Jalan panjang penggunaan aset Pemprov DKI oleh partai
"Kalau masalah etika, coba Pak Djarot tutup Pimpinan Anak Cabang (PAC) PDIP," ujar Ahok di kantornya.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menantang PDI Perjuangan menutup kantornya yang menggunakan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pernyataan ini disampaikan lantaran Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat menyarankan sekretariat relawan TemanAhok pindah, alasannya karena bersifat politis.
"Kalau masalah etika, coba Pak Djarot tutup Pimpinan Anak Cabang (PAC) PDIP," ujar Ahok di kantornya, Senin pekan lalu.
Penggunaan aset Pemprov DKI Jakarta tidak hanya dilakukan oleh PDI Perjuangan, tetapi masih ada Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Merdeka.com mencoba menelusuri penggunaan aset tersebut oleh tiga partai ini. Berdasarkan penuturan Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Gembong Warsono, fasilitas tersebut memang sengaja diberikan pada masa pemerintahan orde baru.
Penggunaan aset tersebut sudah mulai dilakukan bahkan sebelum tahun 1990. Berstatuskan pinjam pakai, partai semasa orde baru yang masih berjumlah tiga tersebut mendapatkan kantor untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Cabang (DPC). Sebagai gantinya masing-masing partai harus melakukan perawatan terhadap kantor yang mereka gunakan.
"PDI, PPP dan Golkar itu difasilitasi Pemda DKI berupa kantor tetapi tidak hibah, sifatnya pinjam pakai. Jadi ketentuan tidak dianggarkan perawatan, karena pinjam pakai," ujar Gembong saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu pekan lalu.
Tetapi saat reformasi, situasi berubah. Partai politik mulai banyak berdiri. Setidaknya ada 48 partai ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi. Namun ternyata hanya 10 partai yang mendapatkan kursi di DPRD DKI Jakarta. Sepuluh Fraksi terdiri dari Fraksi Demokrat 32 Anggota, Fraksi PKS 18 Anggota, Fraksi PDI Perjuangan 11 Anggota, Fraksi Golongan Karya 7 Anggota, Fraksi Persatuan Pembangunan 7 anggota, Fraksi Gerindra 6 Anggota, Fraksi Hanura 4 orang anggota, Fraksi PDS 4 Anggota, Fraksi PAN 4 Anggota, Fraksi PKB 1 Anggota. Jumlah seluruhnya 94 orang anggota dewan.
Tujuh partai lain yang tidak mendapatkan fasilitas kantor menuntut hak yang serupa. Atas desakan itu juga kemudian ada kesepakatan antara eksekutif dan legislatif memberikan fasilitas berupa biaya sewa kantor. Gembong yang juga merupakan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Aset mengatakan, selama lima tahun akhirnya mereka mendapatkan hak yang sama.
"Partai yang tidak mendapatkan fasilitas pinjam pakai dari Pemprov maka diberikan fasilitas kontrak, itu pakai APBD, kalau tidak salah sebulan Rp 40 juta. Jadi semua partai hasil pemilu 1999 sampai 2004 itu sama," katanya.
Ternyata pemberian dana sewa kantor tersebut dihentikan pada 2005. Alasannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2005 tentang Perbendaharaan Negara. Sehingga hanya tinggal tiga partai lama, PDI yang berubah menjadi PDI Perjuangan, PPP dan Golkar. Tiga partai ini kemudian mendapatkan undangan dari Pemprov DKI Jakarta untuk membahas penggunaan aset. Alasannya karena baru terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah. Sebab status pinjam pakai yang selama ini tersemat dianggap sudah tidak sesuai.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 10 PP Nomor 6 Tahun 2006 dijelaskan pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola barang.
"2007 justru kami (PDI Perjuangan, PPP dan Golkar) mau mengembalikan tapi tidak mau. Saya hadir, waktu itu dipanggil Kesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik), tiga partai itu dateng, kami serahkan saja ke Pemda, karena tidak mau terima jadi tetap kami terima," kata Gembong.
Jawaban serupa juga disampaikan Sekretaris DPD Golkar DKI Zainuddin. Dia mengatakan, selama ini memang partai berlambang pohon beringin tersebut masih menggunakan aset milik Pemprov DKI Jakarta. Tentu ini karena masih kebijakan yang belum berubah semenjak orde baru.
Dia malah mempertanyakan mengapa penggunaan aset tersebut menjadi ramai dibicarakan. "Tidak usah di masalahkan. Kami sesuai dengan prosedur, kami tidak pernah ilegal pakai tempat tersebut. Itu tempat disediakan oleh pemerintah bukan Gubernur, untuk parpol yang lama. Kan pemerintah yang minta dan membangunkannya," kata Zainuddin.
Ketua DPD PPP DKI Jakarta Abraham Lunggana akrab disapa Lulung punya tanggapan berbeda mengenai hal ini. Menurut dia kantor yang digunakan partai berlambang Kabah itu telah diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta. Sehingga apa yang disampaikan Ahok adalah keliru.
"Kalau enggak ngerti jangan ngomong deh. Itu enggak sewa, itu pemberian pemerintah kepada partai, terutama PDI-P, Partai Golkar, dan PPP. Kan dulu memang partai hanya tiga," ujar Lulung di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa pekan lalu.
Berikut rincian alamat kantor partai yang berada di atas lahan milik Pemprov DKI:
1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P)
DPC PDI Perjuangan menggunakan aset DKI tahun 2003 di Jalan Pasir, Jagakarsa.
DPC PDI Perjuangan Jakarta Barat menggunakan aset DKI tahun 2003 di Jalan Semanan Pintu.
DPC PDI Perjuangan Jakarta Utara menggunakan aset DKI tahun 2003 di Jalan Kesatriaan Pasar, Cilincing.
DPC PDI Perjuangan Jakarta Timur menggunakan aset DKI tahun 2003 di Jalan Haji Naman, Duren Sawit.
DPC PDI Perjuangan Jakarta Pusat menggunakan aset DKI tahun 2003 di Jalan Kalibaru Timur, Jakarta Pusat.
2. Partai Golongan Karya (Golkar)
DPD Tingkat II Golkar Jakarta Selatan menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Kalibata, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
DPD Tingkat II Golkar Jakarta Timur menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Komarudin, Cakung, Jakarta Timur.
DPD Tingkat II Golkar Jakarta Utara menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Mindi, Koja, Jakarta Utara.
DPD Tingkat II Golkar Jakarta Barat menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Rawa Lele, Cengkareng, Jakarta Barat.
-
Bagaimana Ahok memulai karier politiknya? Ia memulai karier politiknya sebagai anggota DPRD DKI Jakarta setelah terpilih pada tahun 2004.
-
Kapan Prabowo tiba di Kantor DPP Partai Golkar? Prabowo tiba sekitar pukul 17.00 WIB dengan mengenakan pakaian berwarna hitam dan celana berwarna hitam.
-
Siapa yang menyambut kedatangan Prabowo di Kantor DPP Partai Golkar? Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto hingga Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menyambut langsung kedatangan Prabowo.
-
Apa yang dilakukan Prabowo saat menyapa ketua umum partai politik? Ketua umum partai politik pengusung Prabowo-Gibran terlihat hadir dalam acara tersebut. Saat Prabowo ingin menyapa para ketua umum yang hadir, dia pun berkelakar tengah mempersiapkan nama-nama yang hadir. Sebab, dirinya takut nama tersebut terlewat dapat menyebabkan koalisi tak terbentuk."Ini daftar tamunya panjang banget, jadi harus saya sebut satu-persatu. Kalau enggak disebut koalisi tak terbentuk," kata Prabowo, disambut tawa oleh para tamu yang hadir.
-
Kapan Partai Demokrat dideklarasikan? Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan.
-
Bagaimana cara Prabowo menyapa para ketua umum partai politik? Ketua umum partai politik pengusung Prabowo-Gibran terlihat hadir dalam acara tersebut. Saat Prabowo ingin menyapa para ketua umum yang hadir, dia pun berkelakar tengah mempersiapkan nama-nama yang hadir. Sebab, dirinya takut nama tersebut terlewat dapat menyebabkan koalisi tak terbentuk."Ini daftar tamunya panjang banget, jadi harus saya sebut satu-persatu. Kalau enggak disebut koalisi tak terbentuk," kata Prabowo, disambut tawa oleh para tamu yang hadir.
DPD Tingkat II Golkar Jakarta Pusat menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat.
3. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
DPC PPP Jakbar menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Masjid, Cengkareng, Jakarta Barat.
DPC PPP Jakpus menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Taruna Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.
DPC PPP Jakut menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Kampung Beting, Cilincing, Jakarta Utara.
DPC PPP Jaktim menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan H Ismail, Cakung, Jaktim.
DPC PPP Jaksel menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Jagakarsa, Jaksel.