Gereja ayam dan simbol kebangkitan Kristen pribumi
Gereja Ayam didirikan sebagai simbol kritik kepada petinggi petinggi Belanda kala itu.
KeberadaanGereja Ayam, Jl. H. Samanhudi No. 12, Pasar Baru, Jakarta Pusat yang kinimilik Jemaat PNIEL (Gereja Protestan Indonesia Barat) di kawasan Pasar Baru menjadi saksi penyebaran Kekristenan di tanah air pada zaman kolonial Belanda. Gereja Ayam merupakan warisan budaya, sejarah dan bingkai penyebaran Kristen Calvinis di Indonesia.
Sejarah juga tak bisa memungkiri jika kehadiran agama Kristen di Indonesia melalui tangan para penjajahan. Ketika serikat dagang Belanda, Vereenidge Oost Indiesche Companignie (VOC) melebarkan sayapnya di Batavia (sebelumnya di Ambon, Maluku), sejak saat itu pula Gereja Protestan diperkenalkan kepada pribumi. Para pendeta melayani jemaatnya dari Belanda tetapi juga menyebarkan Injil dan mengadakan pembaptisan kepada orang pribumi.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Pajak apa yang diterapkan di Jakarta pada masa pasca kemerdekaan? Di dekade 1950-an misalnya. Setiap warga di Jakarta akan dibebankan penarikan biaya rutin bagi pemilik sepeda sampai hewan peliharaan.
-
Apa yang dibahas Indonesia di Sidang Umum ke-44 AIPA di Jakarta? “AIPA ke-44 nanti juga akan membahas persoalan kesejahteraan, masyarakat, dan planet (prosperity, people, and planet),” kata Putu, Rabu (26/7/2023).
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Bagaimana prajurit Mataram akhirnya berjualan di Jakarta? Meskipun kalah perang, para prajurit yang kalah justru mulai berjualan di Jakarta dengan dua menu yaitu telur asin dan orek tempe.
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
Menurut Ketua Majelis Jemaat PNIEL, Pdt. Adriano Wangkay, ketika Jan Pieterzoon Coen diangkat menjadi Gubernur jenderal Batavia pada 30 Mei 1969, gereja sepenuhnya dibawah kendali VOC. Semua pembayaran gaji, pengangkatan dan pemindahan pendeta diatur di dalamnya. VOC pada prinsipnya, kata Adriano hanya mengakui satu gereja yakni Gereja Calvinis.
"Nampak sekali VOC menghambat perkembangan dan pertumbuhan gereja," kata Pdt. Adriano ketika berbincang dengan merdeka.com di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.
Maka pada bulan Desember 1619 diangkatlah Pdt. Adriaan Jacobsz Hulsebos (sahabat Jan P. Coen) menjadi pendeta pertama di Batavia. Malam perjamuan kudus untuk pertama kalinya dirayakan pada 3 Januari 1621, sekaligus awal pembentukan Majelis Gereja Protestan di Batavia. Majelis Gereja Batavia kala itu melayani jemaat dalam Bahasa Belanda di gedung pusat VOC yang sekarang ini jadi Museum Fatahillah. Sementara itu, pelayanan gereja dalam Bahasa Portugis diperuntukkan bagi orang-orang yang dimerdekakan sebagai pengikut orang Portugis di Gereja Tugu, Cilincing, Jakarta Utara.
Antara tahun 1816-1941, Gereja Protestan di Batavia dibawah kendali negara. Raja Willem I di Belanda menyerukan agar gereja menjadi tanggungjawab pemerintah. Hal itu ditetapkan dalam Ketetapan Kerajaan Willem I tanggal 4 September 1815.
Kemudian berdasarkan surat Keputusan Raja Willem I No. 88 tanggal 4 September 1835, ditetapkan semua Gereja Protestan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia kala itu) digabung dalam satu wadah yakni, "Het Bestuur van de Nederlansch Oost-Indie".
"Status De Indiesche Kerk adalah gereja negara. Tanggungjawab jemaat dalam bidang keuangan tidak terlalu penting," jelasnya.
Menurut Pdt Adrian, sejak dikeluarkannya ketetapan itu, Willem I hanya membolehkan dua aliran gereja ada di Indonesia yaitu Gereja Protestan dan Gereja Katolik Roma. Dan melalui ketetapan itulah menjadi cikal bakal berdirinya Gereja Protestan Indonesia (GPI).
Namun, situasi kepemimpinan Gereja Protestan Indonesia mengalami kemandekan ketika Belanda menyerah kepada Jepang pada 8 Maret 1942. Dr Jansen selaku pimpinan satu-satunya orang Indonesia dari delapan pimpinan GPI orang Belanda pun merubah kebijakan. Semua struktur kepemimpinan diganti dengan pengurus kebangsaan Indonesia.
Selain itu, kata Adrian, perubahan lain adalah di mana GPI tidak termasuk bagian dari tiga gereja yang telah berdiri sebelumnya di wilayah Timur Indonesia. Tiga gereja itu antara lain, Gereja Masehi Injili Timor (GMIT, Kupang, NTT), GMIT Manado dan Papua. Di luar tiga wilayah itu, kata dia, GPIB saat ini sudah berada di 26 provinsi di Indonesia dengan rincian 300 jemaat di daerah perkotaan dan 600 jemaat di daerah pedesaan dan pesisir di seluruh Indonesia.
"Mereka sudah ada sejak lama sebelum GPI. Maka kita juga disebut sebagai Gereja Protestan di Barat (GPIB)," tuturnya.
Kebangkitan pribumi
Gereja Ayam atau Jemaat PNIEl, kata Adrian tidak lepas dari keberadaan GPI itu sendiri. Namun, seperti fakta sejarah VOC yang menguasai gereja dan pelayanan, orang-orang Belanda di Batavia kala itu masih menonjolkan sifat ketertutupannya. Masih ada pemisahan antara jemaat Belanda dan jemaat pribumi.
Alasan itu juga menjadi cikal bakal didirikannya Gereja Ayam, kata Adrian. Selain ingin melayani kaum pedagang seperti China, Melayu dan sebagian Hindia, Gereja Ayam didirikan sebagai simbol kritik. Sebab petinggi Belanda termasuk gubernur jenderal dan pegawai-pegawainya bergereja di Gambir dengan menggunakan Bahasa Belanda, sangat tertutup bagi kaum pribumi dan pedagang.
"Dan yang tak kalah penting adalah gereja ini dibangun sebagai kritik atas Gereja Gambir karena itu umumnya hanya dipakai oleh orang Belanda. Ada pribumi tetapi mereka yang bekerja sebagai pegawai negeri di kantor gubernur jenderal. Itu juga dipengaruhi karena penggunaan bahasa. Di sana digunakan Bahasa Belanda," jelas Adrian.
Gereja ayam dulunya hanya sebuah kapel (gereja kecil) yang didirikan pada tahun 1903. Ketika GPI di Batavia semakin berkembang di mana orang pribumi dan China menjadi anggota gereja, kapasitas kapel ini lambat laun tak cukup menampung jemaat.
Gereja Ayam ©2016 Merdeka.com/Marselinus GualRencana pembangunan gereja yang lebih besar pun mulai dipikirkan. Menurut Adrian, inisator pembangunan itu datang dari seorang warga Belanda bernama Senen. Senen, kata Adrian merangkap menjadi penggalang dana untuk pembangunan gereja. Adapun arsitek untuk gereja ayam adalah dua orang warga Belanda bernama ED Cuijippers dan Hulswit. Nama keduanya ditulis di depan gereja.
"Pasar Senen itu sebenarnya diambil dari nama orang Belanda ini. Dia yang mencari dana untuk gereja. Semua bahan diangkut menggunakan perahu dan diambil dari Depok," jelasnya.
Tepat pada tahun 1913 peletakan batu pertama dilakukan di atas tanah milik gereja bernomor 341 dengan luas 2.883 m2. Gereja yang kedua inilah yang disebut gereja ayam kini dengan arsitektur khas neo-romantik bercampur gotik dan neo-barok.
Berusia sekitar satu abad lebih, gereja ayam tetap berdiri kokoh dengan dua menara kembar di bagian depan. Selain itu masih terdapat benda-benda peninggalan Belanda seperti Alkitab berukuran besar, cawan suci, bejana baptisan, kursi rotan, dan lampu yang dirawat baik.
Alkitab itu kini tidak dipergunakan lagi tetapi sempat diperbaiki pada tahun 1991 di Belanda dan dikembalikan pada tahun 1993. Kini, Alkitab itu disimpan dalam peti kaca yang diletakan di depan mimbar gereja.
Adapun arah mata angin yang ditandai ayam mempunyai fungsi sosial dan alkitabiah. Simbol sosial itu dipakai untuk membangunkan orang-orang di pagi hari seperti kokok ayam. Dulunya, kata Adrian, lonceng gereja dihubungkan dengan jarum jam yang berbunyi setiap jamnya. Sementara itu, simbol alkitabiah adalah tanda penyangkalan salah seorang murid Yesus Kristus yang bernama Simon.
"Bukan bunyi kokok ayam tapi lonceng gereja yang dihubungkan dengan jam," kata misionaris yang sudah sembilan kali berpindah tugas itu.
(mdk/bal)