayu.
Naas, keesokan harinya, Sabtu 19 Februari, Rahayu ditemukan tewas di kamarnya. Petugas hotel yang bermaksud memberitahukan waktu check out menemukan jasad Rahayu di atas ranjang dengan kondisi kedua payudara bocor mengalir darah dan cairan.
Kasubnit 1 Reskrim Polsek Metro Tamansari, Jakbar, AKP Dwi Manggalayudha yang ditemui merdeka.com, Kamis (3/3) menjelaskan, korban Rahayu ditemukan sekitar pukul 13.30 WIB. Polisi yang melakukan olah TKP menemukan alat suntik bekas di kamar korban.
Dari penelusuran di handphone korban, diketahui Rahayu terakhir berkomunikasi dengan Windi. Polisi kemudian meringkus Windi pada 21 Februari atau tiga hari setelah kejadian di salon tempatnya bekerja di Cikupa.
Dwi mengungkapkan, awalnya Windi tidak mengaku, tapi setelah ditunjukkan bukti percakapan di WA, Windi tak bisa mengelak. Windi juga mengakui telah menyarankan korban untuk ke dokter setelah korban mengalami gejala sesak napas dan kedinginan. Di hari yang sama, Polisi meringkus Arif di kawasan Kemanggisan, Jakbar pada hari yang sama.
Windi dan Arif kini berstatus tersangka. Keduanya dijerat dengan pasal 197 dan 198 Jo pasal 106 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Ancaman hukuman 10 tahun penjara atau didenda Rp1,5 miliar rupiah.
Dwi menjelaskan, pasal 197 UU 36/2009 tentang Kesehatan berbunyi: Setiap orang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan kesediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat 1 dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000.
Sedangkan pasal 198 berbunyi: Setiap orang yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 108 dipidana dengan pidana paling banyak Rp100.000.000.
Barang bukti yang disita adalah baju korban dan seprai yang berlumur darah dan cairan diduga silikon oil yang bocor dari payudara korban. Dari tangan kedua tersangka polisi menyita satu jerikan berisi cairan silikon, 28 ampul cairan pembius, 34 alat suntik, 1 unit motor Honda Scoopy B 5815 BDG, 2 unit handphone, dan pakaian yang dipakai Windi saat berada di TKP
Belajar Otodidak
Tersangka Windi yang merupakan seorang transpuan, ternyata sudah lama berpraktik menyuntik filler payudara. Awalnya, dia bekerja di sebuah salon milik temannya yang bernama Lia pada tahun 1989. Tugasnya melakukan perawatan kecantikan terhadap pelanggan yang datang.
Windi yang menjadi kepercayaan Lia, sering diajak mendatangi pasien yang meminta suntik filler payudara. Belajar secara otodidak dengan melihat Lia sejak 2004, Windi kemudian memutuskan untuk membuka salon sendiri, termasuk layanan suntik filler payudara pada 2011.
Kasubnit 1 Reskrim Polsek Metro Tamansari AKP Dwi Manggalayudha menyebut polisi belum mendata berapa banyak jumlah pasien yang telah disuntik Windi. Korban Rahayu mengetahui keahlian Windi dari temannya.
"Selama ini berhasil, belum pernah ada kejadian seperti ini," ujarnya.
Selama berpraktik, Windi bekerja sama dengan Arif untuk antar-jemput menemui pasien. Termasuk menyediakan bahan cairan silikon dan alat suntik serta obat bius. Dengan modal ratusan ribu rupiah untuk membeli bahan dan alat suntik, Windi mendapatkan keuntungan jutaan rupiah dari setiap pasien.
"Sekali suntik Rp4 juta hingga Rp5 jutaan. Kalau ke dokter kan mahal, itu keahlian dia. Keuntungan itu tergantung dia pasang berapa harganya," kata Dwi.
Dari pengakuan Windi, Dwi menyebut, selama ini belum pernah ada kejadian pasien sampai meninggal. "Karena dia dulu belajar jadi asisten dari almarhum Kak Lia itu akhirnya buka sendiri. Sudah sering lah, berhasil terus. Mungkin ini sial terlalu dalam menyuntiknya jadi fatal," ujarnya.
Filler Payudara Ilegal
Menggunakan cairan filler untuk menambah volume payudara seperti yang dilakukan korban Rahayu merupakan praktik ilegal dalam dunia kedokteran. Dokter spesialis kulit dan kelamin dr Listya Paramita SpKK menjelaskan, penggunaan filler payudara sempat populer.
Salah satunya adalah produk dengan merek Macrolane yang beredar di Eropa. Namun pada 2012, produk itu dilarang termasuk oleh Amerika Serikat karena banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Sementara di Indonesia, produk filler itu tidak pernah diedarkan secara resmi. Sedangkan penggunaan cairan silikon, sangat berbahaya dan ilegal.
"Jadi kalau kita ngomongin filler yang aman itu isinya adalah hyaluronic Acid. Itu aman diinjeksikan ke dalam badan kita di area-area tertentu yang disetujui. Misalnya area wajah tertentu dan dikerjakan oleh dokter," ujar dr Listya ketika dihubungi merdeka.com.
Namun, di Indonesia, dr Listya menyebut banyak salon kecantikan yang menawarkan suntik filler yang dilakukan oleh bukan dokter. "Enggak boleh selain dokter. Mau dia perawat atau bidan, dia ilegal, orang dia enggak belajar itu. Kalau tentang kasus itu (Tamansari) jelas ilegal, dikerjakan oleh tukang suntik doang kan," kata dr Listya.
Dia menambahkan, setiap dokter yang berpraktik menyuntikkan filler mendapat bahan dari distributor atau apotek dan nama dokter harus tercatat di nota pembelian.
"Kita dari dokter mau ambil namanya filler itu ada syaratnya. Harus benar dokter dan lewat apotek, jadi ada data tertulisnya, ada invoice dan lainnya. Oh ini dibeli di apotek ini, oleh dokter ini. Dan filler yang kita pakai sudah ada izin edar dari BPOM," jelas dr Listya.
Dr Listya menduga, bahan filler yang dipakai oleh pelaku Windi adalah filler curah yang berisi dalam jeriken atau botol. Sementara filler yang sesuai standar medis yang dia pakai selama ini sudah diisi ke dalam alat suntik khusus yang disegel.
"Jadi seperti jarum suntik, udah paten diisi di situ. Ada segelnya. Kalau mau pakai, kita harus lepas segelnya per 1 cc," ujarnya.
Dr Listya kembali menegaskan, penggunaan silikon sebagai filler adalah ilegal dan larangan itu sudah lama disampaikan. "Cuma orang-orang enggak pada dengerin, yang didengerin salon-salon, ya begitulah akhirnya," tukasnya.
Risiko Tinggi Filler Payudara
Kematian yang dialami korban Rahayu menjadi salah satu alasan mengapa tindakan filler payudara, apalagi dengan menggunakan cairan silikon sangat tidak dianjurkan oleh dokter.
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dr Arini Astasari SpKK yang dihubungi merdeka.com menyebut, cairan silikon merupakan bahan filler yang tidak dapat dihilangkan dari tubuh secara alami. Dia menyarankan, wanita yang ingin menambah volume payudara sebaiknya berkonsultasi dengan dokter bedah plastik untuk opsi-opsi selain filler seperti fat transfer atau pemasangan implan.
Lantas, mengapa filler payudara bisa sampai mengakibatkan kematian? Dr Arini memaparkan perbedaan berdasarkan anatomi payudara dibandingkan dengan kulit wajah.
"Ada area-area yang berbahaya bila diinjeksi filler seperti ductus kelenjar susu dan pembuluh darah yang memberikan suplai darah ke sana," ujarnya.
Dia menambahkan, filler yang masuk ke dalam ductus kelenjar susu dapat menyebabkan infeksi, dan filler yang masuk ke pembuluh darah di payudara dapat menyebabkan kematian jaringan setempat yang dapat membuat daerah tersebut menjadi luka, ulkus dan lain-lain.
"Filler pada payudara juga secara umum menggunakan volume besar yang juga menjadi risiko tersendiri," jelasnya.
Dr Arini menyebut, kematian akibat komplikasi filler payudara sebenarnya sangat jarang terjadi. Saat prosedur penyuntikan, kejadian yang paling sering ditakutkan adalah injeksi filler menembus pembuluh darah. Pembuluh darah yang tersumbat karena filler dapat membuat jaringan sekitar pembuluh darah tersebut mati karena tidak mendapatkan suplai darah.
"Hal yang paling serius yang dapat terjadi adalah kematian jaringan sehingga jaringannya dapat membusuk, stroke, dan kematian," ujarnya.
Sedangkan risiko yang lebih sering terjadi setelah filler adalah, payudara mengalami memar, nyeri, bengkak, reaksi alergi, infeksi, benjolan akibat reaksi berlebihan, dan cairan fillernya berpindah tempat.
Jika gejala komplikasi terjadi, dr Arini mengatakan, mau tidak mau, filler yang telah disuntikkan harus dikeluarkan. Apabila filler yang diinjeksi berjenis temporer misalnya filler dengan basis hyaluronic acid, dapat diurai menggunakan obat yang dinamakan hyaluronidase, yaitu enzim yang dapat memecah hyaluronic acid.
"Apabila dikerjakan dengan segera setelah tindakan sebelum kematian jaringan dan lain-lain, dapat menolong pada sebagian kasus," ujarnya.
Yang menjadi masalah jika filler yang diinjeksikan adalah silikon yang bersifat permanen. Dr Arini mengatakan tidak obat yang dapat menghilangkannya, sehingga harus dengan cara bedah.
"Silikon dapat bermigrasi dengan mudah ke jaringan sekitarnya, dan membuat tindakan bedah untuk pengangkatannya menjadi sulit. Itu pun tidak dapat menjamin dapat terangkat semuanya, sehingga operasi kemungkinan dilakukan beberapa kali. Operasi sendiri juga memberikan risiko tersendiri," pungkasnya.
(mdk/bal)