Jaringan penipu berkedok sumbangan masjid
Setiap dana yang terkumpul akan dibagi dua antara dirinya dan pencari amal. "Biasanya 60:40," kata Sukisno.
Penipuan berkedok sumbangan pembangunan rumah ibadah ternyata masih menjamur di Jakarta. Bermodal kotak amal dan surat jalan dari panitia pembangunan masjid abal-abal, mereka mampu menipu banyak orang untuk memberikan uang dengan alasan beramal untuk pembangunan masjid.
Namun demikian tidak semua sumbangan pembangunan masjid tersebut adalah fiktif. Terkadang, proposal atau surat jalan yang dibawa para peminta dana adalah asli dan masjid yang dibangun pun memang benar adanya sesuai dengan isi proposal, tetapi uang hasil sumbangan yang ternyata 'dimakan' oleh si peminta.
Sukisno (42), pria yang biasa menjadi koordinator sumbangan pembangunan masjid ini membeberkan bisnis haram yang dilakoninya sejak 2006 silam. Dia mengatakan, sumbangan pembangunan rumah ibadah baik dari rumah ke rumah dan di pinggir jalan sebagian ada yang fiktif ada juga nyata.
"Semua proposalnya ada stempel masjid, jadi enggak bisa dibedakan kalau dari proposal. Pembuktiannya adalah kita datangin masjidnya," katanya ketika ditemui merdeka.com di kediamannya, di daerah Klender, Jakarta Timur, Selasa (18/8) kemarin.
Rumah Sukisno berada di sebuah gang sempit. Di rumahnya itu bertumpuk dokumen-dokumen surat dan beberapa stempel di sebuah meja yang berada di ruang depan. Seperti ruang kantor, mejanya tersebut juga tersedia sebuah komputer lengkap dengan printernya.
Sukisno mengaku bisa dengan mudah membuat surat jalan bagi para peminta sumbangan masjid fiktif untuk mencari nafkah. Dia biasa menjual surat tersebut seharga Rp 25.000 untuk tetangganya yang mau mencari uang dengan cara mudah.
"Saya bisa bikinin, stempel masjidnya asli, saya tandatangani asli. Tapi masjidnya enggak tahu di mana. Kadang kan orang memberikan sumbangan cuma ngasih duit saja, dan tahunya mereka untuk amal," ujarnya menegaskan.
Sementara untuk sumbangan yang asli, pria asal Karawang, Jawa Barat, ini mengatakan perlu ada kerja sama dengan panitia masjid untuk memuluskan pencarian dana. Dimana setiap dana yang terkumpul akan dibagi dua antara dirinya dan pencari amal.
"Biasanya 60:40. Kotak amal dari dia, suratnya dari dia. Nanti kalau sudah terkumpul sumbangan yang di kotak amal, panitia yang buka. Kunci gembok kotak amal kan sama dia. Berapa hasilnya itu dibagi sesuai perjanjian," tuturnya.
Dia mengatakan, cara ini dilakukan biasanya untuk menghindari apabila anggota di lapangan ditangkap atau dicurigai bahwa sumbangan tersebut fiktif. Dengan adanya kerja sama seperti ini biasanya banyak orang yang memberikan amal dengan nominal cukup besar.
"Kita juga sebar proposal ke perusahaan-perusahaan. Jadi nanti kita taruh, minggu depan kita ambil, itu sudah dikasih duit," ucapnya.
Dengan keaslian proposal, serta beberapa foto pembangunan masjid tersebut, biasanya perusahaan tidak akan curiga dan siap mengeluarkan dana yang cukup besar.
"Kalau perusahaan itu sekitar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Kalikan aja kalau ada 10 perusahaan," ungkapnya.
Dengan bisnis yang dijalani seperti itu, bapak tiga anak ini mengaku bisa mendapatkan uang sebanyak Rp 5-7 juta dalam waktu sebulan. Namun tahun ini, dia melanjutkan, pendapatannya menurun jika dibanding awal-awal ia membangun bisnis haram tersebut.
"Dulu bisa sampai Rp 15 juta per bulan. Tapi makin ke sini anak buah saya banyak yang ketangkep, jadi yang bisa dipercaya saja yang saya kasih buat cari sumbangan," ujarnya.