Dicap pengkhianat setelah hijrah
Dicap pengkhianat setelah hijrah. Perlakuan tak menyenangkan itu sempat membuatnya naik pitam. Ingin melakukan balas dendam. Namun, dirinya menyadari perbuatan itu justru semakin memperkeruh. Kepada istrinya, dia meminta untuk bersabar. Tak membalas perlakukan dari warga.
Hampir tiga tahun Sofyan Tsauri menghirup udara bebas. Hidup dalam jeruji besi selama lima tahun mengembalikan ideologinya. Meninggalkan pikiran radikal. Kembali hidup normal. Meski cap teroris terus melekat. Bahkan segudang masalah masih menanti di depan mata. Sofyan mencoba tetap tenang. Meniti perlahan hidup bersama keluarga.
Anak dan istri menjadi pikiran utama setelah keluar penjara dan dari kelompok teroris. Sofyan tersadar. Orang paling dicintainya jadi sengsara. Keluarga kecilnya turut menjadi korban. Kabar tak enak kerap sampai di telinga. Misalnya, penolakan dari warga. Sempat terusir dari tempat tinggal hingga lima kali. Semua lantaran istrinya bersuami teroris.
-
Bagaimana cara BNPT membantu para penyintas terorisme agar tetap berdaya? Selain itu, BNPT juga sering mengadakan agenda gathering yang ditujukan untuk menumbuhkan semangat hidup dan mengembalikan kepercayaan diri bagi para korban terorisme agar tetap berdaya.
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Bagaimana caranya untuk memperkuat ideologi bangsa agar terhindar dari infiltrasi ideologi yang mengarah pada aksi terorisme? “Semua sila-silanya harus masuk ke hati. Namun, selama ini yang dirasa Pancasila hanya sekadar pengetahuan kognitif, belum menjadi belief system ke hati yang paling dalam, maka tanamkan itu dan insyaallah nilai-nilai yang tidak sesuai di hati akan terhindar dengan sendirinya,” ucapnya.
-
Siapa yang berkomitmen untuk memperhatikan para penyintas terorisme? Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) komitmen perhatikan para penyintas.
-
Kenapa Ditjen Polpum Kemendagri menggelar FGD tentang penanganan radikalisme dan terorisme? Direktorat Jenderal (Ditjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Fasilitasi Penanganan Radikalisme dan Terorisme di Aula Cendrawasih, Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Tengah, Rabu (23/8).
Perlakuan tak menyenangkan itu sempat membuatnya naik pitam. Ingin melakukan balas dendam. Namun, dirinya menyadari perbuatan itu justru semakin memperkeruh. Kepada istrinya, dia meminta untuk bersabar. Tak membalas perlakukan dari warga.
"Kalau masyarakat sudah tidak ada simpati lagi, kemungkinan untuk melakukan aksi-aksi itu jadinya besar. Sudah di dunia tidak diterima ya mending mati saja, bunuh diri," kata Sofyan saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu pekan lalu.
Tahun 2010 Sofyan ditangkap. Walau tak berperan langsung dalam melakukan aksi teror, namun mantan polisi ini berperan sebagai pelatih militer teroris. Dirinya juga berperan sebagai pemasok senjata. Setahun kemudian dia diadili. Pengadilan Negeri Depok memvonis enam tahun penjara kepada Sofyan. Lima tahun kemudian dirinya bebas. Kembali ke rumah berkumpul bersama keluarga.
Selama menjalani hukuman, Sofyan introspeksi. Banyak merenung. Memikirkan kembali jalan dipilih demi agama diyakininya. Dia tumbuh besar dari keluarga kepolisian. Ayah dan kakaknya merupakan anggota polisi dan dirinya sudah 13 tahun bergelut dalam beprofesi tersebut. Namun, tak jadi jaminan. Dirinya pernah terperosok dunia teroris Indonesia.
Selama di balik penjara, dirinya terus mendapat pendampingan petugas lapas. Terutama untuk menderadikalisasi. Tak jarang berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga datang memberikan pendampingan.
Dari kondisinya ini, Sofyan berharap warga harus membuka diri dan merangkul keluarga pelaku. Ini bisa membantu deradikalilsasi. Sebab selama ini penanganan kasus terorisme hanya berkutat pada pencegahan dan penindakan. Seperti pembongkaran jaringan maupun penangkapan teroris masih hidup.
Sementara upaya rehabilitasi dan deradikalilsasi masih minim. Utamanya mengedukasi masyarakat. Bahkan dirinya merasa banyak pihak sengaja membuat sekat antara mantan teroris dengan masyarakat umum. Dengan cara menyebarkan isu untuk menolak dan mengucilkan mantan teroris hingga keluarganya.
Penderitaan dirasakan keluarganya membuka mata dan hati. Sofyan menyesal. Bergabung dengan kelompok teroris merupakan kesalahan besar. Tekadnya kini bulat. Meninggalkan semua. Namun, harus diakui bahwa dalam perjalanan hijrah begitu berat cobaan diterima. Bahkan mendapatkan beragam teror. Berasal dari kelompoknya sendiri di penjara.
Salah satunya dengan cara diracun. Sudah dua kali Sofyan hampir mati keracunan. Semua teror justru ulah kelompoknya di dalam penjara. Semua karena Sofyan dianggap pengkhianat. Dicap sebagai Taroju atau pengkhianat perjuangan. Justru tak membuat dirinya lemah. Tekadnya semakin kuat untuk hijrah.
"Mereka balik meneror saya. Saya dianggapnya Taroju, dianggapnya saya mengkhianati perjuangan. Tapi saya tidak peduli," tegas Sofyan.
Berbagai program deradikalisasi diikutinya. Salah satunya dari program LSM Aliansi Perdamaian Indonesia (AIDA). Semua dilakukan demi kembali menata hidup bersama anak-istrinya. Sayang, jalan barunya tak mulus. Status sebagai mantan napiter membuat ruang geraknya terbatas.
Silaturahmi korban dan mantan napi terorisme ©2018 Merdeka.com/Imam Buhori
Hal paling dirasakan adalah sulit mendapatkan pekerjaan. Cap mantan teroris menjadi beban. Tak ada perusahaan mau mempekerjakannya. Bahkan untuk mendaftarkan diri sebagai supir ojek online pun sempat ditolak. Dirinya harus mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Sofyan mengaku masih menjalin komunikasi dengan para teroris. Tak jarang mendapat tawaran untuk kembali menjadi teroris. Tapi dia tak mau lagi terjerumus. Tawaran selalu ditolak. Justru setali tiga uang, momen itu juga dimanfaatkan Sofyan mengajak teman-temannya bertobat. Mengajak mereka hijrah.
"Jangan lagi ada yang operasi-operasi seperti ini. Ini sudah ditutup untuk tidak dilakukan lagi atas dalil apapun," pesan Sofyan pada teman-temannya.
Rasa bersalah pernah menjadi teroris terus menghantui. Terlebih saat bertemu dengan korban aksi teror. Padahal dirinya tak terlibat langsung dalam berbagai serangan teror. Namun, dirinya selalu meminta maaf atas nama kelompok kepada korban.
Sofyan siap menanggung risiko. Apapun akan dilakukan para korban, dirinya hanya pasrah. Sebab menyadari perbuatan pernah dilakukannya dulu salah. Caci maki dari korban atau keluarga korban harus terima dengan lapang dada. Dia berharap dengan luapan emosi, perasaan korban menjadi lega. Sehingga tak lagi menjadi kebencian berlarut-larut.
Salah satu korban teror bom JW Marriot 1, Fifi Norma Sari, mengaku sempat mengalami trauma. Akibat ledakan tahun 2003, dia harus menjalani perawatan hingga satu tahun. Dirinya juga mengalami goncangan psikologis. Pascakejadian, tak ada orang percaya. Selain keluarga, dia menganggap semua orang jahat. Hendak berbuat jahat pada dirinya.
Meski begitu, perlahan Fifi mulai membuka diri. Fifi sempat ragu saat sebuah undangan datang kepada dirinya. Undangan untuk bertemu dengan para mantan pelaku teror. Dirinya pun segera menghubungi psikolog dan meminta pendapat. "Setelah konsultasi, psikolog bilang kita memang harus mengobati jiwa selain fisik," ungkap Fifi.
Akhirnya, Fifi memberanikan diri untuk menemui para pelaku teror. Traumanya tak langsung hilang. Perlahan tapi pasti semua berjalan dengan baik. Dirinya bersyukur diberikan kekuatan untuk bisa menemui para mantan kombatan. Pertemuan ini justru mengobati trauma psikologis Fifi.
"Ini kan juga mengobati jiwa kita supaya memaafkan. Dengan memaafkan kita tidak ada lagi rasa dendam," ungkap Fifi.
Baca juga:
Menerima tobat mantan teroris
Agar para mantan teroris setia pada NKRI
Saat tobat, mantan terpidana teroris ini dicap pengkhianat oleh rekannya
Kisah eks Napi teroris jihad di Filipina hingga tobat demi keluarga
Gayeng Santri, program andalan Polres Purworejo tangkal paham radikal