Janggal Bantuan Hukum dari Polri
"Polri hanya boleh memberikan bantuan hukum kepada anggotanya yang didakwa melakukan tindak pidana untuk kepentingan tugas. Nah kalau terdakwa itu menyerang novel, kemudian diberi bantuan hukum? Tandanya apa?"
Ruangan sidang Jakarta Utara terasa begitu berbeda ketika Novel Baswedan hadir bersaksi. Tiap bangku pengunjung terisi penuh. Banyak pria berbadan tegap. Pengamanan juga begitu ketat.
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu hadir memenuhi panggilan pengadilan. Novel diminta bersaksi atas kasusnya sendiri. Menceritakan satu demi satu adegan penyerangan penyiraman air keras kepada dirinya.
-
Siapa Pak Raden? Tanggal ini merupakan hari kelahiran Drs. Suyadi, seniman yang lebih akrab disapa dengan nama Pak Raden.
-
Kapan Mutiara Baswedan meraih gelar Sarjana Hukum? Ia berhasil meraih gelar Sarjana Hukum pada tahun 2020.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan Rahmat mulai panen slada? Yang awalnya hanya panen 5 kilogram per hari, kini ia mampu sampai 1,9 ton per bulan. Profesi petani sebenarnya masih sangat prospek untuk didalami, terutama bagi kalangan muda. Jika ditekuni, bukan tidak mungkin bisa menghasilkan keuntungan berlipat seperti seorang pemuda asal Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah bernama Rahmatul Hafid. Rahmat awalnya mencoba peruntungan di bidang pertanian, bahkan dengan modal awal yang minim yakni Rp2 juta. Namun siapa sangka, hampir lima tahun menjalankan pertanian hidroponik slada produknya kini mampu terjual hingga 60 kilogram per hari.
-
Kapan Raden Rakha lahir? Raden Rakha memiliki nama lengkap Raden Rakha Daniswara Putra Permana. Ia lahir pada 16 Februari 2007 dan kini baru berusia 16 tahun.
-
Kapan R.A.A Kusumadiningrat memimpin? Sebelumnya, R.A.A Kusumadiningrat sempat memerintah pada 1839-1886, dan memiliki jasa besar karena mampu membangun peradaban Galuh yang cukup luas.
Sidang pada 19 Maret 2020, Novel memang tidak datang. Alasannya ketika itu khawatir ancaman pandemi virus corona. Baru ketika 30 April 2020, Novel datang bersaksi.
Sedangkan dua terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, yang merupakan anggota Polri aktif sampai saat ini, tidak hadir ketika Novel datang bersaksi. Hanya para pengacara kedua terdakwa. Bantuan hukum tersebut dari Divisi Hukum Mabes Polri.
Dalam persidangan itu tentu membuat tim advokasi Novel merasa janggal. Kedua pelaku masih mendapat pembelaan meski mengaku telah melakukan penyiraman kepada petugas pemberantasan korupsi.
Menurut Kurnia Ramadhan, Polri seharusnya tidak memberikan bantuan hukum kepada kedua terdakwa. Hal ini didasari dengan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003. Pasal 13 ayat (2) yang menegaskan bahwa bantuan hukum diberikan kepada anggotanya bila didakwa berkaitan dengan tugas.
"Jika bantuan hukum ini dipandang sebagai sebuah kewajiban, tentu publik akan bertanya: apakah penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan merupakan bagian dari tugas Kepolisian sehingga dua terdakwa mesti diberikan pendampingan hukum oleh Polri?" kata Kurnia saat dihubungi merdeka.com, 14 Mei 2020.
Senada dengan rekannya, Arif Maulana selalu bagian tim Advokasi Novel Baswedan, merasa bahwa persidangan seperti memberi kesan kuat pembelaan Polri kepada dua terdakwa. Apalagi bantuan hukum sampai sembilan orang kepada para terdakwa pelaku penyerangan.
"Polri hanya boleh memberikan bantuan hukum kepada anggotanya yang didakwa melakukan tindak pidana untuk kepentingan tugas. Nah kalau terdakwa itu menyerang novel, kemudian diberi bantuan hukum? Tandanya apa? Apakah 'menyerang novel' merupakan kepentingan tugas Polri?" kata Arif kepada merdeka.com.
Selain aturan itu, Kurnia juga memaparkan Pasal 6 ayat (1) huruf C Peraturan Kapolri No 2 Tahun 2017. Peraturan itu menjelaskan bahwa untuk kepentingan pribadi setiap anggota, Polri dapat mengajukan permohonan permintaan bantuan hukum kepada instansi Polri.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu menilai bahwa dengan alasan apapun, langkah Polri dalam memberikan bantuan hukum kepada kedua terdakwa tidaklah masuk akal.
"Jika aturan ini yang dijadikan landasan untuk memberikan pendampingan hukum, maka akan timbul pertanyaan oleh publik: Apa argumentasi logis Polri ketika mengabulkan permohonan pemberian bantuan hukum kepada dua terdakwa?" tanya Kurnia
Korban sekaligus saksi dalam persidangan ini, Novel Baswedan juga heran mengapa Divisi Hukum Mabes Polri memberikan pendampingan hukum kepada Ronny Bugis dan Rahmat Kadir. Menurutnya Hal itu tidak wajar dan semakin lucu terhadap kasus yang menimpanya.
Padahal, kata Novel, dua pelaku yang merupakan anggota Brimob itu sudah mencoreng nama besar Polri. Apalagi mereka melakukan penganiayaan terhadap petugas negara.
“Lucu ya, Divisi Hukum Mabes Polri memberikan pendampingan hukum yang mana pembelaannya sedikit berlebihan," kata Novel saat dihubungi merdeka.com, Jumat pekan lalu.
Pada Desember 2019, menetapkan dua orang terdakwa atas kasus penyiraman air keras yang membutakan mata kiri penyidik senior KPK itu. Kedua terdakwa, yaitu Ronny Bugis dan Rahmat Kadir. Keduanya merupakan anggota Polri yang masih aktif. Keduanya didakwa secara terpisah.
Meski begitu, keduanya sama-sama dijerat Pasal 351 atau Pasal 353 atau Pasal 355 ayat ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yaitu penganiayaan berencana dan telah mengakibatkan Novel Baswedan sebagai korban mengalami kerugian berupa keterbatasan fisik yaitu kerusakan kornea mata.
Keduanya tidak mengajukan nota pembelaan sehingga proses persidangan berjalan ke tahap pemeriksaan saksi yang berlangsung pada 30 April lalu. Di mana ketika itu Divisi Hukum Mabes Polri memberikan pendampingan hukum.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono, hanya menjawab singkat berbagai tudingan itu. Adapun pembelaan dikarenakan kedua terdakwa masih merupakan anggota aktif Polri sehingga keduanya masih berhak mendapatkan pendampingan hukum.
"Salah satu tugas Divisi Hukum Polri yaitu untuk melakukan pendampingan hukum anggota Polri yang bermasalah hukum," kata Argo kepada merdeka.com, Rabu pekan lalu.
Kedua tersangka penyerangan air keras kepada Novel Baswedan mendapat. Semua berasal dari Mabes Polri. Sayangnya Argo irit bicara tentang alasan para terdakwa belum dipecat sebagai anggota Polri meskipun sudah mengakui melakukan penganiayaan terhadap petugas negara.
Tim Advokasi Novel Baswedan melihat bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) menunjukkan kasus ini hanya dinilai sebagai tindak pidana penganiayaan biasa. Tentu ini sangat disayangkan, padahal mereka melihat ini berkait kerja pemberantasan korupsi yang diindikasi dengan teror sistematis juga pelemahan KPK melalui para penyidiknya.
Para JPU diduga tidak merepresentasikan negara yang mewakili korban. Malahan, JPU dirasa membela kepentingan terdakwa dengan isi surat dakwaan yang berisi pasal penganiayaan biasa dan bukan perbuatan mengancam nyawa.
(mdk/ang)